Chapter 58: All That Matters

97 21 1
                                    

Luna terduduk di atas kasurnya, menyeka keringat di dahinya dan berjalan ke arah meja untuk meminum air. Ia sempat terdiam memainkan kalung yang terpasang di lehernya, memikirkan apa ia harus memberitahu seseorang mengenai mimpi itu atau tidak, namun ia memilih untuk tidak membicarakannya pada siapa pun.

Berminggu-minggu berlalu menyimpan rahasia mengenai mimpi itu, Luna mencoba mengalihkan perhatiannya dengan membantu Phil beradaptasi dengan tugas barunya sebelum Phil diberangkatkan ke Archenland bersama Damien. Aneh baginya melihat Phil dan Lucille begitu mudah beradaptasi dengan dunia ini. Betul adanya ia menyukai tempat ini, tapi Luna merasa ia tidak seharusnya berada di Narnia.

Pernah suatu pagi ia berjalan sendirian, tanpa penjaga, tanpa Valencia di desa Terlmarine untuk sekedar melupakan kehidupan kerajaan. Ia memakai pakaian sederhana seperti orang desa lainnya namun kebanyakan orang sudah mengenali rupanya sejak insiden penyerangan kastil Telmar. Sebagian menyapanya, namun sebagian besar wanita muda berbisik satu sama lain mengenai "betapa dimanjanya nona Luna dengan satu Raja sebagai kekasihnya dan yang lain sebagai kakaknya". Luna paham bagaimana kecemburuan seperti itu bisa muncul. Sejak perjalanannya di Narnia, ia belajar bahwa tidak semua orang akan menerima dan menyukainya dengan mudah. Itu kenapa ia tidak melakukan apa pun untuk menghentikan hal-hal sekecil itu. Namun jelas terkadang ia merasa terbebani dengan status itu. Tapi ia tetap menyimpannya untuk diri sendiri berpikir bahwa itu mungkin memang hanya mimpi belaka.

Ia berjalan dikoridor di antara para delegasi baru dan dewan-dewan yang mencoba memperbaiki sistem politik kerajaan ini. Sesekali ia mengintip ke dalam ruangan hanya untuk memeriksa apa ada yang membutuhkannya, namun sejak perselisihan sebelumnya, semua orang sudah yakin di mana tempat mereka. Mereka melakukan pekerjaan mereka sebaik mungkin untuk menghindari perselisihan lain terjadi. Melihat ke dalam setiap buku, perkamen, dan informasi yang mereka dapatkan untuk memeriksa apa ada kemungkinan seseorang diluar sana berusaha menimbulkan konflik lain. Hari-hari tipikal didalam kastil membuatnya semakin bingung apa yang sebenarnya ia lakukan di antara mereka.

Kesibukan Edmund tentu tidak meredakan kecemasan Luna. Ia hilir mudik dari satu sudut kastil ke sudut lain. Ia terus berjalan perlahan di antara tembok batu kastil sambil terus mencoba menjawab pertanyaan yang ia buat untuk dirinya sendiri, "Untuk apa aku di sini?" Sampai seseorang membunyikan terompet di menara penjaga yang sedang diperbaiki dari kerusakan yang didapatkan di konflik sebelumnya.

Luna berjalan cepat ke ruang singgasana melihat pintu masuknya terbuka lebar untuk menyambut siapa pun itu yang datang.

Caspian...

Tanpa Lucy ataupun Eustace.

Luna menjadi orang terakhir yang berjalan ke arah Caspian dan memeluknya. Tanpa pikir panjang ia langsung bertanya, "Di mana Lucy dan Eustace?"

Caspian tersenyum masih setengah memeluknya dan menjawab, "Mereka sudah kembali ke dunia mereka." Luna mengangguk dan tersenyum gugup menyadari bahwa mimpinya nyata. Caspian bertanya apa saja yang terjadi, berapa banyak yang menjadi korban, bagaimana keadaan penduduk desa. Tentu Edmund dan Phil menjadi orang-orang pertama yang mulai menjelaskan semuanya.

Luna berbalik melihat Drinian dan beberapa anak buah kapal mencoba merapihkan barang-barang bawaan mereka. Ia menghampirinya dan bertanya, "Tuan Drinian. Bagaimana perjalanan kali ini? Apa semua baik-baik saja?"

"Nona Luna. Senang bertemu denganmu lagi. Harus aku katakan, perjalanan yang luar biasa."

Luna tersenyum dan mengangguk. "Tuan Drinian. Apa yang akan kau lakukan setelah ini? Apa kau akan menetap di sini?"

"Untuk beberapa waktu, nona. Sedikit perubahan rencana dari sebelumnya. Aku diminta untuk membantu beberapa awak kapal baru untuk mencari tempat di Narnia. Aku akan berkunjung kembali setelah semua selesai," jawabnya.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Where stories live. Discover now