Chapter 3: Changes

659 105 3
                                    

Cambridge, Britania Raya - 1949

Edmund bisa melihat Lucy berdiri dan berusaha menyebrang jalan hanya beberapa kaki dari tempatnya berdiri. Ia berusaha untuk berjalan ke arah Lucy secara diam-diam dan menariknya menjauh dari sisi jalan. "Edmund? Aku tak tahu kau menunggu di sini. Ada apa denganmu?" tanyanya kaget.

Edmund memberi sinyal bahwa ada seseorang diseberang jalan. "Jangan berisik, ada Belgrave di sana, aku tidak ingin berurusan dengannya, ayo. Yang penting kita tidak kelihatan dia dulu."

Ia terus berjalan dan tanpa sadar sudah berada di ujung jalan Namun saat ia berbalik, ia menyadari kalau orang yang ia tarik bukanlah Lucy melainkan murid lain. "Aih! Sialan!" bisiknya geram. Ia melihat Lucy ada di ujung jalan lain sedang berbicara dengan Lucille Belgrave. Lalu saat Edmund melihat Lucy seperti mencoba untuk memberitahukan di mana tempatnya berada, ia langsung sembunyi di balik tembok dan berkata dalam hati, Ya tuhan... Aku lelah.

Setelah menunggu beberapa menit, Lucy sudah ada di sebelahnya. "Kau tidak bawa dia ke sini kan?" tanya Edmund panik.

Lucy menggeleng. "Tidak... Lagipula, kenapa kau sebegitu takutnya kau dengan Lucille?" Edmund juga bingung kenapa ia harus sepanik itu, tapi dalam hatinya ia selalu merasa ada yang tidak beres dengan orang itu. Sepanjang sisa hari itu ia hanya terdiam dan mengikuti ke mana pun Lucy pergi, berharap si Belgrave tidak akan muncul dari mana pun.

***

New York, Amerika Serikat - 1951

Seorang pria berteriak memanggil pelayan. "Pelayan! Kenapa kau lama sekali?! Kau tidak bekerja lagi di sini?" sindir seorang pria dari salah satu meja sebuah kedai kecil.

"Kau tahu... kau bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari ini. Di mana pria-prianya lebih menghargai usahamu. Kau bisa menjahit," bisik seorang lelaki berpakaian rapi yang sedang menyeruput kopi paginya kepada seorang pelayan kedai wanita muda yang sedang melayaninya.

"Dan kau tahu... ini tidak lebih buruk daripada bekerja di balik meja kantor dan aku juga tidak ingin menjadi penjahit," jawab pelayan itu sambil melayani pelanggannya lalu kembali untuk merapikan meja bar.

"Kau suka menghabiskan waktumu dengan buku. Kau belajar banyak hanya dengan membaca. Mungkin kau bisa bekerja di perpustakaan... Atau menjadi 'operator telepon'." Lelaki itu menjawab sambil menyeruput kopinya.

Pelayan itu berbisik. "Kantormu? Phylarchus Di Ilios... pekerjaan aslimu terlalu berbahaya dan tertutup. Seharusnya kau tidak membicarakan tentang hal ini bahkan kepada adikmu sendiri." Sang pelayan tertawa kecil dan melanjutkan pekerjaannya.

Saat kedai sedang kosong dan pelayan lain sedang berada di dapur belakang, Phil mulai berbicara lagi. Mencoba membuat adiknya berada di bawah pengawasannya lebih sering dari yang biasanya ia lakukan. "Oh, Luna. Kau pintar. Aku sangat ingat kau pandai berbicara enam bahasa, jika saja kau mencoba, kau bisa coba melamar di kantorku. Kau PASTI bisa bekerja di kantorku. Kau HARUS bekerja dikantorku."

"Phil, kantormu penuh dengan pria."

"Tapi aku akan ada di sana," bela Phil.

"Phil... aku sudah delapan belas tahun, semuanya akan baik-baik saja."

Phil menjawab lemas. "Ya aku tahu. Hanya saja, waktu terasa sangat cepat. Kau bahkan sudah tinggal sendiri sekarang. Aku hanya khawatir."

Luna menghampiri Phil dan memeluk kakaknya. "Banyak hal berubah, Phil, tapi kau akan selalu menjadi kakakku, kau bisa mengunjungiku kapan pun. Apartemenmu ada di seberang kedai ini. Kau sarapan di sini hampir setiap hari. Aku baik-baik saja dan aku bisa bayangkan betapa bahayanya pekerjaanmu setelah kau harus berbohong soal 'pekerjaan di theater.' Sebulan kemudian kau bilang kau bekerja di kantor pos. Tahun ini kau bekerja di kantor telepon. Kita berdua tahu semua itu hanya kedok," bisik Luna.

Phil menghela nafasnya."Aku tidak berbohong. Aku memang pernah jadi aktor dan tukang pos sebagai pekerjaan sampingan," protes Phil.

Luna menatap Phil dengan aneh dan berbisik padanya. "Mungkin itu kenapa aku tidak meminta rekomendasi pekerjaan darimu. Daftar pekerjaanmu amburadul." sindir Luna.

Luna dan Phil yang sekarang bukanlah seperti mereka yang pertama kali mengunjungi Narnia. Mereka yang sekarang adalah orang yang dewasa dan mandiri. Phil bekerja sebagai seorang agen intelijen dan Luna bekerja sebagai pelayan kedai. Sudah setahun berlalu sejak pertama kali mereka ke Narnia, tak ada satu pun petunjuk apa mereka akan kembali ke sana atau tidak.

Phil melihat ke arah tas Luna di balik meja bar dan tiba-tiba berjalan ke sisi bar lain dan membuka tas Luna sebelum Luna bisa menghentikannya. Phil mengeluarkan sebuah bingkai kecil berisi secarik kertas. "Apa ini yang namanya baik-baik saja? Kau masih menyimpan surat dari Raja itu."

"Phil... itu properti pribadi. Hentikan- dan nama Raja itu adalah EDMUND." Luna mengambil dan merapikan tasnya.

Sempat terjadi keheningan di antara keduanya lalu Phil mengambil tasnya. "Luna... aku ingin kau bahagia, kau sangat tahu itu, tapi setiap kali kau mengingatnya, kau selalu menangis. Aku hanya ingin kau sadar, kita mungkin tidak akan pernah bertemu dengannya lagi-"

"Kau tidak tahu itu. Mungkin sekarang dia sedang mencariku. Dia sudah dewasa, dia bisa berpergian sendiri. Dia pasti datang. Aku yakin," bantah Luna

Phil menghela nafas. Ia berdiri dari duduknya dan merapikan jasnya. "Aku adalah kakakmu. Aku sangat menyayangimu lebih dari pria itu mencintaimu, tapi aku pikir aku tidak bisa berbuat banyak tentang ini." Lalu dia berjalan pergi dari kedai ke kantornya.

Luna tahu mungkin Edmund tak akan pernah bisa menemukannya tapi dia tidak ingin menyerah begitu saja. Luna masih percaya dan setiap hari, dia selalu berharap untuk kembali ke Narnia. Walaupun Luna berusaha menemukan Edmund, mereka mungkin tidak akan bertemu lagi, mungkin Edmund yang jauh lebih dewasa diluar sana sudah menemukan wanita lain.

Hanyawaktu yang bisa menjawabnya.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Där berättelser lever. Upptäck nu