Chapter 36: The Merchant

196 34 6
                                    

-Caspian-

"Ayo, Ed. Aku rasa pasukan Calormen itu mulai menyadari perkemahan kita." Aku mencoba mengajak Edmund pergi tapi dia menolaknya, "Siapkan saja semuanya untuk kembali ke kastil. Kembalilah kalau kalian mau. Aku tidak akan ke mana-mana sampai Luna kembali kepadaku. Aku sudah berjanji pada Phil. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri," jawabnya tanpa memalingkan pandangannya kepadaku sedikit pun.

Ku dengar ceritanya sebelumnya. Bagaimana dia menunggu Luna, mencari, dan menunggu lagi. Yang ku pahami, dia tidak pernah mencintai wanita mana pun seperti dia mencintai Luna. Rakyat Narnia bahkan turut berbahagia saat mengetahui kalau mereka kembali ke sini bersama-sama, tapi apa mereka sempat berpikir bagaiman kalau Edmund dan Luna harus kembali lagi ke dunia mereka tanpa sempat memerintah Narnia seperti apa yang mereka harapkan?

Aku ingin membuang bayangan itu jauh-jauh tapi bayangan itu adalah sebuah kemungkinan. Aku tidak bisa berbuat banyak. Lagipula aku hanyalah Raja biasa. Andai aku tahu apa yang sebenarnya Edmund rasakan, mungkin aku akan lebih paham. "Aku akan mengirimkan pasukan ke pelabuhan dan jalur pegunungan untuk menjemput yang lain. Aku akan menunggu denganmu di sini. Kuda kita juga tidak pergi ke mana-mana."

Edmund menyimpitkan matanya, memandang ke titik di ujung jalan. Seorang penunggang kuda berlari mendekati dari kejauhan dan salah satu pasukan Calormen siap menghadang siapa pun itu di sana. Bukankah seharusnya semua prajurit berjaga bergantian?

"Itu Luna," jelasnya. Wajah pucatnya mulai berwarna, namun dia berbicara, lagi-lagi tanpa berpaling ke mana pun. Aku hanya bisa terkekeh melihatnya.

"Edmund. Aku tidak yakin Luna bisa melewati mereka begitu saja. Kau lihat prajurit itu, dia tidak seharusnya ada di situ. Sekarang waktunya pergantian penjaga. Apa mungkin mereka tahu kalau Luna berada di Archenland?"

Edmund pasti paham kalau dia tidak bisa bertindak seenaknya. Jika para prajurit itu tahu kalau Edmund harus sampai campur tangan, mereka akan tahu bahwa penunggang itu adalah Luna. Penunggang itu menggunakan sebuah kain untuk dijadikan tudung dan cadar. Kalau bukan karena pakaian di balik jubah itu, aku tidak akan tahu siapa dia.

Seorang prajurit berdiri tepat di tengah jalan dan menghentikan laju Luna dan kudanya. Mencoba membuat Luna turun dari kudanya, tapi dia menolak. Prajurit itu mulai menggenggam lengan Luna membuatnya berbicara sedikit lebih keras. "Tuan, kau tidak terlihat seperti prajurit Archenland," celetuknya.

"Itu tidak penting. Buka tudung dan cadarmu," perintah si prajurit. Luna mencoba menarik lepas tangannya namun genggaman prajurit itu cukup kuat. Beberapa prajurit lain mulai keluar dari tenda-tenda mereka.

Edmund yang ku pikir masih terdiam mulai bangkit dan berjalan ke arah kuda-kuda kami, menyuruh mereka untuk berjalan perlahan menjauh tanpa suara. Setelah kami menjauh hingga kami tak bisa melihat perbatasan lagi. Lalu dia menaiki kudanya, melilitkan kain menutupi setengah wajahnya, lalu ia menyuruhku naik ke kudaku lalu meminta kuda-kuda kami untuk menghentakkan kakinya di tempat seakan-akan kami berjalan dan datang dari kejauhan. Perasaanku mengatakan kalau Luna mendengar itu, kami bisa mendengar suaranya dari kejauhan, "Kau orang Calormen! Lepaskan aku!"

Dengan perkataan itu, Edmund memacu kudanya membuatku sedikit gelagapan menyusulnya. Kami mendekati perbatasan dan berhenti di hadapan mereka. "Apa yang kalian lakukan kepada wanita itu? Mengapa dia berteriak?" seru Edmund.

"Siapa kau?" tanya salah satu dari mereka.

Sebelum Edmund mengatakan apa pun, aku menjawab, "Dia salah satu prajuritku."

Aku memandang Edmund berusaha mengikuti jalannya permainan. "Aku Raja Caspian dari Narnia. Mengapa kalian menahan wanita itu?"

"Dia ingin memasuki wilayah kalian tanpa izin, Yang Mulia Raja Narnia. Tanpa mengurangi hormatku, mengapa seorang Raja Narnia berada di perbatasan di saat seperti ini?" jawab prajurit yang memegang Luna.

"Aku mendapatkan laporan bahwa beberapa pendudukku kesulitan melewati perbatasan karena prajurit yang sulit mereka kenali. Selama ini Narnia dan Archenland tidak pernah menempatkan terlalu banyak prajurit di perbatasan kami. Kebanyakan pedagang yang lewat sudah mengenali wajah para penjaga perbatasan, begitu juga sebaliknya. Yang harus aku herankan, mengapa prajurit Calormen berjaga untuk Archenland? Siapa yang memerintahkan itu pada kalian? Karena siapa pun yang menjaga perbatasan antara Narnia dan Archenland hanyalah orang-orang yang dipilih dan di kenal oleh kedua kerajaan sehingga tidak akan mempersulit jalur perdagangan," jawabku.

Kami menuruni kuda kami dan berdiri tepat beberapa kaki di garis perbatasan. "Nonaku, bolehkah kami tahu siapa namamu?"

Aku tahu Luna cukup cerdik untuk mengerti rencanaku. Dia sempat terdiam, namun secepat mungkin menjawab, "Audrey, Yang Mulia. Aku biasa mengantarkan dagangan ayahku dari Archenland ke Narnia."

Aku memperhatikan ada beberapa ikatan kain di pelana kudanya. Ia menyiapkan sesuatu untuk menipu para penjaga. "Apa yang kau jual, nona?"

Luna menatap ke arah prajurit itu tapi ia terdiam.

"Tuan, dia tidak akan bisa menunjukkan dagangannya kalau kau tidak melepaskannya." Salah satu dari mereka mulai berjalan ke arah ikatan kain namun aku hentikan. "Kau juga tidak punya hak untuk menyentuh properti seseorang tanpa izin mereka. Lepaskan dia." Walaupun sempat tertegun menelan ludah, pria itu melepaskan genggamannya.

Luna berjalan ke arah kudanya dan mengambil sesuatu dari ikatan kain itu.

Dia menunjukkannya dan berkata, "Apel. Apel Archenland yang jarang tumbuh di Narnia," jelas Luna.

Aku pura-pura tertawa kecil, melihat ke arah Edmund dan membuatnya terkekeh. "Apa kalian merasa terintimidasi dengan wanita pembawa apel? Atau ada sesuatu yang kalian sembunyikan dari kami Narnian? Biarkan dia lewat."

Aku tahu mereka tidak akan berani memberitahu kami alasan apa pun yang membuat mereka berada di sini. Mereka saling berbisik satu sama lain dan dengan enggan membiarkan Luna pergi bersama kami.

Luna menuntun kudanya mendekati kami, Edmund membantunya naik kembali ke kudanya, tapi sebelum kami menaikki kuda kami, seseorang keluar dari tenda terbesar yang jaraknya sedikit lebih jauh dari yang lain. Edmund mengintip dari balik kudanya sambil berusaha untuk tak terlihat dari pandangan siapa pun itu berjalan dari kejauhan dan membisikkan sesuatu dari tempatnya berdiri sehingga suaranya tak terdengar oleh yang lain. "Caspian... Itu Voronin. Constance Voronin," bisiknya.

"Biarkan kami melihat wajahnya," pinta Voronin.

Aku menggunakan cara bicaranya itu untuk menjawab, "Itukah caramu berbicara dengan seorang Raja?"

Tatapan pria itu tajam dan sanggup membuat seseorang bergetar tanpa harus mengucapkan banyak kata, tapi aku tidak boleh kehilangan ketenanganku. Jika ia adalah Voronin, aku tidak akan kaget jikalau ia bisa mengenali Edmund meski wajahnya tertutup. Tidak ada pilihan lain. Aku meminta Edmund menaiki kudanya sambil berusaha menengok ke arah lain menghindari kontak mata dengan Voronin. Aku menaiki kudaku sambil tidak melepaskan pandanganku dari pria itu... tapi terlambat, Voronin tahu siapa Edmund.

Suasana hening pun berubah kacau saat Voronin berjalan melewati garis perbatasan tanpa izinku dengan crossbow di salah satu tangannya.

"Pacu kuda kalian dan menyebar!"

Hatiku tidak bisa berdetak tenang mengetahui crossbow bisa menembak kami dari jarak yang cukup jauh. Kuda Narnia adalah kuda yang cerdas, mereka tahu untuk tidak berjalan di jalur yang sama terlalu lama untuk menghindari bidikan lawan mengarah kepada mereka. Beberapa kali kurasakan beberapa anak panah melesat di antaraku tapi selalu meleset. Sampai jarak yang agak jauh, aku memperlambat pacuanku, memandang ke arah sekitar, berharap melihat Edmund atau Luna, atau keduanya.

Ku lihat ke arah kiri dan aku melihat Edmund melambai. Dia baik-baik saja. Ku melihat ke arah timur laut dan aku melihat Luna memperlambat laju kudanya. Edmund mengarahkan kudanya berjalan ke arah kudaku, begitu juga Luna yang mengarahkan kudanya kejalur yang aku lalui.

Mereka baik-baik saja.

Tadi itu menegangkan. Tidak heran mereka sering naik pitam setiap mendengar nama 'Voronin'.

Lost In Time: Martyrs (BOOK 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang