|♧ 40• T e r b o n g k a r ✅

104K 11.1K 169
                                    


.
.
.
_________________________________________

Bruk!

Devano yang berniat melepas pelukannya dibuat kaget dengan Acha yang tidak sadarkan diri. Devano sedikit lengah, sehingga tubuh Acha luruh ke lantai. Dengan cepat Devano meraih tubuh Acha dan langsung menggendongnya ala bridal style ke mobil.

Anwar dan Santi menyusul. Anwar langsung masuk ke tempat mengemudi dengan Santi di sampingnya. Sedangkan Devano berada di belakang sambil memangku Acha. Mata Devano membulat kaget ketika mendapati hidung Acha yang mengeluarkan darah. Tangan kirinya menepuk-nepuk pelan pipi Acha untuk membangunkan.

"Cha, jangan buat gue khawatir. Bangun Cha! Bangun!"

Air mata Devano kembali terjatuh. Hari ini, ia menjadi cowok cengeng. Seandainya Acha nelihatnya saat ini, pasti Devano akan ditertawai olehnya. Devano menggeleng tidak percaya. Bagiamana biaa? Sekarang pipi Acha lebam-lebam. Apa dia memukulnya terlalu kuat? Tangannya terhenti memukul pelan pipi Acha.

"Cha gue mohon bangun. Hidung lo tambah berdarah Cha!"

Mendengar kata berdarah yang diucapkan anaknya, sontak membuat Santi menoleh dan Anwar melirik Acha dari kaca. Santi menangis histeris dengan tangan yang menggoyangkan tubuh Acha, sesekali juga Santi memukul tangan Acha.

Dengan cepat Devano menyingkirkan tangan Mamanya dengan sedikit kasar. Santi tersentak kaget, dia menatap anaknya dengan pandangan bingung. Anwar yang melihat itu geram sendiri.

Melihat gelagat orang tuanya Devano angkat suara. "Jangan pukul tubuh Acha, nanti lebam."

Anwar menghentikan mobil itu tepat di parkiran rumah sakit. Sebelum turun, dia menoleh ke belakang. Anwar melihat pipi dan tangan Acha yang lebam-lebam. Ada apa ini?

Santi semakin menangis. "Maafin Mama sayang, maaf," sesalnya.

Devano segera turun dan menggendong Acha menuju lobi rumah sakit. Beruntungnya di sana ada seorang mantri yang sedang mendorong brankar. Tanpa pikir panjang Devano langsug meletakkan tubuh Acha di sana.

Mantri tersebut dibuat kaget saat dengan tiba-tiba seseorang meletakkan tubuh seorang gadis dengan darah yang mengalir dari hidungnya.  Devano langsung mendorong brankar itu. Sang mantri yang sangat mengenal Acha langsung menyusul dengan cepat. Dan saat Devano ingin membelokkan brankar itu ke arah UGD sang mantri itu justru membelokkannya ke arah ICU.

Devano terdiam, langkahnya terhenti, keningnya berkerut bingung.

"Kenapa berhenti?"

Devano menoleh dan mendapati Papa dan Mamanya di sana. Setelah tersadar, Devano langsung berlari menuju ICU diikuti kedua orang tuanya.

Mereka berhenti bersamaan dengan tertutupnya pintu ruangan itu. Sekitar tiga menit kemudian, dua orang dokter datang dengan tergesa dan langsung memasuki ruangan itu.

Anwar mengerutkan keningnya bingung. "Bukannya kedua dokter tadi spesialis penyakit Leukemia?"

Devano dan Santi sontak menoleh ke arah Anwar. "Maksud Papa apa?"

"Ya, mereka berdua dokter spesialis penyakit Leukemia."

Mereka bertiga terdiam. Jangan-jangan ...? Dengan bersamaan ketiganya menggeleng. Tidak! Tidak! Itu tidak mungkin.

Lama menunggu akhirnya seorang dokter keluar, dia dr. Robert.

"Bagaimana keadaan Acha, Dok?"

"Dia baik-baik saja."

ACHA || Good Bye!! [Terbit✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang