22

157 22 0
                                    

Terdiam diri untuk melupakan semuanya, menyakinkan diri bahwa benar-benar lupa tetapi pada akhirnya sekilas bayangan masih membekas di dalam otak. Ya-- Jimin berfikir telah sempurna menjauhkan nama Hera jari hati dan kepalanya, namun ia masih gagal.

"Payah kau Jim. Ini sudah seminggu masih juga tidak bisa memasang dasi sendiri!!" gerutunya dengan wajah merah menahan rasa kesal bercampur amarah di pagi harinya. Ia akui peran Hera sangat kuat di setiap harinya meskipun berujung dengan pembicaraan yang saling menyombongkan diri. Semua keperluan ke kantor selalu tangan Hera yang menyiapkan, bahkan hal sepele semua Hera yang lakukan. Hanya memasang dari dengan benar, rasanya Jimin sudah melupakan cara memasang dasi yang benar. Ia mulai tidak mengerti dengan isi kepalanya sendiri.

Menghela nafas besar, terdengar memenuhi ruangan kamar. Ia buru-buru berjalan mengambil tas kerja dan turun untuk segera berangkat ke kantor. Dengan langkah cepat melewati tangga rumahnya, namun seketika ia berhenti. Memejamkan matanya singkat. Jimin mengingat jika saja belum mengisi secuil apapun di dalam perutnya pagi ini. Lagi-lagi Jimin harus berangkat ke kantor tanpa sarapan, belum lagi penampilan yang tidak serapi dulu dan juga wajah kusut karena malamnya ia selalu memaksa kedua matanya untuk tetap berjaga dengan satu botol wine. Jimin benar-benar berjalan mendekati kehancuran hidupnya saat ini.

Menggaruk kepala bagian belakang, Aku merindukan pagi hari bersamanya...

Berjalan menuju pintu keluar,Jimin lalu menarik kasar gagang pintu rumahnya.

Ia membelalak, Langkahnya berhenti. Kedua bola matanya menggiring pada map yang yang di pegang Taehyung. Mendengus kesal, Jimin menuyuruh Taehyung untuk menduduki sofa panjangnya dan menunda kepergiannya ke kantor.

Dasar, kau mengagetkanku saja. "Masuklah!" ujar Jimin.

Melempar tas pada sofa, Jimin lalu melepas kancing jasnya sebelum mendudukkan pantatnya. Mempalitkan kedua kakinya, kini punggungnya telah bersandar pada empuknya sofa. Tatapannya mengarah serius pada kedua tangan Taehyung yang sibuk mengeluarkan beberapa lembar kertas dari map tersebut.

"Bagaimana, apa semua sudah beres?" tanyanya pada Taehyung.

Taehyung mendengus. Matanya menatap tajam Jimin yang terlihat begitu santai. Ya-- Taehyung tidak bodoh, ia tahu jika saja sahabatnya itu telah berusaha keras untuk terlihat tegar di hadapannya. "Kau yakin dengan semua ini?" tanyanya pasti. Sebab ia berharap sahabatnya tersebut masih bisa mengontrol pikirannya dan mengubahnya.

"Jika pun aku memperbaiki semuanya juga akan sia-sia." jawab Jimin.

"Jadi maksudmu....." Taehyung lebih dalam menatap Jimin untuk menantikan jawaban yang telah di simpulkan dalam benak.

"Aku akan tetap bercerai dengan Hera." putusnya mantap.

"Bagaimana mungkin kau menikahinya hanya benar-benar ingin membalas dendammu karena kematian ayahmu itu. Jelas-jelas semua itu dikendalikan Seokjin, apa kau sama sekali tidak mempunyai sedikit cinta untuk Hera. Brengsek kau Jim!!"

Jimin menyerngitkan kedua alisnya, "Apa masalahmu?"

"Kehamilannya!" menarik nafas kasar, Taehyung menyondongkan badannya untuk menatap Jimin lebih serius, "Kau sudah menitipkan anak dirahimnya lalu kau menceraikannya. Apa kau tidak mempunyai hati sama sekali?" tanya Taehyung penuh penekanan.

Terkekkeh singkat, Jimin mengajak matanya untuk menghindar dari kedua iris Taehyung. "Kau pikir aku mudah melakukan semua ini? Taeyung pastinya kau mengerti kedua mataku ini telah mati-matian menahan air mata yang keluar, apa kau tidak pernah menyadari kehancuranku?"

"Lalu kenapa kalian tetap memilih untuk cerai?"

Jimin meringis, "Tidak semua masalah harus kau ketahui. Kau hanya perlu mengurus surat cerainya... Bagaimana, apa semua sudah beres?" tanyanya mengalihkan pertanyaan Taehyung.

Destruction of Life [M]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora