18

161 26 13
                                    


Warning mature!!

"Apa kau rutin memeriksanya?"

"hm..... Jangan melukai anakku!"

Keringat mengucur bersama gerakan di bawah sana yang semakin mengguncang malam, merasakan cairan asin yang keluar di seluruh pori-pori tubuh. Jimin mendongak sembari memejamkan matanya, semakin dalam ia menusuk dan menggerakkan miliknya seakan membuatnya melayang begitu tinggi. Urat-urat ototnya menghiasi kedua lengannya yang menahan tubuhnya sendiri. Sesekali mengangkat telapak tangannya, mengusap lembut dahi Hera yang basah karena jatuhan cairan keringatnya. Melihat wanitanya yang tak kuasa, lemas di bawahnya dengan bibir yang sedikit terbuka, sungguh Jimin sangat menyukai wajah Hera disaat seperti ini.

"Jim-aahh pelan ku-mohhonnn!" ucapnya tatkala merasakan benda panjang nan besar itu semakin menusuk di area tubuhnya, sangat dalam serasa hingga menyentuh rahimnya. Tangannya memegang kuat kedua lengan suaminya, menahan rasa yang tidak bisa di definiskan namun begitu nikmat. Ia akui dirinya juga rindu dengan kegiatan panas seperti ini, satu hal yang harus di ingat bahwa mereka melakukan malam panjang ini hanya ingin melepaskan benak pikiran yang melumpuhkan seluruh jaringan otaknya. Tidak ada rasa lain, di dalam hati sana, begitu hambar hanya ada rasa kemarahan yang saling di sembunyikan.

Jimin memberi jeda pada gerakannya, mendiamkan miliknya tetap di lubang Hera yng terus meremas miliknya. Entah apa yang di lakukannya sangat membuat wanita di bawahnya itu terlihat menahan rasa frustasinya. Barangkali ia sengaja karena ingin menunda puncak kegiatannya, "Maafkan aku...." ucap Jimin tatkala mencium kedua mata istrinya, begitu lembut dan manis namun juga membuat hati semakin sesak.

"Jim....." ucap Hera getir, mengabaikan di bawah sana yang ingin memberontak. Kedua tangannya memegang pipi Jimin, begitu hangat dan nyaman tatkala telapak tangannya merasakan suhu wajah Jimin. "Biarkan semua berlalu, aku akan berusaha melupakanmu." ucapnya menahan hati yang amat terasa ngilu. Barangkali ini akan menjadi keputusan final yang akan menjadi alur kehidupan baru untuk mereka.

"Jangan lupakan aku, ku mohon." pandangannya semakin sayu, sesuatu seakan mencekat tenggorokannya. Tetapi nyatanya ia masih bisa menghirup udara dengan nyaman.

"Kau akan semakin menyakitiku, pada akhirnya kita tidak bisa bersama lagi bukan? Aku akan mencoba memasaksa diriku untuk melupakan rasa cintaku padamu. Tenang saja, aku akan baik-baik saja." Hera memaksa untuk tersenyum.

"Bagaimana jika aku akan terus mengikatmu?"

Hera menarik nafas panjang. Barangkali kedua tanggannya disana semakin menekan wajah Jimin karena tekanan hati yang sedang terluka. Mendengar pertanyaan barusan, sungguh itu membuat dirinya semakin jatuh. Tidak, ia tahu Jimib seperti ini karena pikirannya yang kelam. Ia menocba mendefinisikan pertanyaan tadi bukan datang dari hati, sebab ia tahu Jimin tidak akan semudah itu mengubah pikirannya. Dari awal, Jiminlah yang menyetujui untuk saling melupakan.

"Untuk apa kau mengikatku, kau sudah menolak kehadiran anakku Jim... Jangan membuatku semakin sulit melepaskanmu, kumohon."

"Semua orang sudah menghianatiku lalu meninggalkanku. Apa kau juga akan seperti itu?"

"Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu tetapi dirimu yang membuatku harus memilih meninggalkanmu." jawab Hera, satu cairan matanya berhasil mengalir.

Menatap jatuhnya air mata Hera membuat Jimin merasa nyeri juga, memejamkan matanya sesaat ia kemuadian menjatuhkan bibirnya tepat di puncak hidung Hera, "Aku akan menghargai pilihanmu.... Barangkali ini menjadi yang terakhir, akan ku lakukan dengan sepenuh hati bukan hanya rasa pelampiasan seperti tadi."

Hera mengangguk,

Dengan pelan penuh rasa, Jimin kembali melihat singkat dibawah sana yang masih menyatu sejak tadi-- memberinya gerakan lembut. Ia mendaratkan bibirnya pada kening Hera hingga berakhir pada benda kenyal milik Hera, membiarkan kedua bibirnya menyatu sembari memejamkan mata. Merasakan bagaimana kenyamanan tercipta di waktu yang hening ini. Hera mulai membuka bibirnya memberikan jalan pada Jimin, merasakan lumatan lembut begitu nyaman tetapi rasa sesak juga bercampur menjadi satu.

Destruction of Life [M]Where stories live. Discover now