[]Part 13[]

447 70 11
                                    

Biasakan untuk vote dan komen, ya, maniez-!

Reva menatap Nathan kesal saat pemuda itu tak mau mendegarkannya dan malah memainkan ponsel.

Tak mau menyerah, Reva kembali menguncang bahu Nathan, bahkan kali ini guncangannya lebih kuat dari sebelumnya.

Nathan yang tengah sibuk dengan aplikasi TTS memilih mengabaikan gadis itu. Beberapa saat Reva masih tahan, namun detik berikutnya, Reva berhasil membuat Nathan berteriak kencang saat ia merasakan rambutnya nyaris terlepas dari kulitnya.

Nathan menatap Reva garang. "Jahat banget lo jadi manusia, Re. Pala gue nyut-nyutan nih," ujarnya seraya mengelus kepalanya sendiri.

Reva balas memelototi Nathan, tangannya dia lipat di depan dada. "Lo tuh, ya! Disuruh anterin kue ke tante Mae aja susahnya minta ampun, deh. Anterin buru!"

Nathan malah menaikan satu alisnya, ekspresi lelaki itu benar-benar memicu ledakan emosi Reva. "Punya kaki, kan? Pake dong, Re. Gitu aja ribet lo," balas Nathan yang kembali fokus pada TTS.

Sudah cukup! Reva emosi tingkat tinggi sekarang. Reva mulai beralih posisi ke hadapan Nathan. Berdiri tegak dengan raut yang dibuat semenyeramkan mungkin. Reva menarik kuat napasnya, hingga... "NATHANIEL MUHAMMAD GANEFO ANDREAS! BISA NGGAK SIH LO NURUT SEKALI AJA SAMA GUE?!"

Nathan terkesiap, ponsel yang digenggamannya dengan segera ia lepas ke kursi. Kini tangannya itu ia gunakan untuk menutupi kedua telinga, menyelamatkan indra berharga Nathan dari sosok Reva yang berteriak tepat di depan wajahnya.

"REVA, KALAU TERIAK ITU JANGAN KELEWATAN DONG! IKAN-IKAN MAMA JADI NYELEM KE DASAR TAU!"

Reva memilih mengabaikan teriakan Kirana yang muncul dari halaman belakang. Dia masih tetap menatap Nathan penuh dendam. Ayolah, dia sangat kesal saat Nathan mengabaikan permintaannya dan malah fokus dengan ponsel. Belum lagi tatapan menyebalkan Nathan yang membuat Reva semakin emosi dengannya. Kalau saja Nathan menuruti Reva saat gadis itu masih meminta dengan suara lembut dan bersahabat, pasti emosi Reva tak'kan seperti ini.

Setelah dirasa aman, Nathan mulai menurunkan tangannya, menatap Reva kembali. Kali ini dengan ekspresi datar miliknya. "Kasihan telinga gue, kena serangan nenek sihir mulu," ucapnya.

"Anterin atau gue teriakin lo sampe demam?" tawar Reva.

Nathan yang sudah lelah dan juga puas dengan kemarahan Reva, memilih bangkit dan segera mengambil keresek berisi kue titipan tetangga mereka.

Dengan wajah datarnya, Nathan berjalan ke arah pintu utama, meninggalkan Reva yang kini tersenyum puas karena dirinya berhasil menghindari guguknya tante Mae yang super menyeramkan.

"Yang disuruh siapa, yang lakuin siapa. Dasar cewek," gumam Nathan di sela-sela langkahnya.

=====

Nathan mengerutkan kening saat teman sebangkunya dari tadi menatapnya. Merasa ngeri sendiri, Nathan memilih bertanya.

"Den, kenapa? Ada yang salah?"

Raden tampak menggeleng, sorotnya kemudian beralih pada Reva yang duduk di bangku tak jauh darinya. "Lo sama Reva tuh ada hubungan apa, sih? Kok gue lihat lo berangkat sama pulang bareng dia? Dan juga lo sama dia sering ribut hal nggak penting mulu kalau di kelas. Kalian pacaran, ya?

Nathan tersedak ludahnya sendiri saat Raden bertanya demikian dengan ekspresi serius. Setelahnya Nathan tertawa singkat, membuat Raden mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Dia adik gue, Den. Nggak usah ngadi-ngadi," ucap Nathan.

Raden masih tampak bingung, dia bahkan menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal. "Adik? Berarti lo nggak naik kelas, Nat?"

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang