[]Part 37[]

279 33 3
                                    

Plukk

Reva memperhatikan satu buah buku catatan yang secara tiba-tiba dijatuhkan dari belakang tubuhnya ke hadapannya. Tak perlu mengira-ngira siapa yang melakukan itu, karna, dari hawa-hawanya dan juga kelakuannya, sudah pasti itu adalah musuh utamanya. Nathan.

"Bentar lagi ukk, pelajarin yang gue tulis disana," ucap Nathan seraya berjalan ke kursi di depan Reva dan duduk di sana.

Reva menumpukan keningnya pada meja di depannya, membuatnya tak bisa melihat Nathan. Sedang malas dia tuh liat mukanya Nathan yang gitu-gitu aja. Mulutnya terbuka dan dengan malas dia menjawab ucapan Nathan, "Pusing. Lo kalau kasih gue beginian, pasti isinya rumus gak jelas sama rangkuman materi yang bikin sakit mata."

Mendengar jawaban menyebalkan Reva, Nathan menyentil pelan ubun-ubun gadis itu. "Gak boleh ngeluh! Lo kudu naik kelas, Re, biar gak malu," ucapnya.

"Absen gue udah bagus, nilai mah gak terlalu ngaruh. Lagian, gak ada sejarahnya SMA Kebaktian tinggal kelasin anak rajin kayak gue," balas Reva. Memang tak salah, karna di SMA ini memang kehadiran dan attitude yang di kedepankan. Urusan nilai, mau di bawah rata-ratapun asal mau perbaikan masih bisa naik kelas.

"Tetep aja, onta. Pokoknya baca buku yang gue kasih. Satu lagi, nanti sore Vivi sama Andra mau ke rumah gue. Kalau lo mau, bisa dateng. Bawa juga buku itu, nanti Vivi yang ajarin biar nempel," ucap Nathan seraya bangkit berdiri. Menepuk kepala Reva singkat lalu berjalan menjauhi bangku gadis itu.

Reva yang semula masih menumpukan kepalanya itu di meja, mulai mengangkatnya, gadis itu memperhatikan punggung Nathan yang berjalan menjauh darinya. Pergi menuju keluar kelas sambil sesekali menyapa murid-murid yang ada di kelas.

Ia merasakan itu, perasaan kalau Nathan kini mulai menjauh darinya. Memang tak sepenuhnya, namun tetap saja, kini Nathan hanya berbicara dengannya kalau ada urusan yang penting saja. Pemuda itu tampak seperti orang sibuk sekarang, tak pernah mengganggunya lagi, tak pernah memarahinya lagi, dan tak pernah memerintahkan hal menyebalkan padanya lagi. Reva senang akan itu, ia jadi bebas untuk menjalani hidupnya tanpa hama seperti Nathan. Yah, seharusnya itu yang Reva rasakan sekarang. Namun nyatanya, dia sama sekali tak merasa begitu. Sama sekali tidak. Reva tak mengerti dengan dirinya sendiri, kini, impiannya untuk hidup tanpa Nathan sudah tercapai, namun ia jadi lebih sering merasakan kebosanan dan hampa yang luar biasa sejak Nathan pergi dari keluarganya. Ah, rasanya jadi lebih terasa saat pemuda itu sudah tau tentang perjodohannya dengan Vivi, sabahat kecil mereka berdua.

"Re, kok ngelamun? Pikirin apa?"

Reva mengerjapkan matanya saat ia merasakan ada yang bergerak di sekitar telinganya bersamaan dengan suara yang menyadarkannya itu. Sebuah tangan baru saja selesai menyelipkan helaian rambut Reva ke belakang telinganya, membuat Reva menahan nafas karena itu.

Gadis itu menatap pria yang kini berdiri tak jauh darinya. Membuat pria itu menaikan satu alisnya kebingungan. Tak biasanya Reva memperhatikan dirinya begini, kan dia jadi grogi plus senang. "Kenapa?" tanyanya.

Reva menggeleng. "Engga apa-apa. Kamu cuma ngagetin doang," ucapnya yang dibalas dengan senyuman pria itu. Elvin.

"Susunya pasti buat aku kan. Siniin dong. Mau mati kehausan, nih," ucap Reva lagi seraya menunjuk sekotak susu strawberry yang berada di genggaman Elvin.

Elvin terkekeh pelan. Entahlah ada apa dengan dirinya, yang pasti ucapan Reva barusan terdengar sangat lucu di telinga Elvin. Elvin menyerahkan susu kotak yang barusan sudah ia tusuk dengan sedotan ke arah Reva. Tak tanggung-tangung, pria itu menyerahkannya dengan sedotan yang tepat di depan mulut Reva. Membuat Reva secara sempurna menyedotnya, kemudian dia mengambil kotak susu itu dari tangan Elvin.

"Nanti sore mau jalan-jalan gak?" tawar Elvin.

Reva tampak berfikir sejenak, dia sedang memilih antara pergi dengan Elvin atau datang ke rumah Nathan. Hati kecilnya menyuruhnya untuk pergi ke rumah pemuda itu, namun otaknya menyuruhnya untuk pergi bersama Elvin. Ada alasan khusus untuk itu, Reva tak mau Nathan kegeeran dan mengejeknya kalau ia sampai datang kesana. Tapi, hati kecilnya itu sangat tak bisa diabaikan. Ah, sudah pasti dia rindu dengan kedua temannya. Vivi dan juga Andra. Nathan mah gak usah dianggap, karna Reva mana sudi mengakuinya sebagai teman. Ah, sebagai manusia pun Reva mempertanyakan itu. Kejam memang. Yah, memang benar Nathan sudah tak terlalu meresahkan, tapi tetap saja, kenangannya dengan Nathan kebanyakan adalah kisah kelam, jadi, yah beginilah.

"Kayaknya aku engga bisa, El. Nanti sore mau ke rumah Nathan," balas Reva. Yah, akhirnya dia memilih untuk ke rumah Nathan dibangdingkan dengan jalan-jalan bersama Elvin. Toh, alasannya sudah jelaskan? Ia mau bertemu Vivi dan Andra. Sekalian juga ia mau meminta Vivi mengajarinya, tepat seperti perintah Nathan.

Elvin tersenyum tipis, dia mengangguk paham akan keinginan Reva. Meskipun ia sedikit tak ikhlas, tapi tak apa-apalah. Toh, mereka adik kakak. Ya, hanya adik kakak, tegasnya dalam hati.

"Oh, yaudah gak apa-apa. Kita jalannya kapan-kapan aja. Mau aku anterin?" ucap Elvin.

"Gak usah. Aku masih punya banyak uang buat bayar taksi. Hehe," balas Reva diakhiri dengan cengiran khasnya.

"Iya-iya, aku tau kok. Yaudah, aku ke kelas dulu, yah. Jangan males belajarnya," ujar Elvin.

Reva mengacungkan jempol kanannya, dia bemudian berujar, "Gak akan males, kok. Paling cuma tidur aja."

Elvin mendengus, namun tak urung tawanya juga muncul, dia mengacak rambut gadis di dekatnya ini. "Ada-ada aja," ucapnya kemudian langsung pergi. Berjalan sangat cepat guna keluar dari kelas Reva.

Reva mengangkat tangannya, meletakan tangan itu tepat di atas kepalanya. "Woahh diacak-acak. Keren banget kayak heroin di sinetron sctv," ucapnya dengan sorot takjub yang amat kentara. "Tapi kok b aja, yah? Beda banget pas diacak sama kak--- HEH GILA GILA GILA! NGAPAIN INGET DIA REVA?!"

Beberapa orang yang ada di kelas Reva seketika menoleh ke arahnya saat dirinya secara tiba-tiba berteriak. Ditambah kedua tangannya juga langsung menggetok-getok kepalanya sendiri.

"Gila banget gue. Aduh aduh, deg-degan lagi, kan," ucap Reva seraya mulai mengatur nafasnya yang secara tiba-tiba berubah tak beraturan.

"Re, engga apa-apa, kan?"

"Reva, kenapa lo?"

"Reva kambuh lagi woy! Setan mana kali ini?

"Piwit, neng Re akhirnya teriak sendiri lagi."

"Jangan teriak! Ganggu tau gak?!'

"Kebiasaan deh kayak gitu."

"DIEM ELO PADA! Ganggu pwincess bersenang-senang aja."

Ajaib! Semuanya kembali diam saat Reva menyuruh mereka diam. Bahkan orang nyirnyir di pojokan sana pun seketika diam setelah Reva berteriak begitu. Reva tersenyum puas, merasa bangga dia tuh bisa ngatur mereka. Ketua kelas saja kalah dengan dirinya. Tepuk tangan ayo.

Namun, tanpa gadis itu ketahui, bukan teriakannya yang membuat mereka diam, melainkan kehadiran seorang pria yang muncul dari luar dan langsung memberikan tatapan membunuh pada orang-orang iseng di kelas Reva.

=====

Woahhh. Krisar+votenya, maniez!

----------TBC----------

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang