[]Part 28[]

268 34 4
                                    

Lab IPA. Tempat yang saat ini sedang Nathan, Reva, dan Elvin tapaki. Bukannya untuk apa-apa, mereka hanya mendapatkan tugas untuk membereskan sisa-sisa praktek dari kelasnya Nathan. Kalau ada yang bertanya kenapa Elvin ada di sini, maka jawabannya adalah karna ia ditunjuk sebagai asisten guru di praktek kali ini.

Siswa kelas Reva yang lainnya telah pergi meninggalkan lab dan mungkin saat ini mereka tengah bersenang-senang di kantin sekolah. Toh, ini sudah waktunya istirahat. Namun, entah kesialan dari mana yang menimpa Andara Reva, gadis itu malah disuruh membantu Nathan dan Elvin untuk membereskan ruangan lab.

Reva yang telah selesai membuang sampah sisa praktek, mendudukan dirinya di atas meja. Mengelap keringatnya dengan punggung tangannya dan memilih beristirahat saja. Percuma! Percuma ia memaksakan diri untuk beres-beres, karna tenaganya sudah habis semua.

Nathan yang tengah menata Volumetric Flask melirik Reva dengan ekor matanya. Mulutnya mulai bergerak, menciptakan sebuah kalimat yang ia lemparkan pada Reva. "Kerja, Re, bukannya ngadem di situ."

Reva yang tengah menengadah ke arah AC menolehkan kepalanya ke arah Nathan. Baru saja mulutnya hendak berbicara, namun Elvin telah mendahuluinya.

"Gak apa-apa, Nat. Biar tugas Reva gue aja yang urus," ujar Elvin.

Nathan yang telah selesai dengan urusan menatanya, menepuk nepukkan kedua tangannya guna menghilangkan debu yang tak pasti akan ada. Dia kembali melirik Reva, lalu beralih kepada Elvin. Helaan nafasnya terdengar saat ia melihat Elvin yang sedang menatap Reva penuh minat. "Yaudah yaudah. Yang udah pacaran mah gini. Selesaiin cepet, biar bisa istirahat," ujarnya.

Elvin mengangguk patuh, dirinya mulai kembali membereskan labolatorium ini, begitupun dengan Nathan. Hanya Reva saja yang masih anteng duduk di atas meja sambil menikmati angin yang dikeluarkan dari pendingin ruangan.

"Pulang mau jalan gak, Re?" tanya Elvin disela-sela aktivitasnya.

Reva menoleh ke arah Elvin, dia membuat ekspresi seakan sedang berfikir ingin menjawab apa. Tak lama kemudian bibirnya mulai bergerak dan menjawab, "boleh. Asal gratisan aja."

Elvin tertawa kecil. "Kebiasaan suka yang gratis gratis," ujarnya.

"Iya dong. Gratis is my life. Gak gratis, gak jalan," tutur Reva seraya tertawa kecil.

"Ada-ada aja kamu, Re," ujar Elvin geleng-geleng kepala.

"Oleh-olehnya, ya, kalian."

Elvin dan Reva serentak menoleh ke arah Nathan yang barusan berujar.

"Gak ada. Lo gak berhak dapet oleh-oleh."

"Iya, Nat. Nanti gue kasih cilok lima ribu."

Reva dan Elvin saling berpandangan saat keduanya menjawab ucapan Nathan secara bersamaan. Terlebih jawaban mereka sangat bertolak belakang.

"Gak ada! Gak boleh kasih Nathan apapun," ucap Reva tegas.

Elvin mengerutkan dahinya. "Lima ribu doang, Reva. Kamu jangan pelit-pelit," balas Elvin.

Reva sedikit memajukan bibirnya, membuat Elvin terkekeh kecil. Gemas sekali, pikirnya. "Iya deh iya, engga jajanin Nathan," ujarnya final.

Reva bersorak ria, dia kini menyorot Nathan penuh tanda kemenangan. Lidahnya terulur guna mengejek pemuda itu. "Mampus, Nat, mampus!" ucapnya sangat puas.

Nathan berdecak kesal. Dia melemparkan isi pulpen yang ia temukan ke arah Reva, dan binggo! Kena tepat di hidung gadis itu. Hal ini tentu saja membuat Andara Reva naik darah, wajahnya pun sudah merubah menjadi merah padam. Sedangkan Nathan tertawa keras melihatnya.

"SIALAN LO NATHAN! AARRGHH, HIDUNG GUE," teriak Reva dengan tangan yang terulur menyentuh hidungnya.

"Gausah lebay, gitu doang juga," ujar Nathan yang masih tertawa puas di tempatnya.

Di tengah perselisihan kecil antara Reva dan Nathan, ada sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya. Orang itu menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir suatu hal yang ganjal di dalam hatinya. Hal yang sudah lama ada disana dan sangat sulit untuk ia buang.

=====

Reva turun dari motor Elvin saat motor pemuda itu berhenti tepat di depan rumahnya. Dia menyodorkan helm yang ia pakai pada Elvin.

"Mampir dulu, El?" tanya Reva seraya merapikan rambutnya.

Elvin melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya, setelahnya pemuda itu menyorot Reva dengan ekspresi yang tak dapat Reva jelaskan. "Gak usah, Re. Aku langsung pulang aja," ucapnya.

Reva mengangguk-ngangguk paham, dia kemudian melengkungkan sebuah senyum manis dengan tangan yang melambai ke arah Elvin. "Yaudah, hati-hati di jalan. Aku masuk, yah," ucapnya yang diangguki Elvin.

Reva berbalik, dia berjalan pelan menuju gerbang rumahnya, membukanya dan lanjut melangkah menuju pintu utama rumahnya itu.

"HALLO EPRIBADIH. PWINCESS TELAH TIBA DARI KENCAN GRATISAN, NIH," teriak Reva sesaat setelah ia mendobrak pintu dan langsung masuk ke rumahnya.

"DATENG TUH SALAM REVA. KEBIASAAN DEH KAYAK GITU."

Reva memajukan bibirnya saat teriakan ibunya masuk ke telinganya. Sambil berjalan, gadis itu kembali berteriak, "ASSALAMU'ALAIKUM YA CALON PENGHUNI SURGA. AAMIIN."

"WAALAIKUMSSALAM."

Langkah kaki Reva belum berhenti, gadis itu terus berjalan menuju ke arah dapur. Tepatnya ruang makan, dimana sumber suara teriakan ibunya berasal.

Saat sudah sampai di ruang makan, pandangan Reva langsung tertuju ke arah sesuatu yang ia lihat sedang dimakan oleh Nathan. Reva semakin menajamkan penglihatannya guna mengetahui apa yang sedang pemuda itu makan. Setelah ia memastikan, matanya itu melebar, dengan langkah cepat dia segera menghampiri Nathan.

"Jeli kopi!" serunya menyebut makanan yang akhir-akhir ini menjadi favoritnya.

"Kok lo bisa dapet sih?" lanjut Reva.

Nathan segera menelan jeli yang ada di mulutnya, dia kemudian kembali menyendok makanannya itu. "Ya beli lah," ujarnya.

Mendengar ucapan Nathan, Reva segera menepuk keningnya kasar. "Aduh, gue lupa ini hari kamis. Ahh, mauu jeli kopiii," ucapnya.

Nathan tak peduli, dia sama sekali tak menggubris ucapan Reva. Pemuda itu memilih untuk tetap memakan makanannya dengan hikdmat. Hal ini juga terjadi pada Kirana yang juga sedang makan jeli kopi tepat di seberang Nathan.

Reva kini beralih menatap ke arah ibunya, dia memasang ekspresi memelasnya. "Maaa, minta dong," ujarnya penuh harap.

"Siapa kamu siapa saya? Beli sendiri dong," ucapnya tanpa mau menatap anak gadisnya itu.

Reva mengerucutkan bibirnya, dia merasa kesal dengan jawaban ibunya itu. Ditambah kalimat 'siapa kamu siapa saya?' yang sering Reva dengar keluar dari mulut ibunya itu kembali keluar untuk kesekian kalinya. Sungguh, Reva bosan mendengarnya.

Tanpa mau berdebat panjang, Reva memilih untuk berjalan ke arah kulkas. Niatnya ia ingin mengaliri tenggorokannya dengan minuman yang selalu tersedia di dalam kulkasnya itu.

Mata Reva melebar saat ia membuka kulkas dan menemukan satu cup jeli kopi yang masih baru. "AAAAAAAAAAAA, INI PASTI BUAT GUE KAN?! HUWAAAA TERHARU PWINCESS. MAKASIH YA ALLAH," teriaknya seraya mengambil cup itu.

"35 ribu, ya, Re. Itu gue beli pake uang gue tadi," ucap Nathan.

Reva tak peduli. Bodo amat dengan uang Nathan, ia kini memilih berlari ke arah kamarnya dengan cup jeli yang ia genggam. Meninggalkan Nathan yang tengah pura-pura emosi karenanya.

=====

Uww, bagaimana part ini miskah?
Vote sama krisarnya, yah, maniez.

----------TBC---------

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang