[]Part 6[]

602 124 22
                                    

Biasakan untuk vote dan komen, ya, maniez-!

Andara Reva, gadis cantik bersurai hitam itu sekarang terlihat sedang berjalan cukup cepat dengan tangan yang membawa sebuah laptop dan beberapa berkas milik Bu Fanti. Jangan lupakan juga sebuah tas coklat khas ibu-ibu yang tergantung di lengannya. Gadis itu terlihat beberapa kali mengembungkan pipinya, benaknya terus saja menggerutu soal Bu Fanti yang menurutnya sangat menyusahkan itu. Males Reva tuh disuruh-suruh sama tuh Guru. Waktu istirahatnya kan jadi terbuang beberapa menit, huft.

Reva berhenti sejenak, ia memandang sekelilingnya, mencari-cari seseorang yang sekiranya bisa ia mintai tolong. Namun nihil, tak ada satupun yang ia kenal di koridor ini.

"Huft... Pwincess lelah ya Gusti," gumamnya pelan. Dengan kesusahan ia menaikan tangan kananya, berusaha membenarkan tas Bu Fanti yang melorot.

"Pagi menuju siang Tuan Putri, ada yang bisa dibantu?"

Reva terjengkit kaget, bahkan laptop yang ia bawa nyaris saja terjatuh saat dirinya mendengar suara ceria tepat di belakang telinganya.

Reva berbalik, ingin melihat siapa gerangan orang yang menyebutnya Tuan Putri itu. Seneng Reva tuh akhirnya ada yang mengakui kalau dirinya itu seorang Putri. Yah, ini adalah kali pertama dia mendapat panggilan semanis dan senormal itu.

Reva menahan napasnya saat sosok Alvaro terpampang jelas di matanya. Pemuda itu tengah tersenyum lebar kearahnya, tangannya terlihat sedang mendekap sebuah sketboard hitam yang sudah sering Reva lihat. Hoody maroon terlihat melekat di tubuhnya. Semakin menambah kesan keren pada diri Alvaro.

"K--kak Varo," cicitnya sangat pelan. Hatinya sudah dag-dig-dug tak karuan saat ini, uh, ia sangat grogi sekarang.

Alvaro berjalan kesisi tembok, dirinya mulai menurunkan sketboard di dekapannya dan menyimpannya disana. Alvaro kemudian kembali ke arah Reva, dan tanpa aba aba pemuda itu mengambil alih barang bawaan Reva ke tangannya. Untuk tas coklat itu pengecualian, Varo tak mau membuat sisi kerennya cacat karena membawa tas ibu-ibu.

Reva tak berkedip, gadis itu terpaku di tempatnya, menatap Alvaro dengan sorot kagum yang sangat kentara.

Alvaro mengernyit, pemuda itu memajukan wajahnya, mendekatkannya ke arah Reva kemudian memiringkan kepalanya itu. "Tuan putri nggak jadi patung lagi kan? Atau, tuan putri lupa lagi kalau masih ada di dunia?" tanyanya.

Reva terkesiap dan tersaruk mundur beberapa langkah, dirinya memegang dadanya. "Astagfirullah. Astagfirullah. Astagfirullah. Astagfirullah," gumamnya dengan mata yang terpejam.

Alvaro terkekeh, pemuda itu mendengar gumaman Reva. Tanpa menunggu lama lagi, Alvaro segera berjalan mendahului Reva. "Kita masih harus nganterin ini btw. Ayo," ujarnya.

Reva menganguk mantap. Dengan keberaniannya yang sangat minim itu, dia berjalan cepat menyusul langkah lebar Alvaro.

Sepanjang jalan, Reva terus saja menunduk, di bawah sana, bibirnya mesem-mesem tak beraturan. Andai saja ia di rumah, sudah dipastikan ia akan menjerit heboh sambil loncat-loncat sana sini. Seneng banget gila.

=====

Reva terbengong seketika, mulutnya sedikit menganga tak percaya. Kakinya seakan lemas saat sebuah kalimat baru saja keluar dari mulut ganteng Alvaro.

Alvaro mengernyit melihat reaksi berlebihan dari Reva. Apa ada yang salah? Tanyanya dalam hati.

"Hey, lo mau nggak pulang sama gue?"

Yah, siang ini Alvaro secara ajaib mengajak Reva untuk pulang bersama. Reva saja sampai tak percaya mendengarnya.

Reva sudah tersadar, gadis itu menggigit bibir bagian dalamnya. Rasa bahagia bercampur gugup mendominasi perasaannya ini. Ah, ia harus bagaimana?

Alvaro yang tak kunjung mendapat jawaban menghela napas kecewa. "Hah... lo nggak mau, yah? Yaudah deh, gue duluan, ya. Hati-hati di jalan," ucapnya dan segera berbalik untuk menuju ke arah mobilnya terparkir.

Entah mendapat keberanian dari mana, Reva secara cepat menyambar tangan Alvaro."Kak, aku mau pulang bareng kakak. Hehe, lumayan lah gratis," ucapnya mantap. Cengiran konyol menghiasi wajahnya.

Alvaro tersenyum manis. "Yaudah ayo," ajaknya. Dirinya beralih membuat tangan Reva yang memegangnya menjadi ia genggam.

Reva? Tentu saja gadis itu sudah gemetar saat ini, keringat sudah sedikit timbul di keningnya. Jeritan-jeritan berbagai jenis sudah ia keluarkan dalam hatinya.

Kini keduanya sudah berada di dalam mobil Alvaro yang sedang melaju mulus di jalanan kota Jakarta. Suasana hening melingkupi mereka berdua, membuat Reva semakin gugup saja.

Alvaro berdeham, pemuda itu berusaha menghilangkan kecanggungan ini.

"Tuan Putri mau turun di mana?" tanyanya tanpa mengalihnya pandangannya dari depan.

Reva sedikit melirik Alvaro dari ekor matanya. "Emm, di rumah aja, kak," balasnya sangat pelan. Berbeda sekali dengan dirinya yang toa itu.

"Rumahnya dimana, nih?" tanya Alvaro.

"Ems, Regalsi Regency, kak," jawab Reva malu-malu. Serius, kalau aja Nathan denger suaranya Reva sekarang, sudah pasti dia bakalan ngakak sampe sakit perut. Beda banget gitu loh sama Andara Reva Syihab yang biasanya. Si bar-bar tak perperasaan kini berubah jadi gadis manis nan pemalu dengan rona merah di kedua pipi.

Beberapa menit mobil merah Alvaro menempuh perjalanan, akhirnya keduanya telah sampai dikediaman Reva. Perkomplekan rumah minimalis modern yang cukup terkenal di Jakarta.

Tangan Reva mulai merayap membuka seat-beltnya dengan perlahan. Dia masih ingin melakukan hat wajah tampan dan mempersonanya Alvaro.

Kini, Reva sudah berada di luar mobil Alvaro, gadis itu terseyum manis ke arah Alvaro, tangannya terangkat, melambai pada pemuda itu. "Makasih, kak tumpangan gratisnya. Hehe..." ujarnya.

Alvaro balas tersenyum. "Sama-sama, tuan putri." Setelahnya Alvaro mulai melajukan mobil merahnya itu, meninggalkan Reva yang kini menarik kuat napasnya.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

"AAAAAAAAAAAA, MAMAH ANAKMU SERASA MASUK SURGA. HEU HEU HEU..."

Yah, Reva berhasil mengeluarkan teriakan supernya tepat di depan rumahnya. Kakinya mulai bergerak tak tentu arah, berputar-putar di sekitaran rumah. "Nikmat Tuhan kali ini sungguh ajaib, makasih ya Allah."

Reva berhenti berputar saat dirinya merasakan ada sepasang mata yang menyorotnya, gadis itu melirik ke arah samping rumahnya. Disana dia menemukan spesies badak kelas 1 yang sedang menyender pada pagar rumah tetangga dengan tangan menyilang di dada. Tatapannya sungguh menyebalkan, membuat mood Reva seketika sirna.

"BADAK SIALAN! NGAPAIN LO LIATIN GUE?!" tanyanya penuh dengan perasaan. Perasaan dendam maksudnya.

Nathan malah mengangkat alisnya, dirinya sama sekali tak berucap apapun. Hanya menatap Reva dengan ekspresi menyebalkan yang nyaris membuat Reva melemparkan sepatunya ke arah Nathan.

Beberapa saat seperti itu, hingga akhirnya Nathan bergerak dari posisinya. Dia mulai berjalan ke arah Reva dengan tampang yang masih saja menyebalkan.

Nathan sudah ada di hadapan Reva, pemuda itu mulai mengangkat tangannya, menggunakan tangan itu untuk memukul kepala Reva.

Tukk...

"Lo sadar nggak Pak Bondan sekeluarga dari tadi nontonin lo yang kek orang gila itu?" ucap Nathan dan setelahnya ia berlalu pergi masuk ke dalam rumahnya.

Reva cengo seketika, dirinya mulai membalikan badan, melihat pada rumah Pak Bondan yang berada di sebelah rumahnya.

Reva seketika menutup mulutnya dengan tangan, perlahan dirinya mulai berjalan mundur, mundur, mundur lagi, dan berakhir dengan lari ngibrit ke arah rumahnya.

"HUWAAAAAAA MAMA... PAK BONDAN SEKELUARGA BENERAN LIATIN REPA!!"

=====

ReVaro moment nih. Seruan ma Nathan apa ma Varo nih?
Hayok krisarnya maniez, biar aku ada peningkatan.
Oh iya, untuk part yang ini, gimana gaes? Ada yang aneh kah? Atau ini emang aneh semua? Hwhwhwhwhe.

----------∆TBC∆----------

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang