[]Part 19[]

365 48 0
                                    

Reva berdecak sebal saat dirinya diharuskan berbaris di lapangan upacara dengan seluruh murid SMA Kebaktian. Uhh, mana saat ini matahari sedang berada di puncak dan terik-teriknya lagi. Rasanya Reva sangat ingin mengutuk manusia yang menyebabkan ini terjadi. Namun sayang, yang membuat ini terjadi adalah kepala sekolah. Walau dengan jiwa bar-barnya sekalipun, Reva mana berani mengutuk kepala sekolah yang sangat tegas dan galak itu. Mungkin sebelum Reva melancarkan aksi mengutuk kepala sekolah, malah kepala sekolahnya itu yang sudah mengutuknya terlebih dahulu. Ah, tidak-tidak, Reva tak mau itu terjadi. Jadi yah, keinginan itu hanyalah sebatas keinginan. Dan, dengan segera harus Reva musnahkan. Yah, sebelum ia beneran di kutuk gitu loh.

Seorang lelaki jangkung berbadan tegap dengan seragam yang super rapi yang di kenal sebagai Ketua OSIS terlihat berjalan memasuki lapangan dan berdiri di atas podium. Tepat di hadapan beratus-ratus murid yang berjejer seperti hendak melaksanakan upacara bendera.

Setelah beberapa saat mengecek microphone yang akan digunakan,  ketua OSIS itu berdeham pelan, dilanjutnya dengan kata-kata berwibawa yang keluar begitu mulus dari mulutnya.

"Assalamu'alaikum teman-teman semuanya. Ya, alasan berdirinya saya disini, saya rasa tak perlu dijelaskan lagi. Karna, saya yakin seratus persen kalian semua sudah tau mengenai alasan kalian dikumpulkan."

Iya tau, gece dong udahan. Pwincess sangat gerah loh ini. Batin Reva yang kini menundukan kepalanya. Memperhatikan kakinya yang tak terbalut kaus kaki dan mirisnya ia hanya mengenakan sepasang sandal jepit tak serasi. Suruh siapa sepatunya pakai acara di rawat segala.

"Seperti sebelum-sebelumnya, sekolah kita memang selalu mengadakan acara penyambutan untuk murid-murid yang telah berjuang mewakili sekolah dalam berbagai lomba. Dan, pada siang hari yang membahagiakan ini, kita akan melakukan hal serupa."

Membahagiakan matamu, menyengsarakan yang ada. Aduhh, ayo dong hati, jangan busuk kek gini. Sabar, sabar, sabar. Orang sabar anaknya kayak Rafatar. Batin Reva yang terus saja bersuara.

"Yah, berhubung sepertinya teman-teman semua sudah tak sabar, mari kita sambut murid-murid berprestasi SMA Kesatuan. Hitung sama-sama yah. Dalam hitungan ke 3 mereka akan muncul di mata kalian. 1... 2... 3..."

Tepuk tangan dan sorakan yang amat meriah terdengar begitu riuh di lapangan ini. 6 orang murid yang didampingi beberapa anggota OSIS terlihat berjalan tegap memasuki lapangan. Senyum bangga tercetak di wajah mereka semua. Tangan mereka melambai pada barisan murid-murid yang meneriaki mereka.

Tatapan Reva mengarah pada barisan pertama. 2 orang pria jangkung yang ia kenali. Tau kan siapa? Hm, yah, itu Nathan, kakaknya yang amat meresahkan. Di sebelah Nathan ada Elvin yang tersenyum manis ke arah barisan murid.

"Caper deh si badak. Sok-sok'an tebar pesona segala, dikira ganteng apa? Hih, meresahkan," gumam Reva pelan.

Tanpa di duga, seseorang mendengar gumaman kejam gadis itu. Tangannya dengan sengaja sedikit di senggol, tanda kalau seseorang itu ingin mengambil atensi Reva.

"Dia emang ganteng kali, Re. Mata lo aja yang ketutupan," ucap orang itu.

Reva mendelik. "Ngeri lo, Den. Masa belain Nathan sih? Homo yah? Ihh, tobat Raden, pamali tau," ujar Reva.

Kini gantian Raden yang mendelik, dia sedikit mengumpat pelan sebelum akhinya menjawab ucapan Reva. "Gila aja gue homo, Re. Amit-amit. Gue cuma ngomong fakta. Lo sih udah keseringan liat muka Nathan, jadi gak sadar betapa gantengnya dia. Tapi tenang, gue 10 miliyar kali lebih ganteng dari Nathan."

"Meh, ngadi-ngadi. Gantengan juga Pak Bondan," balas Reva seraya mengalihkan pandangannya. Kembali fokus ke arah depan. Dimana ada pak Kepala Sekolah yang tengah memberikan ucapan selamat karna semua yang mewakili SMA Kebatian mendapat juara satu dan dua di lomba kali ini.

=====

Nathan memasuki kelasnya setelah acara yang melelahkan di lapangan tadi telah usai. Dia berjalan pelan ke arah bangku Reva dan dengan ringannya duduk di atas meja gadis itu. Merebut botol air miniral yang baru saja akan Reva tutup dan langsung meminumnya dengan rakus.

"Ahhh, akhirnya tenggorokan gue basah juga," ujar Nathan seraya menaruh botol yang sudah kosong itu di sampingnya.

"Nathannnnn, lo tuh yah! Argh, kenapa diminum?!" tanya Reva dengan wajah yang mulai memerah.

Nathan yang tengah memperhatikan kelasnya dengan segera menoleh ke arah Reva. Menaikan satu alinya dan menjawab ucapan Reva. "Ya karna gue haus. Emangnya karna alasan apalagi?"

Reva gereget luar biasa, mau marah pun ia sedang malas. Kakinya lemas, dan kepalanya sangat panas. Berjemur di lapangan memanglah penyiksaan yang luar biasa.

"Au ah. Sana pergi," usir Reva. Tangannya ia angkat dan dengan kekuatannya yang tersisa, ia mendorong Nathan agar menyingkir dari mejanya.

"Yeu sensi banget sih si Onta. Ketimbang air doang juga. Nanti gue ganti pake sirup marjan," ujar Nathan seraya melangkah pergi ke arah bengkunya yang tak jauh dari bangku Reva.

Nathan mendudukan dirinya di bangkunya sendiri. Mendesah pelan kemudian mengambil buku Raden yang tergeletak dan menjadikannya sebagai kipas dadakan.

"Cape banget deh. Dari SD gue ikut lomba, baru kali ini disambut satu sekolahan. Mana rame banget lagi, berasa abis menang perang antar negara deh," oceh Nathan.

Raden yang tengah menggambar sebuah desain jaket di bukunya menimpali ocehan Nathan. "Kebaktian emang gini, Nat. Katanya biar yang lomba merasa senang dan dihargai. Ini juga biar murid-murid lainnya bisa nyontoh kalian. Lumayan juga loh, Nat, bisa tebar pesona sama seisi sekolah."

Nathan mengangguk singkat, benar juga sih. Ia yang telah selesai lomba jadi merasa special sendiri tadi. Tapi tetap saja, membuat sambutan yang sangat panjang di tengah terik matahari bukanlah pilihan bagus.

Sudahlah, lupakan acara di lapangan tadi. Kini Nathan melirik apa yang teman sebangkunya itu lakukan. Tangan Raden terus bergerak menggambar sebuah desain jaket yang setengahnya sudah jadi.

Nathan yang penasaran pun membuka mulutnya dan bertanya. "Desain buat apa, Den?"

"Jaket grup gue. Gue pernah ceritakan kalau gue mau ngumpulin anak-anak yang sama kayak gue dan mau buat boy grup? Sekarang udah dapet. 5 orang. Rencananya gue mau debut 2 atau 3 bulan lagi. Di youtube doang sih, sekalian cari agensi juga," jawab Raden tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Woahh, cepet amat lo dapet anggota. Gue mau ngelamar jadi manager boleh gak, Den?" tanya Nathan bergurau.

"Kami aja masih amatiran. Mana butuh manager. Cukup latihan aja dulu, urusan kedepannya biar waktu aja yang nentuin," balas Raden.

"Bahasa lo, Den. Yaudah deh, moga berhasil. Kalau udah kaya jangan lupa sama gue," gurau Nathan.

Raden terkekeh, "gue udah kaya raya kali, Nat. Anak keluarga Pratama gitu loh."

"Yang namanya Pramata banyak banget plis. Gausah kepedean" ucap Nathan.

"Ya, ya. Tapi, Pratama yang konglomerat abis cuma gue doang," balas Raden diakhiri dengan kekehan. Tentu saja ia bercanda, karna ia tau di atas langit masih ada langit. Namun, tak dipungkiri juga, kalau keluarga Raden memang luar biasa kaya.

=====

PUNTEN!!! UMUMUMUUU, Setelah Hiatus yang singkat ini akhirnya aku kembali apdet, miskah. Ah, pasti gak ada orang lagi kan? Ngahabababba gak papa deh, ntar aku tinggal cari lagi. Tapi, kalo ada yang nungguin, aku bahagia banget loh. Muehehehe. Simple banget yah aku? Ah, bomat lah yah. Emm, kalau ada orang yang nengok ini part, gimana tanggapan kalian? Krisarnya dong, aku butuh banget loh.

Dahlah segini aja. Ratu pamit dulu. Mwahh💖

----------TBC----------

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang