[]Part 7[]

539 115 22
                                    

Biasakan untuk vote dan komen, maniez-!

Sudah sekitar 1 minggu sejak insiden ajaib Varo yang mengajak Reva pulang. Kini, keduanya mulai semakin dekat, di sekolah mereka selalu bersama, dan Alvaro sempat beberapa kali menjemput dan mengantar Reva.

Seperti saat ini, Alvaro dan Reva tengah bercengkrama ria di parkiran sekolah. Alvaro mengajak Reva agar gadis itu mau ikut dengannya ke rumah dan menjenguk Ibunya yang sedang jatuh sakit.

Dengan senyum merekah, Reva tentu saja menerima ajakan Alvaro itu. Yah, Reva memang berbeda, disaat perempuan lain akan takut dah ogah-ogahan untuk bertemu ibu sang gebetan, Reva malah sangat antusias untuk itu. Mari berikan tepuk tangan untuk Andara Reva.

"Yaudah, mari berangkat tuan putri," ucap Alvaro dengan senyum merekah. Tangannya bergerak membukakan pintu samping kemudi untuk gadis yang sekarang tengah mesem-mesem tak jelas di sampingnya.

Dengan segera, Reva masuk ke dalam mobil Varo, setelahnya Varo menutup pintu mobil dan dia mulai beranjak memasuki mobilnya juga.

Beberapa menit perjalanan, akhirnya mobil Alvaro telah sampai di pekarangan rumahnya sendiri.

Reva terperanggah melihat rumah yang terpampang di depannya, sungguh ia tak menyangka rumah Alvaro akan sebesar dan semewah ini. Sesaat Reva merasa minder, namun tiga detik kemudian pikiran itu sirna. Baginya cintanya lebih penting ketimbang memikirkan kelas sosial. Sekali lagi mari berikan tepuk tangan untuk Andara Reva.

Saking takjubnya Reva melihat rumah Alvaro, ia tak sadar kalau Alvaro kini telah diluar dan membukakan pintu mobil untuknya.

Alvaro tersenyum kecil, telunjuknya terangkat mengetuk pilipis Reva hingga menyadarkan gadis itu. "Ayo turun," ucapnya.

Reva sedikit gelagapan. "Ah... em... ayo, kak," balasnya dan segera keluar dari mobil.

Alvaro kembali tersenyum kecil, bahkan sekarang sangatlah kecil. Pemuda itu mulai merayap mengambil tangan Reva, menggenggamnya sangat erat hingga Reva mengernyit heran karenanya. Alvaro, pemuda itu kini menarik Reva dengan tak sabaran menuju pintu rumahnya, bahkan Reva sampai beberapa kali hampir jatuh. Namun, Alvaro tak memperdulikannya.

Alvaro mulai membuka pintu rumah yang tak terkunci, dan Reva sudah mulai deg-degan sekarang. Ia mulai merasa khawatir kalau Ibunya Alvaro adalah tipikal orang tua yang sangat galak. Ia jadi membayangkan bagaimana kalau ia diusir dan dilempari oleh ibu sang gebetan. Reva menggeleng, ah... tidak mungkin. Ia merutuki dirinya yang suka berfantasi sangat berlebihan itu. Salahkan ibunya di rumah yang sering sekali mencekoknya dengan drama-drama dari salah satu stasiun tv di Indonesia yang sangat fenomenal itu.

Pintu mulai terbuka, jantung Reva semakin menggila, namun bibir gadis itu melengkung ke atas dengan indah. Sepersekian detik kemudian senyum Reva luntur. Matanya membelalak kaget saat ia melihat keadaan rumah Alvaro yang sangat berantakan. Bungkus rokok, bungkus makanan ringan, botol-botol minuman, bahkan sampai botol dari minuman keras berserakan di lantai yang sangat kotor itu. Pemandangan ini membuat Reva merinding seketika. Kenapa sangat berantakan? Pikirnya.

Alvaro kembali menarik tangan Reva, namun kali ini Reva menahannya. Hal itu membuat Alvaro menatapnya. "Ada apa tuan putri?" tanyanya dengan panggilan seperti biasa. Namun, yang tak biasa adalah nadanya memanggil Reva. Ini bukanlah nada ceria seperti biasanya, tapi, nada bicara ini sangat asing di telinga Reva, membuat Reva ragu untuk memasuki rumah Alvaro.

"Kak, aku pulang, ya?" tanya Reva berusaha sebiasa mungkin. "Aku lupa ada janji sama Mama," lanjutnya.

Alvaro menyorot Reva, tangannya yang tak menggenggam tangan Reva bergerak menyentuh pipi Reva, mengelusnya pelan hingga membuat Reva merinding seketika. "Janji apa, hm? Bukannya janji lo sama gue, ya?" tanya Alvaro dengan sedikit seringgaian.

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang