[]Part 9[]

515 99 27
                                    

Biasakan untuk vote dan komen, maniez-!

Kirana menatap sendu ke arah putrinya yang sejak dua hari lalu hanya diam tanpa melakukan apapun.

Reva, sejak dia pulang kerumah dengan kondisi yang mengenaskan, gadis itu berubah menjadi gadis yang sangat pendiam.

Seperti saat ini, Reva hanya diam di atas kasurnya dengan tangan yang memeluk lututnya sendiri. Tatapan matanya kosong tak berarti. Lingkaran hitam tercetak jelas di bawah mata Reva. Tentu akan seperti itu, karena sudah dua malam gadis itu tak memejamkan matanya. Bayangan tentang Alvaro yang ingin merusaknya terus saja terputar di memorinya.

Bunyi 'kriett...' dari pintu kamar Reva yang terbuka terdengar di indra pendengaran Kirana yang sejak tadi diam di samping kanan Reva. Wanita paruh baya itu menengok ke arah pintu yang menampilkan Nathan tengah berjalan ke arahnya dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya.

"Mah, Reva udah makan sesuatu?" tanya Nathan seraya beranjak naik ke atas kasur Reva. Memposisikan dirinya di hadapan gadis itu.

Kirana menggeleng. "Masih belum, Nat. Mama jadi makin khawatir," jawabnya seraya menyelipkan rambut tergerai Reva ke belakang telinganya.

Nathan menghembuskan nafasnya kasar. Kedua tangannya mengepal kuat. Alvaro sialan! Gerutunya dalam hati.

Yah, Kirana dan Nathan sudah tau penyebab Reva seperti ini. Reva sendiri yang menceritakannya sebelum gadis itu berubah menjadi diam.

"Re, baikan dong. Mama jadi ninggalin trainee rp mama loh, Re. Gara-gara kamu itu," ujar Kirana, "Re, tanggung jawab loh kalau mama nggak lulus dari gc trainee itu," Lanjutnya.

Tak ada jawaban sama sekali, membuat Kirana menggeleng frustasi. Biasanya Reva akan sewot kalau ia sudah berujar hal-hal seperti tadi, namun kini, Reva hanya diam dengan pandangan kosongnya.

Rasa sesak seketika menelusup memasuki hati Kirana. Wanita itu mengangkat tangannya, merengkuh Reva kedalam pelukan. "Sayang, jangan gini dong." ujarnya lembut. Bulir-bulir air mata menetes dari mata kirana, "Mama sakit liat kamu kayak gini." Lanjutnya.

Masih tak ada jawaban yang keluar dari mulut Reva, namun air mata Reva keluar begitu saja. Ya, Reva menangis tanpa suara.

Kasur yang ditempati Kirana bergerak, membuat wanita itu melirik ke arah Nathan yang mulai beranjak dari kasur.

Pemuda itu berjalan ke arah laci Reva, mengambil benda pipih berwarna pink yang ada disana. "Mah, Papa udah dijalan pulang. Besok Nathan sama Papa mau urus kepindahan Nathan ke SMAnya Reva. Sekarang, Nathan ada urusan di luar bentar. Assalamu'alaikum," ujar Nathan.

Nathan berjalan menuruni anak tangga satu persatu. Tangan kananya merogoh ponsel yang sedari tadi tersimpan di saku celana abu-abunya.

Nathan mencari kontak seseorang, dan setelah ia menemukannya, pemuda itu segera melakukan panggilan suara dengan orang itu.

Nathan menempelkan ponselnya itu di telinganya. "Halo, Ga," ucapnya.

"..."

"Lo bisa kan lacak posisi orang lewat nomor hpnya?" tanya Nathan pada orang di seberang teleponnya.

"..."

"Oke. Sekarang gue kirim nomornya. Tolong, ya, Ga. Gue butuh hari ini juga," ujar Nathan.

Setelah teman Nathan sanggup melakukan apa yang Nathan minta, Nathan segera mengakhiri panggilannya. Pemuda itu kembali menaruh ponsel di saku celana.

Nathan kini beralih membuka ponsel berwarna pink yang ia ambil dari atas laci Reva. Membuka ponsel itu dan ia segera mencari kontak bernama 'Alvaro' dari sana. Setelahnya Nathan mengirim kontak itu ke ponselnya untuk ia kirim kepada Aga. Temannya yang handal di bidang IT.

HAMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang