3. Sekolah bareng

51 7 0
                                    

Rasa nyaman akan tumbuh seiring dengan berjalannya waktu, siapa sangka jika itu adalah kalimat yang Senja dengar pada pagi hari cerah ini di dalam radio yang terputar.

Tidak, sialnya pagi hari yang cerah berubah menjadi mendung. Anak gadis ini menuruni anak tangga menuju ruang makan untuk sarapan bersama. Ia sudah mengenakan seragam dengan sangat rapi siap untuk berangkat sekolah.

"Kak Senja." Tiba-tiba bocah tengil SMP yang berupa adiknya itu berbisik tat kala ia baru ingin duduk pada kursinya. "Ada yang nyariin tuh. Pacarnya ya?" Tanya Aca sambil menaik turunkan alisnya bermaksud menggoda.

Belum sempat memikirkan kebingungannya, suara mamanya juga ikut terdengar.

"Senja."

Gadis remaja itu menoleh saat namanya di sebut, melihat sang ibu yang baru saja kembali dari luar.

"Ada anak laki-laki nungguin kamu diluar, pake seragam sama kaya kamu. Itu temen kah? Tadi mama udah suruh masuk tapi gak mau, sekarang dia lagi nunggu di teras." Perkataan mamanya membuat anak gadis sulung nya bingung.

"Kakak temuin aja pacarnya, kasian udah nunggu lama." Bocah tengil yang menjadi adiknya ini memang terkadang selalu menyebalkan.

"Siapa yang punya pacar." Senja mendengus sebal dengan kembali berjalan menjauh dari meja makan.

"Temuin aja dulu, kasian dia udah nunggu lama." Senja kali ini mendengarkan ucapan mamanya, untuk berjalan keluar dengan sedikit berlari kecil.

"Kalo gitu." Kakinya memutar balik badan hingga kembali menghampiri sang mama. "Sekalian Senja mau berangkat sekolah. Pamit ya Mah, Pah." Ucapnya seraya berjalan dan menyalimi kedua orangtuanya dengan rusuh.

"Gak mau bareng sama Papa dan Aca ke sekolahnya?" Sang Ayah bertanya.

"Gak usah Pah. Senja berangkat sendiri aja." Balasnya dengan segara berlari keluar rumah.

"Tapi sarapannya?" Sang mama sedikit mengeraskan suara melihat putri pertamanya sudah memegang gagang pintu untuk di buka.

"Nanti Senja sarapan di kantin sekolah aja. Yaudah, Senja duluan yah." Gadis itu membekas dengan berteriak dan melambaikan tangan sebelum akhirnya keluar di telan pintu.

"Ada-ada aja kakak kamu itu Ca. Baru pertama kali loh ada temen cowok dateng ke rumah mau jemput." Mamanya terheran dan kembali menyiapkan sarapan dengan memberikan putri kedua nya itu roti selai.

***

Sempat dibuat terkejut ketika melihat penampakan seseorang yang duduk pada lantai teras dengan begitu santai seperti sedang memandangi langit mendung.

"Ngapain di sini?" Oke, untuk awal pertemuan pagi mereka di awali dengan suara yang cukup sensi.

"Jemput lo. Kita sekolah bareng." Cowok itu melonjak pada posisi berdiri menghadap anak dari sang pemilik rumah.

"Bisa berangkat sendiri kok, gak usah di jemput segala." Ucapannya menyiratkan penolakan yang tegas.

Austin menyipitkan matanya saat memandangi wajah bulat namun terlihat kotak di saat bersamaan. "Kalo gue udah bilang berangkat bareng, ya berarti harus bareng! Gue udah dateng nih." Cowok ini sedang merajuk, membujuk agar kedatangannya tak sia-sia.

Menunggu Senja (End)Where stories live. Discover now