62. Bangun sayang

43 1 0
                                    

Jika kematian adalah cara menyelesaikan masalahnya.
Maka itu tidak benar.

BRAAAKKK

Mobil yang Senja kendarai terseret oleh truk hingga semua bagian mobilnya remuk. Pecahan kaca mobil bertebaran di jalanan.

Sampai pada akhirnya, semua pengendara mulai turun dari kendaraannya masing-masing. Mulai mengerubungi mobilnya yang sudah hancur tak berbentuk. Jalanan menjadi sangat macet, dengan banyaknya orang-orang yang berkumpul untuk melihatnya.

Aurell memberhentikan taksi yang ia gunakan untuk menyusul Senja. Di tatapnya heran dan bingung pada jalanan di depan.

"Itu ada apa Pak?" Tanya Aurell pada sang sopir.

"Sepertinya ada yang mengalami kecelakaan." Jawab sang sopir tersebut dengan mata yang mengawasi di depan.

"Ini Pak uangnya. Saya turun di sini aja." Aurell memberikan uang sebagai ongkosnya.

Kakinya segera turun dari mobil, lalu berjalan mendekati kerumunan di depan. Berusaha untuk masuk lebih dalam dari kerumunan orang-orang agar bisa melihat jelas. Dirinya hanya ingin memastikan saja. Tapi semoga saja itu salah.

Aurell masih mencoba melihat mobil yang sudah hancur remuk itu. Menelitinya dengan seksama. Mencoba mengenali siapa pemilik mobil yang baru saja kecelakaan. Mobil hitam, dengan--

"Tunggu."

--itu adalah mobil yang di pakai Senja untuk membawa dirinya serta pada taman tadi. Mobil yang beberapa jam lalu ia tumpangi.

"Tidak."

Itu tidak benar.

Aurell mulai membekap mulutnya yang terbuka karena terkejut. Kepalanya menggeleng pelan seolah ingin menyingkirkan semua asumsi-asumsi yang berada di dalam kepalanya.

"Ini tidak mungkin."

Aurell kini menolehkan penglihatannya pada tiga orang Polisi yang sedang berusaha untuk mengeluarkan korban dari dalam mobil remuk itu. Jantungnya berdetak tidak tenang. Ada rasa takut menyelimutinya.

"Ahh."

Jantung Aurell berhenti berdetak untuk sesaat ketika kedua matanya melihat seseorang yang berhasil di keluarkan oleh tiga polisi itu. Tubuhnya menegang dan membeku di tempat. Itu tidak mungkin. Bagaimana bisa.

"Senja."

Aurell segera berlari cepat menghampiri tiga polisi di sana yang sedang mengangkat tubuh tak berdaya.

Ia menangis histeris di samping tubuh Senja yang tak lagi membuka mata. Terbaring di jalan. Banyak darah yang bersimbahan mengalir dari kepalanya. Pecahan kaca pun dapat terlihat di bagian wajah dan lengannya.

"Enggak. Ini gak mungkin." Aurell terus menggelengkan kepalanya. "Ah ini--bagaimana ini?" Matanya tak henti menangis sejadinya. Ia yang menjadi faktor penyebab atas kecelakaan yang di alami Senja.

"SIAPAPUN. CEPAT PANGGILKAN AMBULAN." Teriak Aurell begitu histeris.

Semua orang di sana hanya saling diam memandangi bagiamana keadaan Senja saat ini--apa mereka hanya akan menjadi penonton, di saat situasi seperti ini? Merekam dengan ponsel tak berguna.

Menunggu Senja (End)Where stories live. Discover now