17. Brownies

23 3 0
                                    

Menghabiskan waktu bersama orang yang kita suka akan membuat waktu terasa cepat berlalu, namun harapan kebersamaan tak ingin cepat lepas.

Suara derap langkah pun terdengar menuruni anak tangga bersamaan dengan turunnya remaja laki-laki, yang sudah siap dengan seragam sekolahnya. Berdiri dengan tegak dan wajah yang cerah.

"Pamit sekolah mah." Austin menyalimi tangan mamanya dan hendak akan melangkahkan kaki untuk segera pergi.

"Eh tunggu!" Sang anak pun akhirnya kembali berbalik. "Kamu gak sarapan dulu? Mamah udah siapin loh." Ucap mamanya dengan suara kelewat lembut membuat putranya itu menatap cukup lama.

"Enggak, Austin mau cepet-cepet ke sekolah." Jawabnya, lalu mencium kedua sisi wajah wanita dewasa itu dengan gerakan super cepat. "Bye Mom." Pamitnya, melesat pergi.

***

Si gadis remaja yang sudah memakai seragam dengan rapi tengah memasang dasinya sendiri dengan kedua mata yang memperhatikan cermin di depannya. Lalu, tangannya meraih sisir untuk merapikan rambutnya yang tergerai agar semakin terlihat cantik.

"Cantik?"

Tangannya yang memegang sisir justru menepuk bagian keningnya lalu menggelengkan kepala dengan desisan. Kakinya mulai melangkah tuk mengambil tas yang tergantung di tempatnya. Mulai memasukan buku-buku pelajaran dan menutup resleting.

Sebelum kakinya melangkah keluar dari kamar, ia menyempatkan diri untuk melihat handphonenya--yang tengah di isi daya di atas nakas. Lalu tangannya masih bergerak, untuk memakai tas di punggung.

Austin
Cepet turun.
Gue udah ada di depan rumah lo.

"Hei. Pagi-pagi gini?"

***

Satu persatu, kakinya melangkah menuruni tangga. Tanganya menyusuri setiap pegangan tangga di sampingnya. Pandangannya langsung menemukan keluarga kecilnya yang tengah sarapan bersama di meja makan dengan begitu tentram. Ah keluarga yang sejahtera.

"Mah, Pah. Senja berangkat sekolah sekarang ya." Ucapnya masih dengan langkah yang menghampiri.

"Pagi-pagi gini?" Mamanya bertanya dengan menolehkan kepala, sedangkan tangannya tengah menuangkan teh pada gelas.

"Iya."

"Yaudah. Mau bekel rotinya?" Ucap mananya menawarkan dengan penuh perhatian.

"Gak usah. Nanti makan sekalian di kantin sekolah." Ucapnya mulai menyalimi tangan kedua orangtuanya lalu berakhir mengacak rambut rapih milik adiknya yang terhiasi bando corak polkadot.

***

"Pagi-pagi kok udah jemput sih?"

Si gadis langsung melayangkan pertanyaan ketika melihat sosok si cowok yang sudah siap menunggu di depan gerbang rumahnya dengan santai.

"Sengaja." Jawab Austin di iringi dengan senyum lebar yang memperlihatkan barisan gigi putihnya.

"Ini bener mau berangkat sekarang? Masih pagi loh, mingkin di sekolah juga belum ada murid yang datang." Si gadis mengingatkan karena merasa tidak yakin setelah melihat sekilas pergelangan tangannya di mana jam masih menunjukkan pukul 06.32.

"Naik dulu aja."

***

Motor hitam sport milik Austin melaju di jalan raya dengan kecepatan di bawah rata-rata. Membelah ibu kota di pagi hari, dengan senyum yang menghiasi. Pandangannya begitu fokus pada jalanan. Berbeda dengan pandangan si gadis yang di boncengannya-- memperhatikan jalanan sekitar.

Menunggu Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang