30. Sakit hati

18 2 0
                                    



Austin hampir saja menaiki motornya, saat Aurell dengan tiba-tiba datang menghampiri mereka.

"Austin." Gadis itu memanggil, membuat kedua orang di sana menoleh. "Kamu mau pulang kan? Aku pulang bareng kamu ya?" Pintanya, membuat gadis lain yang berada di sana menatap si cowok lebih lama.

"Tapi aku harus nganterin Senja pulang." Balas Austin sedikit membuat hati gadis di sana lega, namun tidak demikian untuk semangat Aurell yang runtuh seketika.

"Yaaah. Terus aku pulang sama siapa?" Aurell yang merasa sedikit kecewa pun bertanya dengan nada yang sedikit sendu.

Tak ingin berlama-lama membuat hati seseorang gundah, akhirnya Senja memilih mengeluarkan suaranya. "Anterin Aurell pulang aja. Aku gak papa, bisa pulang sendiri." Ia seharusnya tidak terlalu baik.

Austin menoleh padanya dengan tatapan yang sangat susah untuk di jelaskan. "Tapi--"

"Gak papa. Anetrin Aurell aja." Ia mungkin sedikit menekan setiap kata yang keluar dari bibirnya. Namun wajahnya berusaha memberikan senyum--yang sangat jelas ia paksakan.

Kemudian tubuhnya hanya diam. Memperhatikan bagiamana Aurell mulai duduk di jok belakang motor Austin tanpa merasa bersalah. Memakai helm yang selalu Senja pakai, dan jangan lupakan--tangan gadis itu melingkari pinggang pacarnya.

Pacar.

Tak lama, motor milik Austin mulai melaju keluar dari area parkiran. Menyisakan dirinya sendiri yang masih berdiri di sana dengan mata yang mengikuti sampai motor itu hilang di balik gerbang sekolah.

Konyol.

Senja mulai berjalan ikut keluar dari area sekolah, dan segera mencari angkutan umum yang bisa mengantarkannya pulang. Namun, sebuah pespa berwarna merah menghampiri dan berhenti tepat di depannya.

"Kok belum pulang?"

"Nunggu angkot." Senja hanya menjawab apa adanya.

"Mau di anterin aja gak?" Rupanya Roni menawarkan tumpangan untuknya.

"Gak usah, nunggu angkot aja."

"Lama. Mending gue anterin aja."

"Gak ngerepotin?"

"Enggak. Ayo cepet naik." Ucapnya, dengan sebelah tangan yang menepuk jok belakang motornya.

Senja mengangguk. Tubuhnya mulai naik pada boncengan motor pespa milik temannya itu.

"Denger-denger, sekarang lo udah punya pacar ya?" Roni bertanya untuk membuka topik obrolan di sela-sela perjalanan pulang mereka.

"Iya."

"Kalo gak salah, nama cowoknya Austin?" Tanyanya lagi, melirik sekilas pada kaca spionnya.

"Tau dari mana?"

Kernyitan bingung jelas nampak sekali di wajah Senja. Bagiamana bisa, cowok yang sedang memboncengnya ini tahu nama pacarnya sekarang.

"Banyak yang ngomongin. Sampai anak SMK juga pada bicaraain itu." Jawabnya, masih dengan nada yang santai. "Terus Kenapa lo gak pulang bareng sama pacar lo itu?" Tanyanya, mulai penasaran.

"Dia ada urusan."

Roni untuk sesaat hanya mengangguk atas jawabannya. Lalu kemudian keduanya saling diam. Hening menyelimuti, dengan perasaan yang mengganggu gadis di sana.

"Makasih udah nganterin." Senja berucap demikian, tentu saja. Ia turun dari atas pespa berwarna merah menyala milik Roni.

"Sama-sama." Balas Roni, dengan kedua tangan yang masih memegangi stang motornya. Kepalanya menoleh dengan garis mata yang menyipit karna tersenyum. "Kalo gitu gue balik." Lanjutnya berbicara.

Menunggu Senja (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang