20. Acha--bantuan tugas.

18 2 0
                                    

Mencintai itu tidak perlu membutuhkan waktu yang lama. Justru yang lama itu bagaimana cara melupakannya.


Senja berhenti berjalan, berpikir dan menghembuskan napas beratnya dengan perlahan. Tubuhnya kemudian berbalik menatap Austin.

"Keterlaluan gak sih tadi? Ucapnya melontarkan pertanyaan.

"Jadi daritadi lo mikirin itu?" Si cowok balik bertanya dan membuat si gadis sedikit mendesah.

"Hei denger." Austin kembali berkata, membawa dagu si gadis agar menoleh menatapnya. "Gak usah mikirin anak kepala sekolah itu lagi. Sikap lo tadi udah bener. Dia emang salah dan udah sepantesnya lo bersikap gitu."

Tatapan Senja kembali turun. Gadis itu kembali bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Ada apa lagi?"

Senja kembali mengangkat wajahnya. Ia menatap kedua netra milik si cowok di depan. "Masih ada satu hal lagi." Ucapnya.

"Apa?"

"Sekarang, semua anak di sekolah ini udah tau kalo kita ada hubungan." Ucapnya, membuat si cowok di sana menaikan sebelah alis.

"Emangnya kenapa?"

"Kalo mereka gak suka sama hubungan kita, gimana?" Ucapnya, mengutarakan hal yang menjadi kekhawatirannya.

"Kenapa mereka harus gak suka sama hubungan kita? Yang jalanin hubungan ini kita, bukan mereka. Jadi terserah kalo mereka gak suka." Si cowok nampak tidak peduli akan orang-orang.

"Tapi Rara?"

"Anak kepala sekolah itu?"

***

Jemari yang lentik dengan hiasan cat kuku berwarna merah terlihat di mainkan oleh sang pemilik. Gadis dengan rambut panjang yang bergelombang itu, menatap lekat pada kuku-kukunya.

"Jadi sekarang gimana?"

"Mereka udah jadian."

"Lo gak bakal diem aja, kan?"

"Lo harus kasih pelajaran sama mantan temen penghianat kaya dia. Bikin hubungan mereka berdua bubar."

Sudut bibir gadis angkuh itu tertarik. Bibir merah yang di pulas dengan lipstik berwarna nude itu membentuk senyum miringnya. Tatapannya kini beralih pada kedua temannya yang memperhatikan sedari tadi.

"Kalian gak usah khawatir. Gue tahu apa yang harus gue lakuin. Gue tahu harus kasih pelajaran apa buat mantan temen penghianat kaya dia." Ucapnya, membuat kedua temannya itu saling melirik dengan senyum puas.

***

"Besok gue jemput." Austin masih berada di atas motornya, dengan helm yang masih terpasang di kepala.

"Oke."

"Jangan lupa nanti malem." Ucap si cowok membuat gadis yang berdiri membelakangi gerbang rumahnya mengernyitkan kening--bingung.

"Emang ada apa?"

Di balik helm hitamnya yang full face itu, Austin tersenyum. "Jangan lupa mimpiin gue." Sahutnya mendapat menggelengkan kepala dari si gadis.

"Iya. Habis ini bakal langsung tidur, biar bisa mimpi dari sekarang." Ucap si gadis walau dengan nada yang malas, namun senyum yang tercetak jelas.

"Tapi ini masih siang."

"Gak papa."

"Yaudah. See you in my dream." Ucap Austin dengan segera menyalakan mesin motornya, dan bersiap pergi.

Menunggu Senja (End)Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα