22. Nginep lagi

16 2 0
                                    

Kebersamaan selalu menjadi titik kebahagian bagi semua orang. Yah, mungkin itu memang benar adanya bagi mereka yang dapat merasakannya.

"Kak, ... Ade."

"Iya?" Si gadis sulung yang tengah memakan sepotong roti pun menyahut pada akhirnya.

"Ada apa pah?" Acara si putri bungsu juga ikut menyahut menatap sang papa.

"Nanti siang, Papa dan Mama harus pergi ke Jogja." Ucap papanya memberitahu.

"Mau ngapain pergi ke Jogja?" Acha bertanya langsung ketika sudah mendengarnya, sedangkan sang kakaknya hanya duduk di kursi samping dan hanya ikut mengangguk.

"Mau jenguk Oma Rita. Katanya sakit." Jawab sang mama menatap kedua putrinya bergantian.

"Nanti siang?" Senja baru membuka pertanyaan.

"Iya."

"Pulangnya kapan?" Tanyanya lagi.

"Belum tau. Tapi Mama sama Papa bakal menginep dulu di sana untuk jagain dan rawat Oma. Hanya untuk sementara saja." Jelasnya memberitahu.

"Aca mau ikuuut." Si bungsu merengek seketika, membuat yang lainnya menoleh padanya sebagai titik fokus.

"Kan ade sekolah." Ucap sang Papa.

"Aca juga pengen ke Jogja." Kembali, si bungsu merengek bak anak kecil yang gak mau di tinggal.

"Sekolah Caa." Senja berkata demikian untuk memperingati adiknya yang keras kepala.

"Pokonya mau ikut, titik!"

Memang dasarnya anak bungsu, apapun kemauannya selalu harus di turuti dan sangat besar sekali egonya.

"Terus nanti kakak kamu di rumah sama siapa?" Ucap papanya pada putri kecilnya itu.

"Kan bisa sama kak Austin lagi--"

Sial

Aca tidak melanjutkan perkataannya. Sang kakak lebih dulu melayangkan tatapan tajam, dengan raut wajah yang menahan untuk tidak marah. Lalu sang adik kembali bersikap seperti awal. Di pandangnya kedua orangtuanya secara bergantian.

"Pokonya Aca mau ikut. Lagian Aca juga udah lama gak ke Jogja. Acha juga pengen ketemu sama Oma Rita." Ucapnya lagi kembali pada topik utama. "Boleh ya mah, boleh ya pah." Pintanya, begitu memelas seperti anak anjing.

"Dasar anak kecil." Sang kakak mengumam.

"Biarin." Dan adiknya ini membalas dengan tambahan lidahnya yang menjulur menyebalkan.

"Oke. Ade boleh ikut. Tapi sekolahnya gimana?" Ucap sang Papa bertanya.

"Kan bisa izin." Aca meremas kedua jemarinya sendiri dengan tubuh yang sedikit bergerak-gerak.

Senja hanya diam, kembali memakan rotinya dan tidak terlalu mendengarkan pembahasan yang sedang berlangsung di meja makan.

***

"Kenapa?"

Senja hanya menggeleng. Raut wajah kesal begitu jelas terlihat pada ekspresi wajahnya. Gadis itu hanya diam saja sedari tadi, membuat orang yang sedang bersamanya jadi merasa bingung.

Menunggu Senja (End)Where stories live. Discover now