38. Bingung?

14 2 0
                                    

Orang yang diam pun pasti akan ada saatnya untuk bicara jika dirinya merasa terganggu. Bahkan sangat amat. Motor Austin berhenti tepat di depan gerbang rumah gadis yang baru saja ia antar pulang.


"Senja."

Tubuh yang sudah akan masuk ke dalam gerbang rumah itu tidak jadi, dan justru kembali berbalik badan. Kepalanya menoleh pada seseorang yang memanggil namanya.

"Langsung istirahat yah."

Bibirnya hanya tersenyum tipis--sangat terpaksa. Kepalanya kembali menoleh ke depan tepat di mana rumahnya berdiri. Kedua kakinya kembali melangkah tanpa mengucapkan kalimat apapun lagi untuk perpisahan mereka.

Matanya hanya bisa melihat punggung Senja yang sudah masuk ke dalam rumahnya begitu saja, seolah dia memang masih marah padanya. Austin hanya bisa menarik napas lelah. Kembali menjalankan motornya untuk pergi.

***

Austin melangkahkan masuk kedua kakinya ke dalam rumah. Pandangan matanya bisa menemukan dua perempuan yang berbeda usia--tengah berbincang.

"Itu, Austin sudah pulang." Itu Ayuningtyas--Mamanya, yang sedang duduk dengan menunjuk pada arahnya datang.

Aurell langsung menoleh ke arah remaja laki-laki, yang masih berdiri menjulang di ambang pintu. Gadis itu segera bangkit tuk berjalan menghampirinya.

"Kamu baru pulang? Ke mana dulu? Kamu kok tadi malah ninggalin aku gitu aja sih? Aku kan mau ngajak pulang bareng." Ucapnya begitu manis dengan wajah yang selalu terkesan ceria.

Austin yang merasa lelah sebab baru saja pulang, sudah di sambut pertanyaan dari sahabat perempuan nya ini. Jujur itu sangat mengganggu.

"Oh yah, hari ini temenin aku jalan-jalan, ya? Kita main, jalan bareng berdua lagi kaya dulu. Aku kangen banget buat main bareng lagi." Tangannya masih bergelayut manja di sana.

Jika dulu dirinya sangat menyukai akan hal yang di lakukan Aurell, kini kedua matanya justru membola karena tidak suka. Kakinya memilih berjalan berlalu untuk pergi ke kamar. Tak peduli bagaimana Aurell akan menghalanginya lagi dengan berjalan menghentak kaki untuk membuntutinya.

"Kamu kok malah pergi sih. Kita kan mau jalan. Ayo sekarang kita keluar--"

"STOP!"

Austin menyentak kasar tangan Aurell yang bergelayut manja padanya.

"UDAH YAH. GAK LIAT LAGI CAPE?!"

Austin membentak. Menatap tajam pada sahabat perempuan yang dulu sangat di sukainya.

Aurell terkejut.

"Tapi aku kan mau jalan sama kamu." Bibirnya masih berucap pelan, dan menatap takut. "Aku mau ngabisin waktu sama kamu, kaya dulu. Kita yang selalu sama-sama terus, ke manapun--"

"Stop!"

Austin masih mencoba menahan emosinya. Ia tidak membentak. Menarik napasnya agar tidak emosi.

"Kita udah bukan kaya dulu lagi. Sekarang udah beda. Aku udah punya kehidupan sendiri. Jadi tolong, kamu jangan bersikap berlebihan dan jangan ganggu aku terus. Ngerti?!" Namun tetap berucap begitu tajam.

Aurell menundukkan kepalanya. Matanya berkaca-kaca dan memerah. Suaranya tertahan begitu saja di tenggorokan hingga tidak bisa lagi bicara.

Ayuningtyas yang melihat itu, hanya diam. Melihat persahabatan antara putranya dan Aurell--tengah bermasalah.

Menunggu Senja (End)Where stories live. Discover now