Penyelamat (2)

187 47 7
                                    

Jeno melihat beberapa pelayan wanita sedang melirik ke arahnya. Mereka bertiga tampak sedang bergerombol di pojok ruangan, sesekali saling tarik-menarik lengan baju, dan tersenyum-senyum kegirangan. Sepertinya mereka sedang memperebutkan sesuatu yang tidak terlalu jelas bagi Jeno, sampai akhirnya salah seorang dari mereka memenangkan perdebatan itu dan membuat iri rekan-rekannya yang lain. Wanita itu pun mengambil buku menu dari meja pelayan. Ia kemudian memberanikan diri untuk menghampiri Jeno dan menyapa anak laki-laki itu dengan wajah yang memerah.

"Halo," kata pelayan itu malu-malu. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?"

Jeno tersenyum ramah.

"Untuk saat ini belum," jawab Jeno. "Aku sedang menunggu temanku. Sebentar lagi dia akan datang. Oh, ya. Bolehkah aku menunggu di sini sebelum memesan sesuatu?"

Pelayan itu mengangguk dengan cepat dan penuh semangat.

"Tentu saja boleh, Tuan. Anda bisa menunggu selama yang Anda inginkan," kata pelayan itu. "Apakah Anda ingin saya temani sambil menunggu teman Anda datang?"

Jeno menyunggingkan senyumnya yang begitu menawan.

"Tidak, terima kasih," kata Jeno. "Saya tidak ingin sampai mengganggu waktu bekerja Anda hanya karena menemani saya sendiri di sini. Lagipula, temanku pun tidak lama lagi akan tiba. Tapi, terima kasih banyak atas tawarannya."

Pelayan itu terlihat kecewa.

"Baiklah," gumam pelayan itu dengan intonasi yang melemah. "Tapi jika Anda sudah ingin memesan sesuatu, langsung panggil saya saja, ya? Saya akan berdiri di belakang sana, kalau-kalau Anda membutuhkan bantuan saya."

Jeno mengangguk. "Oke."

Setelah pelayan itu pergi, Jeno kembali melihat sekelilingnya untuk memastikan bahwa orang yang ditunggunya itu sudah datang. Tidak ada tanda-tanda sedikitpun dari gadis itu, karena itu Jeno menduga barangkali ia akan datang terlambat.

Jam empat lewat sepuluh.

Jeno melihat seorang gadis berambut pirang sedang berjalan sendirian di pintu masuk. Wajahnya yang setengah menunduk tertutup sebagian oleh rambutnya yang terurai panjang. Sepintas postur tubuh dan tingginya tampak mirip sekali dengan Ryujin. Hidung dan tulang wajahnya pun tampak mirip dari kejauhan. Gadis itu tampak mengenakan high heels dan mengambil lipstik dari dompet besar merah yang menggantung di tangan kanannya dengan gerakan yang anggun.

Kening Jeno berkerut.

"Bukan dia," desah Jeno. Jeno melihat jam tangannya sekali lagi, lalu melirik ke arah telepon selularnya, lalu teringat akan satu hal yang penting.

Ia tidak punya nomor ponsel gadis itu.

Lima belas menit berlalu. Jeno baru saja akan memainkan ronde baru permainan catur yang ada di PSP-nya ketika ia melihat sekelebat bayangan tengah berlari beberapa kaki dari hadapannya. Bayangan itu berlari dengan langkah kikuk terburu-buru yang sangat khas, dan semakin lama semakin memperlihatkan sosok yang sangat ia kenal.

Ryujin Shin. Akhirnya gadis itu datang juga.

"JEN—"

Gadis itu setengah berteriak, namun tidak melanjutkan teriakannya, karena tiba-tiba ia teringat bahwa pertemuannya dengan Jeno hari ini adalah pertemuan rahasia yang tidak boleh diketahui oleh siapapun. Gadis itu langsung berlari tergopoh-gopoh menghampiri Jeno yang sedang duduk menungguinya di meja kafe.

"Hai Ryujin," sapa Jeno. "Senang bertemu denganmu lagi."

Ryujin menyengir seperti kuda. Keterlambatannya kali ini benar-benar tidak mengesankan. Dan sebelum Jeno membahasnya, ia berpikir ada baiknya kalau ia mengaku bersalah duluan.

RYUJIN & FRENCH CLASSWhere stories live. Discover now