Perubahan (3)

170 41 0
                                    

Seumur-umur, Ryujin tidak pernah berharap bahwa ia akan dipanggil menghadap ke ruangan M.Do. Tidak sekalipun.

Dan seharusnya ia sudah tahu kalau akhirnya akan jadi seperti ini. Ia sendiri sudah mulai mempersiapkan diri sejak terakhir kali ia memutuskan untuk melakukan tindakan memalukan tersebut. Tapi—kalau dipikir-pikir lagi sekarang dengan isi kepala yang lebih rasional—tindakan yang diambilnya saat itu memang sangat tolol.

Sudah terlambat untuk menyesalinya. Hukuman membersihkan toilet sekolah sudah siap untuk menghantuinya lagi.

"Selamat sore, Mademoiselle," sapa M.Do.

Wajah laki-laki ini terlihat masam. Kepala setengah botaknya yang licin dan sisa rambut yang terurai panjang berantakan ke belakang itu membuatnya terlihat sangat kusut dan menyeramkan, apalagi ditambah dengan postur tubuh besar M.Do yang bersembunyi di balik jas coklatnya yang tua dan lusuh. Meskipun demikian, M.Do masih sempat menyunggingkan seiris senyuman tipis saat Ryujin datang. Senyuman tipis ini telah menggetarkan lutut Ryujin. Ryujin bahkan merasa bulu kakinya ikut gemetaran.

"Se—" lidah Ryujin terasa kelu. Ia menegak ludahnya. "Selamat sore, Monsieur."

Ryujin bisa merasakan alien tengah merangkak di balik punggungnya yang mungil itu dan menembaknya dengan laser pengecil yang berwarna hijau keemasan. Sinar laser itu sekonyong-konyong mengubah seluruh bagian tubuhnya menjadi kurcaci. Tubuhnya pun semakin menciut—dan menciut—dan mungkin sekarang sudah seukuran kuman.

Ryujin—entah bagaimana caranya—melihat paramecium sedang bergelantungan di kedua tangannya.

"Silakan duduk," ujar guru Prancis itu. "Ada yang mau kubicarakan denganmu."

Dengan susah payah Ryujin menggapai kursi raksasa yang ada di hadapannya itu. Ia berusaha menggerakkan kaki-kaki semunya yang bergelayut dan berlendir, dan perlahan-lahan meletakkan inti selnya di atas kursi.

M.Do membuka laci dari meja kerjanya yang dipenuhi dengan buku-buku literatur Prancis yang tersusun berantakan. Ia mengambil sehelai kertas yang terlihat sangat familiar di mata Ryujin, selembar kertas tugas dengan tiga bekas lipatan yang khas, yang diwarnai dengan tinta hitam bocor yang menghiasi setiap sisi kertasnya dengan cap jari yang tidak rapi, dan tulisan ayam terburu-buru yang sangat dikenalnya itu.

Ryujin menahan napasnya.

Tugas Esai Prancis.

"Aku sudah memeriksa tugas esaimu, Mademoiselle," ujar M.Do perlahan. Ia pun mengamati kertas itu sekali lagi, seolah-olah masih berharap akan menemukan kenyataan yang berbeda saat melihatnya untuk yang terakhir kali.

"Dan, kulihat ada beberapa kemiripan antara esaimu dengan esai yang dibuat oleh Nona Hwang," ungkapnya. "Kemiripannya, bisa dibilang—"

M.Do menahan ucapannya. Suaranya terdengar pelan dan lemah, menyiratkan kekecewaan yang begitu mendalam. Meski tak mengharapkan ini, Ryujin tahu persis apa yang akan diucapkan M.Do saat itu. Sebuah fakta yang memalukan, sehingga wajar saja jika M.Do memperlihatkan raut wajahnya yang keras dan kaku, yang jarang dilihat Ryujin dari pria tua itu kapanpun seumur hidupnya, bagaikan seorang kepala sipir yang sedang mengintimidasi narapidana penjara bawah tanah.

"Persis di setiap kata."

Ryujin merasa isi perutnya seakan keluar semua.

"Apa penjelasanmu tentang hal ini, Mademoiselle?"

Ryujin menggigit bibirnya.

Hanya dua kata—Kelas Prancis. Tak penjelasan yang lebih masuk akal lagi, sebagaimana tak ada hal yang mematikan kreativitas dan kecerdasan otaknya lebih buruk daripada hal yang sangat menurunkan kualitas otaknya seperti ini. IQ-nya yang jongkok pasti langsung tiarap tiap kali berurusan dengan segala hal yang berbau tentang kelas Prancis.

RYUJIN & FRENCH CLASSWhere stories live. Discover now