Shuhua Yeh (1)

273 55 1
                                    

Ryujin baru terbangun dari tidurnya. Jam weker di meja belajarnya menunjukkan kalau sekarang sudah jam delapan lewat tiga puluh, tapi ia malas sekali beranjak dari tempat tidurnya. Tubuhnya mungkin sudah terlatih untuk bermalas-malasan selama beberapa bulan terakhir, sehingga bangun pagi untuk pergi ke sekolah menjadi hal yang sangat—sangat menyengsarakan.

Ia sengaja tidak menyetel alarm tadi malam—suara ayam di perkampungan ayam itu benar-benar gaduh. Meskipun demikian, ternyata sudah ada suara lain juga yang mengganggu mimpi indahnya dan membuatnya terbangun pagi itu. Suara yang lebih gaduh lagi—suara ibunya. Untuk menghindari malapetaka, Ryujin segera mandi dan bersiap-siap berangkat ke sekolah.

Ryujin hanya sempat membawa sepotong kecil sandwich—sebelum ibunya ngomel-ngomel lagi—meskipun sebenarnya pagi itu dia belum merasa lapar. Dengan langkah terburu-buru dia berjalan menyusuri trotoar sambil memakan sandwich-nya dengan napas yang berantakan.

Sekolah Nimberland sebenarnya tidak begitu jauh dari rumahnya, hanya dua puluh menit perjalanan kaki. Selain merupakan sekolah menengah akhir dengan kualitas pendidikan terbaik di kota Eastcult, Nimberland juga adalah sekolah yang paling mudah dijangkau kendaraan apa pun. Apalagi jalan kaki. Tapi jika baru berangkat jam sembilan nyaris kurang sedikit, wajar saja kalau siapa pun akan datang terlambat.

Ryujin mempercepat langkahnya.

Ia sebenarnya tahu kalau keterlambatannya itu adalah salahnya sendiri, tapi novel Angels & Demons karangan Dan Brown itu benar-benar worth it untuk dibaca semalaman. Ryujin mengeluh panjang. Ia merasa tak pernah punya cukup waktu untuk bersenang-senang tanpa harus terlambat datang ke sekolah.

Masih sempat.

Jarum-jarum panjang raksasa yang bergantung di jam besar Nimberland—terletak di bagian luar bangunan, menghadap ke gerbang—menunjukkan pukul sembilan kurang satu menit saat Ryujin bertemu dengan Mr.Bouncer. Dengan senyum lebar ia menyapa laki-laki berbadan kekar tersebut dan setelah beberapa belas langkah Ryujin berjalan dari gerbang, ia mendengar suara pintu gerbang sekolah ditutup. Ia langsung berlari ke dalam bangunan, mencari-cari kelasnya.

"Di mana??"

Ryujin merasa tidak bisa lagi mengandalkan intuisinya, karena hari keberuntungannya telah lewat kemarin. Apalagi pelajaran pertama hari ini adalah kelas Sejarah Dunia, bukan kelas Prancis. Tidak ada ceracau konyol menyebalkan yang membuatnya bisa mengidentifikasi keberadaan kelas tersebut.

Ryujin memutar otak. Ia mencoba mengingat percakapannya dengan Yeji kemarin.

"Besok pagi kau kelas apa? Kalau aku Sejarah Dunia dengan Ms.Jiyeon," tanya Yeji saat itu.

"Sama. Aku juga," jawab Ryujin. "Ruang kelasnya yang mana?"

Yeji tersenyum. "Dekat kafetaria. Ngomong-ngomong, aku senang kita sekelas lagi. TAPI INGAT, JANGAN TELAT! Besok aku akan menunjukkan ruangannya, tapi kau jangan sampai telat."

"Iya. Ya, ya, ya. Aku tidak akan telat," ujar Ryujin sambil mengedipkan sebelah matanya.

Sekarang dia terlambat lagi.

Ryujin bergegas ke arah kafetaria. Ia akhirnya menemukan sebuah kelas yang pintunya masih terbuka. Dengan setengah berharap ia mengintip ke dalamnya, berdoa pada keberuntungannya, dan di sana ia menemukan Yeji.

"Itu dia."

Ryujin berlari menuju kursinya seperti hantu. Ia sangat berterima kasih pada Tuhan yang sangat berbaik hati padanya akhir-akhir ini. Kemarin kelas Prancis, sekarang kelas Sejarah Dunia. Tidak ada keberuntungan yang berulang tiga kali. Ia bertekad harus bangun lebih pagi besok.

RYUJIN & FRENCH CLASSWhere stories live. Discover now