Franchophobia (2)

556 74 2
                                    

Ryujin berlari terengah-engah menuju gerbang yang telah ditutup. Ia yakin kalau ia sudah terlambat hampir tiga puluh menit. Ini memang pertama kalinya Ryujin menapakkan kakinya di halaman sekolah Nimberland—sebagai siswi baru kelas Sepuluh. Tidak banyak peristiwa yang bisa mengizinkan Ryujin masuk ke dalam sekolah ketika ia datang terlambat, apalagi jika sudah seterlambat ini.

Ia melihat seorang pria penjaga gerbang sekolah sedang berdiri di balik jeruji. Ia menyapa pria itu dengan penuh optimisme.

"Selamat pagi," kata Ryujin.

Tubuh laki-laki itu tinggi besar dan berotot tebal seperti kuda, urat-urat di gumpalan ototnya terlihat sangat mengerikan. Rambutnya hitam dan dipotong sangat pendek seperti tentara. Kontras dengan penampilannya yang tampak sangar, laki-laki itu malah menjawab salamnya dengan suara bass yang sangat ramah.

"Selamat pagi, Nona."

Kumis mungil seperti chocochip tersembul lucu dari atas bibir laki-laki itu.

"Boleh aku masuk?" tanya Ryujin, melebarkan senyum.

Tidak butuh waktu lama–seperti yang Ryujin harapkan, pria itu membuka pintu gerbang yang terkunci dan memperbolehkannya masuk.

"Silakan," kata laki-laki itu sambil membalas senyumnya.

Ryujin bersyukur sebesar-besarnya pada Tuhan. Ini adalah hadiah terindah dalam hidupnya. Ia memberikan senyuman terbaiknya pada penjaga gerbang sekolah itu dan mengucapkan terima kasih.

Ryujin melangkah ringan ke dalam bangunan sekolah, menyisiri setiap ruang kelas yang terlihat. Di bangunan sebesar ini, Ryujin sama sekali tidak tahu kelasnya pertamanya ada di mana. Kelas Prancis. Hanya itu saja petunjuk yang dimilikinya.

Petunjuk yang sama sekali tidak membantu.

Kelas Prancis tidak pernah mudah bagi Ryujin. Ia memiliki ketakutan sendiri terhadap pelajaran itu. Kalau ada yang namanya phobia terhadap kelas Prancis—anggap saja Franchophobia—Ryujin sudah pasti adalah pengidap Franchophobia kronis. Jika Franchophobia adalah penyakit mematikan, maka Ryujin pasti sudah mengidap kanker Franchophobia stadium akhir, dengan harapan hidup nol. Alias benar-benar sudah tidak bisa terselamatkan lagi.

Awal mulanya adalah ketika ia duduk di kelas Delapan di Springbutter, ia pernah dipermalukan oleh guru Kelas Prancis pertamanya. Ryujin mungkin memang tidak terlalu cakap dalam belajar bahasa asing, tapi kata-kata celaan dari guru Kelas Prancisnya pada waktu itu—Mlle.Jennie—benar-benar membekas sampai ke tulang sumsumnya.

"Mademoiselle Shin," kata wanita itu. "Kau ini benar-benar tolol. Membuat frustrasi. Lebih baik aku mendengar suara monyet daripada mendengar bahasa Prancismu."

Itu adalah kalimat terakhir yang pernah diucapkan Mlle.Jennie tepat sebelum wanita itu mengundurkan diri dari pekerjaannya karena menyerah dengan keadaan Ryujin. Kata-kata itulah yang telah membuat semangat berbahasa Prancis Ryujin terjun bebas. Menabrak bumi dan tewas seketika. Ryujin sendiri yakin, syaraf linguistik berbahasa Prancis di seluruh penjuru sel otaknya pun telah meninggal dunia.

Sejak saat itu, Ryujin selalu gagal dalam kelas Prancis. Mlle.Jennie memang bukan favorit semua siswa—karena gaya mengajarnya yang buruk, ia banyak diprotes oleh orangtua murid—tapi bahkan setelah Mlle.Jennie diganti dengan guru lain pun, traumanya terhadap bahasa Prancis seakan tidak pernah tersembuhkan. Kelas Prancis telah membuatnya berkali-kali terancam tidak naik kelas dan memperkenalkannya pada Hukuman Toilet Springbutter yang tidak pernah bisa dilupakan.

Ryujin terhenti sejenak.

Ia mendengar suara ceracau khas di sebelah kirinya. Terdengar persis seperti suara orang yang berbicara sambil tersedak dahak. Tubuhnya langsung menciut hingga berukuran mikroskopis.

RYUJIN & FRENCH CLASSWhere stories live. Discover now