Franchophobia (3)

376 61 3
                                    

Ryujin tidak bisa bilang kalau kelas pertamanya di Nimber terasa menyenangkan. M.Do akhirnya menyuruhnya duduk di bangku paling depan. M.Do selalu menunjuk Ryujin ketika membahas kembali materi pelajaran di sekolah menengah pertama. Peragaan-peragaan singkat yang dibuatnya selalu sukses membuat murid-murid lainnya tertawa. Seperti sebuah kuis berhadiah, lafal pengucapan Ryujin yang terlalu kacau membuat semua orang begitu bersemangat untuk memperbaikinya.

Dan berkat atraksinya yang tak terlupakan di Kelas Prancis pada pagi itu, Ryujin segera menjadi pusat perhatian pada jam pergantian kelas. Topik Ada-Anak-Baru-Yang-Bahasa-Prancisnya-Jeblok dengan cepat menjadi buah bibir di kalangan anak-anak baru.

Semula Ryujin tidak menyadari ini, tapi ketika ia mulai memergoki beberapa anak sedang menatapnya dengan ganjil, menunjuk-nunjuk, melirik dengan cara aneh, akhirnya ia sadar sedang menjadi bahan pembicaraan hampir seluruh siswa kelas sepuluh. Tapi Ryujin tak terlalu memikirkannya. Ia memang selalu begitu. Ia biasanya memilih tidak memusingkan hal-hal yang tidak penting.

Ryujin tak tahu apa yang terjadi pada anak-anak laki-laki ini, tapi yang jelas mereka getol sekali ingin dekat-dekat dengannya. Dua di antaranya adalah Soobin dan Yeonjun–mereka sudah menghampirinya dan berbasa-basi sebentar. Sekarang giliran anak laki-laki ketiga.

"Hai, Ryujin," kata anak laki-laki itu, memamerkan senyum terbaiknya. Ia mengulurkan tangannya dengan wajah bersahabat. "Mark Lee. Aku tadi duduk persis di belakangmu di kelas Prancis. Masih ingat?"

Anak laki-laki itu terlihat menarik dengan gigi yang bagus dan rahangnya lebar sempurna. Matanya berwarna hijau toska dengan bulu mata yang pendek. Dada bidangnya terlihat begitu kokoh dan cukup berotot. Bentuk tubuh yang akan membuat iri anak laki-laki mana pun di ruang ganti laki-laki.

Ryujin ingat anak ini.

"Hai," kata Ryujin. Ryujin menyambut jabatan tangannya dengan mantap. "Mark. Mark Lee. Tentu saja aku ingat. Kau kan tadi yang tertawa paling keras di kelas. Tepat di belakang kupingku."

Anak laki-laki itu tergelak.

"Maaf—habisnya kau ini lucu sekali, Ryujin. Aku belum pernah melihat gadis selucu kau," ujar Mark, memamerkan senyum lebarnya. "Jadi—kau ini tak bisa bahasa Prancis ya? Apa benar-benar begitu?"

Ryujin mengangguk. Dari tadi anak laki-laki yang mendekatinya menanyakan pertanyaan yang sama. Yeonjun dan Soobin malah sempat mengajak belajar bersama. Pada kenyataannya justru topik ini adalah topik yang biasanya selalu dihindarinya. Tapi demi teman baru, Ryujin berusaha menjawab ramah.

"Aku bisa meminta nenek mengajarimu," kata Mark.

Ryujin terbatuk-batuk.

"Apa?" kata Ryujin. "Nen—tidak. Tidak perlu repot-repot, Mark."

"Tidak apa-apa. Nenekku pernah tinggal di Swiss sewaktu masih muda dulu. Beliau bisa lima bahasa. Kadang-kadang mengajariku," kata Mark. "Bahasa Inggris, Prancis, Polandia—"

"Baiklah, mungkin. Akan kupertimbangkan," kata Ryujin, menggaruk-garuk kepalanya. "Terima kasih atas tawarannya."

Anak laki-laki itu mencoba pendekatan yang lain. Ia mencondongkan tubuhnya dengan "Umm—Ryujin," kata Mark sekali lagi.

Ryujin tertawa. "Baiklah, Mark Do."

Anak laki-laki itu terkejut, melambaikan kedua tangannya.

"Tidak, tidak," kata Mark dengan ekspresi sangat serius. "Aku Mark Lee. Nama keluargaku Lee, bukan Do. Nama belakang ibuku juga Kim, bukan Do. Jadi, namaku Mark Lee, bukan Mark Do."

Ryujin memutar bola matanya. Sepertinya Mark tidak menangkap maksud dari leluconnya tadi. Ryujin padahal hanya menggabungkan namanya dengan nama belakang guru Kelas Prancis mereka–M.Do.

"Kau mengerti, kan?" tanya Mark sekali lagi.

"Yeah," kata Ryujin. "Mengerti."

"Eh. Um—Ryujin."

"Ya?"

Anak laki-laki itu mendekati Ryujin lagi dengan senyum yang menggoda. "Apakah ada yang pernah mengatakan padamu kalau kau itu sangat menggemaskan?"

Ryujin mengernyit. "Apa?"

Mark tersenyum lebar. "Iya. Kau sangat menggemaskan."

"Meng—gemaskan??"

Ryujin tertawa meledak.

Mark mengangguk.

"Baiklah," kata Ryujin sambil terkikih geli. "Kurasa kau terlalu berlebihan. Aku tidak merasa diriku—ehm—menggemaskan. Ada lagi yang ingin kau sampaikan?"

Mark mengerucutkan bibirnya.

"Bukan menggemaskan? Hm, mungkin menarik?" kata Mark, meneruskan pembicaraannya. "Hmm, entahlah. Yang jelas entah kenapa keberadaanmu itu menarikku untuk mendekatimu."

"Apa?"

Ryujin tertawa lagi. Kosa kata anak laki-laki ini benar-benar absurd. "Menarikku untuk mendekati—memangnya aku magnet?"

Mark menggeleng heran. "Tidak. Aku kan bukan besi."

Ryujin menyerah.

"Yeah," kata Ryujin. "Aku setuju."

Ryujin menarik napas panjang. Hari pertamanya begini lagi.

Mark memang bukan yang pertama yang pernah mendekatinya. Entah mengapa sejak kelas Tujuh, terlalu banyak anak laki-laki yang mendekati Ryujin. Tidak ada satupun yang menarik perhatian gadis itu, bahkan playboy yang paling terkenal pun sudah angkat tangan menghadapinya. Saking kebalnya Ryujin terhadap kaum pria, sempat muncul spekulasi di sekolahnya dulu bahwa ia sebenarnya adalah seorang lesbi. Spekulasi yang sangat, sangat, sangat konyol.

Ryujin mulai mencari topik pengalih yang menarik. Tak lama setelah jam Kelas Prancis berakhir, Ryujin sempat mencuri dengar dari beberapa siswa baru yang cukup heboh membicarakan soal dua murid baru Nimber yang sangat menonjol. Shuhua Yeh, kabarnya adalah murid baru paling cantik–dan Jeno Lee yang benar-benar tampan seperti pangeran. Ia akan mencoba topik Shuhua Yeh, seperti yang tadi ia terapkan pada Soobin dan Yeonjun. Sejauh ini cukup efektif.

"Oh, iya. Mark. Kau tahu Shuhua Yeh?" tanya Ryujin, menggaruk-garuk kepalanya lagi. "Kudengar dia anak baru yang paling cantik di sekolah."

Mark mengernyit.

"Ya, aku sudah pernah dengar," jawab Mark. "Tapi aku belum pernah melihatnya."

Ryujin menggeliat. Ia sendiri juga belum pernah lihat.

"Kurasa sebaiknya kau mencari tahu tentang dia, lalu kau dekati dia. Dia sangat cantik. Sangat, sangat, sangat cantik," kata Ryujin. "Kudengar dia baru putus dari pacarnya."

Ryujin harus berulang-ulang mengucapkan kata 'sangat cantik' dengan ekspresi yang berlebih-lebihan. Tak sulit untuk menebak kalau Mark telah terpengaruh oleh persuasi Ryujin. Ryujin telah mengucapkannya dengan gaya yang sangat meyakinkan.

"Dia sangat cantik. Kau harus segera mencarinya. Kalau tak cepat-cepat, nanti dia keburu disambar orang lain," tambah Ryujin. "Sangat. Sangat. Sangat. Sangat. Cantik."

Mark membelalak.

"Benarkah?" tanya Mark. "Kau tahu tidak di mana kelasnya?"

Ryujin menelan ludah. Sejujurnya ia tidak tahu apa pun tentang gadis itu kecuali hanya namanya saja. Itu pun hasil menguping. Ia terpaksa mengangkat pundaknya.

"Tidak," kata Ryujin sambil memutar otak lagi. "Tapi bukankah lebih asyik kalau mencari tahu sendiri? Anggap saja ini bagian dari petualangan cintamu. Betapa sulitnya perjuanganmu mencari tahu tentangnya tentu akan menjadi kisah yang indah untuk cinta kalian berdua. Dia pasti akan senang mendengarmu memperjuangkannya."

Ryujin tercengang mendengar kata-katanya sendiri. Ia tidak menyangka bisa mengarang alasan secerdas itu.

"Baiklah," kata Mark antusias. "Kalau begitu, akan kucari tahu. Terima kasih, Ryujin!"

Ryujin tersenyum simpul. Anak laki-laki itu bergegas pergi, bergerak semakin jauh dan menghilang di antara kerumunan, tepat ketika bel sekolah berbunyi menandakan waktu jam istirahat yang telah habis.

Ryujin bersiap-siap mengikuti kelasnya yang kedua.

RYUJIN & FRENCH CLASSWhere stories live. Discover now