Jejak Luka

28 9 2
                                    

Nia terisak, air mata tak berhenti mengalir di pipinya, hatinya hancur saat ini. Perih yang di rasakan pada bagian tubuhnya lebih perih lagi hatinya, menerima semua kenyataan Sham telah mengambil kesuciannya secara paksa.

Sampai hati  Sham melakukan semua itu padanya, padahal dia sudah percaya dan menganggap Sham sebagai keluarganya, abangnya.

Masih segukan sambil memeluk lututnya, perasaan Nia campur baur antara marah, sedih, kecewa, benci juga takut. Dia teringat dengan Isman yang dicintainya, apa yang harus dikatakan padanya nanti? hal ini membuat tangisnya tambah pilu terdengar.

Sementara Sham tertegun di tepi tempat tidur memandangi gadis yang sangat terluka itu, bebagai perasaan berkecamuk dalam hatinya. Dia meremas rambutnya menyesali apa yang telah dia perbuat, hatinya sakit melihat Nia menangis dan terluka karenanya.

Sham berusaha mendekati dan memeluk Nia tapi ditepis dengan kasar oleh Nia,

"Maafkan Abang, abang khilaf!" pinta Sham, matanya mulai berkaca-kaca.

Gadis itu masih terisak memeluk lututnya. Dia tidak menghiraukan ucapan Sham, dadanya masih terasa sesak karena peristiwa ini, sebuah permintaan maaf tidak akan mengembalikan semuanya hanya membuat hatinya tambah sakit.

"Nia, Abang betul-betul minta maaf, Abang khilaf..." Sham memohon lagi "Abang janji akan bertanggung jawab" lanjutnya dengan suara parau.

Nia masih tidak bergeming dengan kata-kata yang keluar dari mulut Sham. Apalah arti kata bertanggung jawab, hatinya terasa hampa sekarang ini, tidak tahu apa yang harus di perbuat.

Fikiran Nia kembali melayang pada Isman, tangisnya kembali pecah, "maafkan aku abang, tak bisa menjaga diri.."  ratapnya dalam hati. Nia merasakan dunia nya berubah jadi gelap sekarang ini, dia membenci Sham yang menyebabkan semua ini terjadi dalam hidupnya.

Sham menyadari,  Nia pasti sangat marah padanya saat ini bahkan mungkin juga membencinya. Dia pun membenci dirinya lebih dari apapun karena telah menyebabkan orang yang di sayanginya hancur seperti ini, Sham sungguh sangat menyesal.

"Nia.. please!" Sham terdengar putus asa, tak tahu lagi harus berbuat apa dalam situasi ini.

Nia tidak menghiraukan Sham, Dia bangkit mengemasi barangnya lalu keluar dari kamar  meninggalkan Sham yang masih tertegun.

Nia berjalan menyusuri jalanan yang sepi, jam ditangannya menunjukan pukul setengah lima pagi, dia berjalan tak tentu arah sambil masih terisak. perasaannya sangat kacau saat ini.

Sham tersentak dari lamunannya, baru menyadari Nia sudah tidak ada lagi dihadapannya, dia kemudian setengah berlari mengambil kunci kontak mobilnya bermaksud mengejar Nia.

Sudah dua kali berputar mengelilingi kompleks  Sham belum menemukan gadis itu, membuatnya jadi panik hari masih gelap takut terjadi sesuatu dengannya karena gadis itu pergi dalam keadaan marah dan terluka.

Berkali-kali Sham mencoba menghubungi ponsel Nia tapi tidak ada jawaban dari gadis itu membuat Sham tambah panik.

Sham akhirnya memutuskan pergi ke hostel tempat Nia tinggal siapa tahu gadis itu memang sudah pulang ke hostel.

*****

Nia berjalan mengikuti langkah kakinya, tidak tahu harus pergi ke mana. Air matanya jatuh tak terbendung lagi, perasaan bersalah pada Isman semakin menjadi-jadi, andaikan dia menuruti Isman semua ini tidak akan terjadi.

Isman sudah melarangnya pergi jauh-jauh selama dia tidak ada, tapi Nia tak menurutinya malah pergi dengan Sham.

Di ujung jalan Nia mematung berharap ada taxi yang lewat dan kebetulan tidak berapa lama ada sebuah taxi yang lewat, Nia segera menghentikannya.

"Tasik, Bang!" Nia meminta driver itu mengantarkannya ke Tasik

Driver itu mengerutkan keningnya melihat Nia dari laca spion, "pagi buta pergi tasik?"  tanyanya dalam hati. Tapi Dia tidak mau banyak bicara, kelihatannya penumpangnya ini sedang ada masalah pribadi. Dia segera menjalankan mobilnya menuju tempat yang diminta.

Hari mulai terang saat Nia tiba di tasik. Nia duduk di kursi tempat Dia dan Isman biasa duduk di tempat ini. Nia masih terguncang karena kejadian itu, berusaha menenangkan dirinya di tempat ini.

Dia belum bisa pulang ke hostel karena hari masih pagi, nanti saat teman-teman yang shift malam pulang baru dia bisa menyelinap masuk ke dalam hostel.

*****

Setelah turun dari taksi, Nia berjalan lunglai menuju gerbang hostel dan tidak menyadari keberadaan Sham yang sedari tadi menunggunya di dalam mobil yang terparkir di area parkir.

Sham sedikit lega melihat gadis itu baik-baik saja, dia sebenarnya takut Nia berbuat yang tidak-tidak karena kejadian tadi malam.

Dalam hati  dia berjanji akan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya pada pada gadis itu, tidak perduli Nia membencinya sekalipun dia tetap akan bertanggung jawab.

Setengah menyeret Sham membawa Nia masuk ke dalam mobil, tidak perduli gadis itu meronta berusaha melepaskan diri.

"Lepaskan!" setengah berteriak Nia berusaha melepaskan tangan Sham

"Tidak!, kita harus bicara!" Sham tidak melepaskan Nia dia menyeret Nia memasuki mobilnya.

Nia akhirnya menyerah mengikuti kemauan Sham, dia tidak mau memancing keributan di tempat ini dan membuat semua penghuni hostel bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.

"Nia, Abang betul-betul mohon maaf! Ampunkan Abang..!"  pinta Sham sungguh-sungguh setelah mereka berdua duduk dalam mobil.

Masih terdiam, Nia memandang lurus ke depan tatapannya kosong, hatinya masih hampa. Peristiwa ini membuatnya sangat terluka, sakit hati dan kebenciannya pada Sham tidak terbendung lagi.

Fikiran Nia kembali melayang pada Isman yang sampai sekarang belum ada kabar darinya, apa yang harus Dia katakan pada Isman.. bisakah Isman mengerti dan menerimanya keadaanya saat ini. Tak terasa air mata kembali mengalir di pipinya.

"Abang akan bertanggung jawab, abang akan nikahi kamu!" lanjut Sham memecah keheningan

"Please, bagi Abang peluang!?"

Nia masih tidak merespon semua ucapan Sham, baginya semua kata-kata Sham tidak ada artinya, perbuatan Sham telah melukainya meninggalkan jejak luka yang tidak mungkin sembuh lagi.

"Nia, Abang tahu..kamu membenci Abang, tapi please biarkan Abang tanggung semua ini, Abang tak nak kamu tanggung seorang!" pinta Sham menghiba setengah putus asa karena Nia masih tidak mau bicara padanya.

Nia menatap tajam wajah Sham yang memelas,

"Sudah cukup bicaranya?" tanyanya sinis

"Aku pergi!" lanjut Nia sambil  membuka pintu mobil. Nia turun dari mobil tak menghiraukan Sham yang masih tertegun.

"Aaarrgh.."

Sham kesal pada dirinya, kenapa waktu itu dia tidak bisa mengontrol dirinya hingga peristiwa itu terjadi. Sekarang Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa pada Nia, bicara saja Nia sudah tidak mau.

*****

My Love Undercover Where stories live. Discover now