Bukan Kelinci Percobaan

33 17 0
                                    

Kejadian sore tadi sepertinya akan jadi kenangan yang tak akan terlupakan, sungguh sebuah cerita memalukan buat Nia, dia tersenyum geli sendiri, "Konyol" umpatnya. Bagaimana tadi dia ketakutan setengah mati karena dia fikir ya yang mengejar ya seekor binatang buas, ternyata... hadeuh! Nia menepuk jidatnya.

Sampai di penginapan tadi, Nia langsung membersihkan badannya. Badannya terasa lengket karena keringat, seluruh pakaiannya tadi kotor oleh pasir saat terjatuh tadi.

Setelah bersih-bersih, Nia keluar dari penginapan menuju pantai. Teman-temannya yang lain sudah terlebih dahulu berada di sana, sudah banyak yang terkumpul, malam ini acara api unggun jadi di gelar.

Nia duduk sendiri di pasir, di area tempat acara di gelar. Dia agak memisahkan diri dari teman-temannya yang lain, Nia menikmati hembusan angin laut yang berhembus, memandang ke arah laut tapi yang dia lihat cuma gelap, sesekali terdengar deburan ombak yang tidak begitu besar.

"Hiiiy." Nia merinding, gimana kalau tiba-tiba ada monster dari dalam laut itu, fikir ya. Kadang dia suka parno dengan hal-hal kaya gitu, dia kebanyakan nonton film horor soalnya.

Di banding laut, Nia lebih suka gunung. Laut baginya terkadang terlihat menyeramkan karena dia tidak bisa melihat dasarnya, yang terlihat hanya deburan ombak di permukaannya. Dia bisa mencapai puncak gunung tapi tidak bisa menyelam sampai ke dasar laut.

Nia asyik dengan lamunannya, dia tidak menyadari Ian memperhatikannya dari tadi, Ian menghampiri kemudian duduk di samping Nia yang sedang duduk memeluk lututnya sambil menerawang ke arah laut.

"Serius banget, kamu lagi liatin apa sih?" tanya Ian memecah kebisuan, sambil mengambil tempat disisi Nia.

"Itu, lagi lihat laut." jawab Nia pendek, tidak menghiraukan keberadaan Ian.

"Apa yang salah dengan lautnya? daripada lihat laut mah mending lihat aku!" celetuk Ian kocak.

Nia mendelik "Apa bagusnya liatin kamu!, konyol deh! " gumam Nia kesal.

Ian terkekeh, dia suka banget menggoda gadis itu, kadang-kadang dia suka kalau melihatnya cemberut marah. Nia terlihat imut kalau lagi ngambek.

Sebetulnya Ian hanya ingin menghibur Nia, dia melihat Nia banyak memendam sesuatu dalam hidupnya, Ian tidak tahu bagaimana sebenarnya kehidupan yang gadis itu alami, Nia cukup tertutup tentang kehidupannya.

"Ya udah, kalau kamu nggak mau liatin aku.. Aku aja yang ngelihati kamu ya!" Ian berusaha menggoda Nia dengan senyum nakalnya.

"Hiss.." Nia menggumam "Gombal!" serunya

Ian terkekeh, "Ayolah Nia, biar adil gimana kalau kila saling lihat-lihatan aja!" Ian mengedipkan matanya berusaha menggoda Nia lagi.

Nia melototkesal, dengan geram dia mencubit tangan Ian, anak satu ini kurang sehat kayaknya gerutunya dalam hati. Ian meringis mengusap-ngusap tangannya yang barusan kena cubit.

"Kamu galak banget sih! Jadi korban lagi nih tangan aku" Ian menggerutu.

Nia tersenyum mengejek " Makanya kalau ngomong jangan sembarangan!"

"Oke..oke..!" jawab Ian serius, ia tidak ingin menggoda gadis itu  lagi, bahaya! bisa bisa tangannya habis dicubit Nia.

Suasana hening sejenak, keduanya terdiam. Nia kembali memandang laut dan langit diatasnya yang bertabur bintang. Dia teringat Ibu dan adiknya di Indonesia, semoga mereka baik-baik saja disana, doanya dalam hati.

Ian melirik Nia yang sedang terdiam "Nia, knapa kamu bisa terdampar di sini?" tanya Ian memecah keheningan.

"Karena takdir lah!" jawab Nia ASAL sambil terus memandang kedepan.

"Maksudku, apa yang membawamu sampai ke negeri ini?" tanya Ian serius mengharap jawaban Nia.

"Pesawat terbang!" jawab Nia cuek, padahal hatinya ingin tertawa terbahak-bahak cuma dia tahannya, dia ingin balas ngerjain Ian.

Ian menepuk jidatnya kesal dengan jawaban Nia, dia bertanya serius tapi gadis itu menjawabnya asal-asalan.

"Ha..ha.." Nia nggak bisa lagi menahan tawanya, melihat reaksi Ian  atas jawabannya.

"Makanya kalau nanya, di fikir dulu" celetuknya.

Ian garuk-garuk kepala tak gatal, menyadari dia salah mengajukan pertanyaannya,

"Iya, maksudku... kamu kok bisa bekerja di sini, seharusnya seumuran kamu mah masih kuliah bukan kerja" Ian mengulangi pertanyaannya.

"Sederhana, Aku nggak punya biaya buat kuliah" jawab Nia, kali ini dia serius.

"Kan ada orang tua?" Ian lanjut bertanya

"Orang tua aku udah lama berpisah, dari aku masih bayi. Ibuku yang membesarkan aku sendirian, kasihan kalau aku terus merepotkannya,  jadi aku memutuskan kerja buat bantu Ibu daripada kuliah"

Nia terdiam sesaat " Begitulah" lanjutnya.

Ian terdiam mendengar penjelasan Nia, alasan Nia tidak jauh dengan alasannya kenapa dia memilih bekerja, bedanya orang tuanya tidak bercerai tapi dia punya adik yang masih harus di biaya sekolahnya.

"Sama dong.." gumam Ian. Nia mengernyitkan dahinya, melihat ke arah Ian.

"Orang tua kamu bercerai juga?" tanya Nia penasaran

"Nggak, orang tuaku nggak bercerai, hanya saja aku masih punya dua adik yang harus di biayai sekolahnya" jawab Ian.

"Kamu beruntung.." ucap Nia lirih terdengar sedih,

Ian tersadar melihat ekspresi Nia,  jawabannya mungkin membuat gadis itu sedih. Dia berusaha menghibur, dengan menepuk bahunya Nia

"Kamu juga beruntung, beruntung ketemu aku!"  canda Ian, berusaha membawa situasi agar tidak terlalu serius.

"He..he.." Nia tertawa, Ian senang melihatnya.

"Nah, gitu! tertawa lebih baik daripada sedih kaya gitu" Ian kembali menepuk bahu Nia.

Nia terdiam, tepukan di bahunya membuat dia merasa nyaman, perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, dia merasa tidak sendirian lagi di negeri yang asing ini, dia merasa seperti memiliki tempat berlindung.

"Hmm.. bisa tolong lepasin tangan kamu nggak?" pinta Nia,

Ian terperanjat, baru tersadar tangannya masih melekat di bahu Nia.

"Eh..Iya," Ian terlihat gugup takut Nia marah "Maaf ya..."

"Ngak apa-apa, cuma nggak enak dilihat orang lain, ntar dikira pacaran lagi, kan aku yang rugi!" celetuk Nia

"Kok, kamu yang rugi?" tanya Ian, dia tidak mengerti maksud Nia,

"Iya, Ntar yang naksir aku pada mundur semua dong!" canda Nia

Ian tertawa mendengar candaan Nia, "Kamu kocak juga ya!"

Nia tersenyum, "Baru tahu ya.."

"Iya, aku fikir kamu tu dingin, cuek, ketus dan lain-lain deh.." Ian balik bercanda.

"Makanya kalau menilai orang jangan luarnya aja!" sahut Nia

Iyan tersenyum nakal "Iya, makanya aku semakin ingin masuk, nggak mau di luar aja, supaya nggak salah menilai"

"Maksud kamu?" tanya Nia bingung, dia tidak mengerti maksud perkataan Ian.

"Aku ingin mencoba masuk ke hatimu.." Jawab Ian sambil mengedipkan matanya.

Buuuk. Nia meninju bahu Ian dengan kesal, anak ini kalau bercanda suka kelewatan deh.

"Jangan coba-coba ya!" grutu Nia

"Emang knapa?" Ian penasaran

"Sekali masuk, kamu nggak bakal bisa keluar lagi!" Jawab Nia asal

"Lagian aku bukan kelinci percobaan!" lanjutnya.

Ian menepuk jidatnya, salah ngomong lagi nih! gumamnya dalam hati.

*****

My Love Undercover Where stories live. Discover now