Ch. 148 - Keadaan yang Tidak Baik

126 38 0
                                    


Bulan yang hampir penuh dapat terlihat mengintip diantara awan-awan yang memenuhi langit malam, memberikan penerangan alami yang terbatas di gunung besar yang sedang berada dalam keadaan berbeda dari biasanya.

Gunung yang sudah menyala terang.

"Haiya!"

Boom!

Bongkahan es raksasa menghantam wajah seekor kodok raksasa dan berhasil mengikis batu merah yang melindungi tubuhnya selama beberapa saat, sebelum lahar yang mengalir keluar dari punggungnya menutupi tempat itu dan membentuk batu pelindung baru.

Hinata mendarat dan melihat bongkahan es dengan tinggi 10 meter pelukannya yang sudah mulai meleleh dan akhirnya berubah menjadi air dalam beberapa detik saja.

Air dalam jumlah besar itu akhirnya mengalir melewati kaki dua gadis yang berada cukup jauh di belakang Hinata itu dengan wajah pucat.

"Hah... hah... ini tidak... ada habisnya?"

"...ya"

Adeline baru saja melihat bongkahan es ciptaannya gagal memberikan kerusakan fatal pada Disaster Beast di puncak gunung itu. Pemandangan yang di sekitarnya mulai terlihat buram dan tongkat di tangannya juga terasa sangat berat.

Aura yang berdiri di sampingnya juga terlihat sangat pucat dan masih berusaha tetap berdiri sambil melihat punggung Hinata yang sedang meluncurkan serangan demi serangannya pada Beast itu tanpa henti. Kakinya sudah hampir tidak memiliki tenaga sama sekali dan membutuhkan bantuan Clear untuk menjaganya tetap berdiri.

"Ei!"

Boom!

Sudah empat... lima jam? Matahari sudah lama tenggelam di saat pertarungan ini berlangsung. Disaster Beast itu ternyata bisa menghisap Mana Api yang sangat murni dari gunung api itu untuk membentuk pelindung kuat di luar tubuhnya dan juga menyembuhkan luka yang dia terima.

Rencana demi rencana telah mereka coba tanpa satu pun yang berhasil.

Pertama mereka mencoba bertarung dengan biasa setelah melihat Hinata menghajar Disaster Beast itu tanpa masalah sedikitpun, tetapi akhirnya menyadari kemampuan penyembuhan tidak masuk akalnya itu.

Mereka kemudian mencoba memancing kodok itu untuk menjauh dari gunung api itu, tetapi dia malah mulai menembakkan lahar dari punggungnya ke semua arah dan berniat meletuskan gunung api itu sekali lagi.

Mencoba menyerangnya dengan sihir es andalan Adeline? Dia langsung menyerang mereka berdua dengan hujan lahar dalam jumlah besar tanpa memedulikan Hinata yang menyerangnya secara terus menerus. Basalt dan Twig sampai terluka parah untuk melindungi mereka berdua saat itu.

"A...yo...!"

Adeline mulai merapalkan manteranya lagi dan lingkaran sihir mulai terbentuk di depannya, yang akhirnya menghasilkan es setinggi 10 meter. Ini bukanlah sihir serangan atau apapun, hanya sihir yang membentuk es menggunakan Mana Air yang berubah menjadi Mana Es.

Basalt langsung berjalan mendekat dan langsung memeluk bongkahan es besar itu, lalu mengangkatnya dengan satu gerakan mulus.

"Hoh... hoh!"

Otot kedua lengannya dapat terlihat dengan jelas disaat dia mengangkat bongkahan itu ke atas kepalanya kemudian langsung melemparkannya sekuat tenaga ke atas gunung api itu.

Woosh!

Pemandangan bongkahan es setinggi 10 meter yang melayang di udara memang terlihat aneh, tetapi itu sudah terjadi belasan kali selama satu jam terakhir saja.

Sesaat sebelum bongkahan es itu menghantam kepala Disaster Beast itu, Hinata tiba-tiba muncul di antara mereka dan langsung mengulurkan tangannya ke arah bongkahan es itu.

Bham-

"A...aah!"

BOOM!

Menggunakan semua energi dalam lemparan Basalt itu, Hinata menambahkan tenaganya sendiri ke dalam ayuannnya dan berhasil memaksa kodok raksasa itu menurunkan kepalanya.

"Ribbit!"

Gelombang Mana keras langsung muncul dan mendorong gadis berambut putih itu bersama serpihan-serpihan es di sekitarnya menjauh dari kodok itu. Waktu yang dihasilkan dari gelombang ini ternyata cukup untuk membiarkannya menutupi bagian pelindungnya yang sudah terkoyak lagi.

"Hup!"

Hinata mendarat di depan Aura dan Adeline bersama tetesan-tetesan air yang langsung menguap ketika menyentuh tanah di sekitarnya. Darah segar juga dapat terlihat tidak berhenti mengalir keluar dari lengan dan kakinya yang sudah berubah warna, dari bagian lengannya yang tidak gosong karena membentur tubuh panas Disaster Beast itu secara langsung.

"Uh..."

Aura mengeluarkan suara lemah saat melihat luka-luka itu dan mulai menggenggam tongkatnya dengan lebih erat, menunjukkan wajah tidak berdaya. Dia sejak awal pertarungan ini hanya bisa mengubah Mana Api menjadi Mana Murni untuk penggunaan sihir Adeline karena apapun yang dikeluarkannya hanya akan menjadi makanan kodok api itu.

Aura juga menemukan sedikit kepercayaan dirinya dalam api putihnya menjadi sangat terluka saat dia menyadari apinya itu tidak bisa menyembuhkan luka Hinata sama sekali. Padahal apinya masih bisa menyembuhkan Basalt dan Twig tanpa masalah sedikitpun, tetapi akan langsung padam ketika menyentuh luka di tubuh Hinata setiap kali dia mencobanya.

"Uh... ini yang terakhir..."

Adeline melempar botol merah yang baru saja dia tarik dari saku jubahnya kepada gadis berambut putih di depannya itu, kemudian jatuh terduduk dan langsung memejamkan matanya. Ini adalah posisinya yang paling nyaman untuk memulihkan Mana di tempat yang sangat tidak mendukung untuk penyihir es sepertinya.

Aura juga berlutut dengan tongkatnya yang masih menancap di tanah dan mulai merapalkan mantera sekali lagi, yang membentuk lingkaran sihir merah besar yang mulai berputar dengan cepat di bawah mereka.

Hinata sebenarnya memiliki kemampuan menyembuhkan diri yang sangat tidak masuk akal dan seharusnya bisa menyembuhkan luka setingkat miliknya saat ini dengan duduk diam beberapa menit saja, tetapi kodok di kejauhan itu terlihat sudah mulai menghimpun Mana Api dalam jumlah besar ke dalam mulutnya untuk meluncurkan satu serangan besar, tidak memberiannya keleluasaan seperti itu.

Tap

Hinata menghilang dari tempat berdirinya sebelum botol kosong yang dilemparnya menyentuh tanah, meninggalkan tanah yang terkoyak di belakangnya.

Adeline mulai mendapatkan kembali tenaganya setelah mengumpulkan Mana yang dihasilkan dari lingkaran sihir Aura yang mengubah Mana Api menjadi Mana Murni di bawahnya.

Aura juga bisa melihat Disaster Beast itu sudah berhasil mengumpulkan semua Mana Api yang dibutuhkannya dan mulai mengangkat kepalanya, berniat memuntahkan serangannya ke arah Hinata yang sudah hampir mencapainya dan mereka semua yang ada di belakangnya.

"Hah...hah..."

Dari tingkat tenaga yang dipancarkannya, serangan ini adalah serangan terkuat yang digunakannya sejak pertarungan ini dimulai dan karena posisi mereka, Hinata tidak akan bisa menghindarinya.

Jika Hinata yang baru pulih sampai terluka sekali lagi, mereka akan berada di posisi yang sangat tidak menguntungkan. Mereka tidak akan bisa bertahan sampai mereka berdua-

"...ah"

Sangat kecil, tetapi jelas.

Aura bisa melihat setitik cahaya di langit malam di kejauhan, yang mulai mendekat dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Adeline yang baru membuka matanya untuk merapalkan mantera es berikutnya juga menyadari titik cahaya yang sudah berubah menjadi garis cahaya yang memanjang dari kejauhan itu.

Hinata yang sedang berlari juga menyadari itu dan langsung menghentikan langkahnya, kemudian meloncat ke belakang dengan sekuat tenaganya.

Yang terakhir menyadari cahaya itu adalah Disaster Beast di atas gunung itu, yang melihat setitik cahaya yang langsung berubah menjadi cahaya yang membutakan dalam sekejap mata saja.

"Rib-"

Crackle-Boom!

Returning Humanity : Menyangkal Takdir KehancuranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang