Ch. 117 - Tempat Spesial

170 47 0
                                    


Setanta membuka matanya dengan lebar setelah mendengar itu, tidak percaya dengan apa yang baru di dengarnya.

"Ya, aku sudah mendapatkan ilmu pedang yang cocok untuk satu orang itu dan ilmu tombakmu lebih bagus dariku. Jadi, terima kasih"

Kali ini Uther yang terlihat sangat terkejut dan langsung menoleh ke sampingnya, lalu menemukan Setanta sedang menoleh ke arahnya juga.

"Apanya 'jadi, terima kasih'? Aku belum melihat kemampuan mereka dengan mataku sendiri"

"Ya tidak perlu kau lihat, aku sudah merubah rencanaku"

Leinn tiba-tiba menoleh ke arah dua pemuda yang masih syok itu.

"Kemampuan mereka belum cukup, jadi aku akan mengajarkan mereka dasarnya terlebih dulu"

Roland juga menoleh ke arah mereka, dan tersenyum kecil.

"Dasar, ya..."

Nafas dan detak jantung mereka yang mulai stabil setelah berhenti bergerak selama beberapa saat mulai menjadi tidak teratur lagi, karena menerima dua tatapan buas dari dua pemuda yang sedang tersenyum pada mereka.

Keringat yang membasahi pakaian mereka mulai tertutupi oleh keringat dingin yang mulai mengalir deras dari dahi dan punggung mereka juga.

Mereka menyadari diri mereka akan bertambah kuat setelah ini, tetapi perasaan tidak enak dapat terasa dengan jelas di belakang kepala mereka.

...

"...20344!"

Dan dengan satu tebasan terakhir itu, Uther jatuh ke tanah, kehabisan tenaga.

Matahari sudah tidak terlihat di balik tembok akademi, menandakan hari yang sudah hampir berakhir.

"...7550!"

Dan di sampingnya jatuh terbaring Setanta, yang baru selesai memberikan tusukan terakhir tombaknya.

Leinn hanya menyuruh mereka mengulang satu gerakan yang sama dan memberikan sasaran, lalu langsung berjalan ke tepi lapangan dan langsung tidur.

Uther harus mengayunkan pedang ke bawah sebanyak 20.344 kali, dan kedua kakinya tidak boleh bergerak sama sekali.

Setanta harus melakukan perubahan pergantian posisi kedua kakinya lalu menusuk berulang kali sebanyak 7.550 kali.

Pertama mereka terkejut dengan jumlah yang tidak sedikit itu, lalu bingung dengan angka yang aneh itu.

Tetapi mereka akhirnya melakukan sesuai perintah Leinn, dengan memasukkan tenaga ke setiap gerakan itu dari awal.

Yang memakan waktu paling lama adalah 1000 terakhir, dan yang terasa paling berat adalah 50 terakhir.

Satu-satunya yang menghentikan mereka berhenti di hitungan-hitungan terakhir adalah dua kata yang ditinggalkan Roland sebelum dia pergi dari lapangan itu.

"Jangan menyerah"

Dan sekarang disinilah mereka berada, tidak menyerah dan tidak bisa bergerak di lantai. Merasakan angin sore yang menerpa wajah mereka dan kedua lengan yang tidak bisa digerakkan lagi, mereka menyadari alasan angka yang aneh itu.

Leinn berhasil mengetahui batas tubuh mereka saat ini dan membiarkan mereka sampai di keadaan yang seperti sudah setengah langkah sebelum tidak sadarkan diri

"Selamat, setidaknya kalian bukan seseorang yang mudah menyerah"

Suara datang dari luar sudut pandang mereka, tetapi mereka sudah tidak memiliki tenaga untuk menoleh kesana.

"Jika kalian merasa masih mampu mengikutiku, datanglah besok di waktu yang sama"

Lalu suara langkah kaki muncul dan terdengar semakin menjauh, meninggalkan dua pemuda yang masih tidak bisa bergerak itu.

"Um..."

"...uh"

Sekarang adalah waktu dimana kelas sore baru selesai, dan murid-murid biasanya memilih untuk makan di kafeteria atau kembali ke ruangan mereka untuk beristirahat.

Jadi mereka berdua akan berada disini sampai tubuh mereka bisa bergerak kembali, yang sepertinya tidak akan terjadi dalam waktu dekat, atau berharap seseorang akan menyadari dua tubuh yang tidak bergerak di tengah lapangan latihan itu dan tidak langsung lari karena mengira mereka adalah mayat.

Dan pemuda yang baru meninggalkan mereka berdua terus berjalan tanpa menoleh ke belakang, terlihat tenggelam dalam lamunannya sendiri.

Leinn mulai bersenandung sambil berjalan kembali ke asrama.

"Hm~"

Memang beberapa hari terakhir terasa cukup membosankan bagi Leinn karena tidak adanya hal menarik yang bisa dia dilakukan, tetapi malam hari adalah pengecualian khusus.

Langit senja perlahan-lahan mulai menghilang dan digantikan oleh warna hitam malam yang pekat, yang diikuti dengan angin dingin yang mulai berhembus pelan.

Leinn akhirnya sampai di depan asrama murid baru dan langsung melangkah masuk tanpa basa-basi, melewati lorong-lorong dan tangga-tangga yang membawanya ke bagian bangunan yang lebih tinggi.

"Jadi di Kelas Teori Bertarung tadi siang, apakah benar..."

"Ya, kau tidak akan percaya..."

Dua pemuda di lorong panjang itu terlihat berjalan sambil membicarakan kelas yang mereka ikuti di siang tadi, tanpa menyadari pemuda berambut hitam yang berjalan melewati mereka begitu saja.

Rambut hitam milik Leinn adalah hal yang sangat unik, mengingat hanya dirinya yang memiliki rambut seperti itu diantara seluruh murid dan guru di akademi saat ini.

Tetapi itu tidak berhasil membuatnya disadari oleh belasan orang yang dilewatinya dan itu semua bisa terjadi karena dua hal, langkah kaki tanpa suara dan keberadaannya yang tidak terasa sama sekali.

Suara langkah kaki yang lebih lembut dari suara bulu yang jatuh di salju dan keberadaan seperti angin di siang hari.

Secara ironis, satu-satunya bukti keberadaan Leinn saat ini...

"Tunggu dulu, bukannya kau tadi ada...hm?"

Seorang pemuda berhenti berbicara secara tiba-tiba dan menoleh ke sekitarnya, membuat teman di sampingnya menjadi bingung.

"Ada apa...?"

"Tidak... mungkin hanya angin"

Dengan beberapa langkah ringan, Leinn berbelok sesaat sebelum pemuda itu menoleh dan berhasil keluar dari jalur pandangannya.

Dan dengan belokan itu, Leinn mencapai tangga terakhir yang akan membawana ke tujuan akhirnya, atap terbuka asrama itu. Pintu yang biasanya selalu terkunci di malam hari, berhasil dibukanya dengan kunci yang diterimanya dari salah satu murid baru yang bertugas menjaga taman asrama itu.

Dengan satu dorongan kuat, dua pintu itu terbuka dan menunjukkan pemandangan atap terbuka itu.

Tanaman-tanaman yang memiki berbagai warna dapat terlihat di sekitar atap asrama itu, menghiasi meja-meja putih yang juga tersebar di sekitar taman itu.

Leinn terus berjalan melewati semua meja-meja itu dan sampai ke satu kursi panjang yang berada di tepi atap, yang membiarkan murid yang duduk di atasnya untuk melihat sebagian dari akademi mereka dengan jelas.

Dia langsung membaringkan dirinya di atas kursi itu, membuat dirinya nyaman.

"Hah..."

Returning Humanity : Menyangkal Takdir KehancuranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang