Seakan berada di sekolahnya sendiri, Arkan berseru, "Ngapain masih bisik-bisik?! Bubar sana, bubar!!" Arkan tak peduli siapa saja siswa-siswi itu. Mau kakak kelas, atau adik kelas, yang penting mereka pergi dan tidak menjadikannya sebagai pusat perhatian lagi.

Akhirnya, siswa-siswi itu pun kembali fokus pada tujuan mereka sebelumnya, dan demikian juga Arkan. Arkan menarik napas seraya mendudukkan diri di samping Fiona.

Arkan meraih tangan Fiona yang ada di atas lutut gadis itu. "Pio-pio, lo gapapa?" tanya Arkan penuh kelembutan.

Fiona membalas tatapan Arkan, lalu perlahan turun pada seragam Arkan yang basah, hingga kaus dalamnya yang bagian depan tercetak jelas.

"Baju lo basah, Ar ... maaf ...." lirih Fiona.

Arkan menghela napasnya. "Ngapain minta maaf? Udah, gak usah peduliin gue dulu, sekarang jawab gue, lo gapapa?"

Fiona mengangguk pelan. "Gapapa, Ar ... makasih ya, makasih udah nolongin gue dari Monica."

Arkan tersenyum manis sekali. Kedua tangannya lalu ia rentangkan lebar. Niatnya Arkan hanya bergurau, tapi tanpa ia duga, Fiona justru benar-benar menghamburkan dirinya. Beruntung Arkan sigap menahan kepala Fiona. Bukan apa-apa, Arkan hanya tidak mau wajah Fiona basah karena memeluknya.

Fiona yang tidak tau mengapa Arkan menahannya, jadi menatap Arkan dengan bingung. "Kenapa?"

Arkan menarik kedua pipi Fiona secara bersamaan. "Baju gue basah, Pio-pio ... ntar aja kalau mau peluk pas kita lagi berdua, oke?"

Fiona mengalihkan tatapannya pada seragam Arkan. Astaga, ia lupa. Tapi sungguh, niatnya tadi memeluk Arkan bukan karena sesuatu yang aneh-aneh. Itu hanya bentuk terima kasihnya saja. Ah ... tapi kini rasanya wajahnya memanas. Fiona takut kalau Arkan berpikiran yang tidak-tidak.

Fiona akhirnya melepaskan tangan Arkan yang masih setia menempel pada kedua pipinya. Fiona menggaruk pelipisnya sembari tersenyum simpul dan merundukkan kepala.

Melihat Fiona yang malu-malu, Arkan jadi semakin gemas rasanya. Arkan mengacak-acak puncak kepala Fiona.

"Tunggu sini ya, gue pesenin makan dulu." ujar Arkan kemudian setelah puas dengan rambut Fiona.

Fiona kembali mengangkat kepalanya sembari menyisir rambutnya dengan sela-sela jarinya. Kesal sebenarnya, namun entahlah hatinya ini justru aneh. Ia malah merasa nyaman ketika Arkan menyentuh kepalanya. Akhirnya Fiona pun hanya mengangguk sebagai respon.

Arkan kemudian bangkit berdiri. Tepat ketika kakinya hendak melangkah, tatapannya langsung bertemu dengan sepasang kekasih yang sudah cukup ia kenal. Siapa lagi kalau bukan Octa dan Nadia.

"Octa, Nadia?" sapa Arkan sedikit terkejut, sebab mereka berdua tampaknya sudah berdiri cukup lama memandangi dirinya dan Fiona.

Mendengar perkataan Arkan barusan, Fiona langsung mengikuti arah pandang Arkan. Terlihat Octa dan Nadia yang berdiri tak jauh darinya dan Arkan.

Sepasang kekasih itu berjalan mendekat, lalu duduk tepat di hadapan Fiona. Bagi Fiona dan Arkan, ini rasanya seperti habis ketahuan berduaan dalam ruangan yang gelap. Ekspresi Octa dan Nadia sulit ditebak. Arkan tidak tau pasti apakah mereka marah, terkejut, atau bagaimana.

"Lo ngapain ke sini? Kok gak bilang-bilang? Gue kaget tau gak waktu denger bisikan kakak kelas yang nyebut-nyebut nama lo. Tadi di tangga juga gue liat Monica naik sambil cemberut mukanya. Lo gak diapa-apain kan sama dia?" cerocos Nadia tanpa henti.

Fiona terkikik geli. "Satu-satu, Nad ... hahahaha .... Pertama gue minta maaf. Gue lupa ngabarin lo kalau gue ke sini. Gue ke sini sama bokap. Dia mau ngusut kasus gue kemarin. Terus ... untuk masalah Monica ... rasanya gak mungkin kan kalau dia gak ngehujat gue? Gak cuma Monica, Bu Gita sama Pak Bambang tadi juga masih kayak dulu. Monica tadi hampir nyiram gue pake air minumnya ...," Fiona melirik Arkan yang masih berdiri, "terus Arkan ngelindungi gue, jadinya ya dia yang kena. Seragam dia basah, lo bisa lihat."

Cerewet Couple [E N D]Where stories live. Discover now