00

3.4K 181 14
                                    

•••••

Ini seperti mimpi!

Diterima kerja di sebuah perusahaan start-up terkenal yang sudah dijuluki sebagai salah satu perusahaan unicorn, itu seperti mimpi.

Akan tetapi, itu semua terwujud saat ia mau berusaha dan alhasil semuanya berhasil.

Ia tersenyum setelah keluar dari ruangan wawancara. Berbekal dengan sedikit pengalamannya saat kuliah serta beberapa proyek yang ia ambil, ia langsung diterima menjadi Sekretaris Direktur.

Salah satu pekerjaan penting yang mungkin nantinya akan membebani dirinya, tetapi ia bersyukur karena dirinya bisa mendapatkan pekerjaan pada periode singkat setelah kelulusannya.

Ia diajak berkeliling guna mengenal lingkungan sekitar serta koleganya yang akan berhubungan dengannya nanti. "Ini ruangan Manager Personalia, Cha Minjun." ujar supervisor sambil menunjuk ruangan dengan pintu kaca.

"Ini ruangan Manager Keuangan, Kim Mingyu." dirinya terus dikenalkan pada beberapa tempat.

"Ini ruanganmu." ujarnya sambil menunjuk sebuah ruangan kecil dengan peralatan lengkap.

Ah, ia menyukainya. Lebih privasi.

"Kau akan bekerja disini nanti Jihyo, tapi aku tidak yakin kau akan menikmati waktumu di ruangan walaupun sebentar, sebab Presdir akan memerlukanmu disisinya setiap saat, dan kau juga harus ikut saat ia melakukan kunjungan pada beberapa tempat ataupun perjalanan kerja lainnya." ujar Eunha, selaku supervisor.

"Oh, apakah Presdir sedang berada di tempatnya?"

Eunha menggelengkan kepalanya. "Tidak, kudengar Presdir sedang bertemu para tetuanya. Ada sedikit hal mendesak yang harus diurus." Jihyo mengangguk mengerti.

"Hari ini kau boleh melakukan apa saja, karena Presdir tidak masuk dan pekerjaanmu belum menumpuk."

Eunha mempersilahkan Jihyo masuk keruangannya. "Besok pekerjaanmu akan sedikit padat, apa kau sudah tahu?" Jihyo mengangguk. Ia mengambil sesuatu di dalam tasnya.

"Sekretaris Wakil Presdir memberikanku sebuah jadwal lengkap selama sebulan ke depan, ditambah beberapa tugas yang belum selesai."

"Bagus jika kau sudah bertemu dengan Mina, ia yang sebulan kemarin mengisi tempat kosong yang sekarang diisi olehmu. Ia sangat kewalahan." Eunha terkekeh.

"Kalau begitu aku undur pamit, ada sesuatu yang harus kukerjakan." Jihyo mengangguk. Ia membungkuk sedikit pada Eunha.

"Terima kasih telah membantuku."

Eunha tersenyum. "Bukan masalah besar, itu sudah menjadi tugasku." ia pun melenggang pergi meninggalkan Jihyo.

Gadis itu berjalan menuju meja keejanya. Ia menarik sebuah sticky notes pada tasnya dan menempelkannya pada meja kerjanya.

Tersenyum lebar setelah membaca tulisan pada sticky notes tersebut.

Kau berhasil Jihyo

Oh Jihyo merasa terharu setelah membacanya. Ia teringat pada neneknya yang pasti sudah menunggu di rumah dengan perasaan penuh tanya. Jangan lupa ingatkan Jihyo untuk membawa kue beras kesukaan neneknya untuk merayakan hari ini.

Serta, jangan lupa ingatkan Jihyo untuk membawakan sesuatu untuk orang tuanya.

•••••

Jihyo memasuki sebuah rumah minimalis dengan hiasan antiknya. Ia menenteng sebuah bingkisan yang telah dibelinya dengan riang.

"Nenek!" serunya membuat seseorang yang masih menggunakan sarung tangan tersebut keluar dengan terpogoh - pogoh.

"Kenapa nak?"

Jihyo menunjukkan bingkisannya. "Aku membelikan ini untuk nenek." wanita berumur itu mengernyit.

"Memang ada acara special kah? Aku tidak menyiapkan ap-," Jihyo menggelengkan kepalanya.

"Tidak nek, aku melakukan perayaan kecil."

Son Ryu Yi -nenek Jihyo- tersenyum lebar. "Kau diterima?" tanyanya tepat sasaran.

"Nenek benar!" Jihyo langsung memeluk neneknya.

"Aish anak nakal, aku masih memakai sarung tangan untuk kimchi, kau mau bajumu terkena bumbunya?"

Jihyo memajukan bibirnya, ia melepaskan pelukan itu perlahan. "Kalau nenek yang mengenaiku, aku tidak akan marah." lagi, Jihyo memeluk neneknya, membuat Ryuji kewalahan.

"Kau membawa apa?"

"Kue beras untuk nenek."

"Oh! Kue beras kesukaanku 'kah?"

Jihyo tersenyum. Ia mengambil bingkisan tersebut dan membukanya. Mengambil satu biji kue beras dan langsung ia suapi neneknya.

"Ini enak! Terima kasih nak." Jihyo terkikik.

"Kau sudah memberikan sesuatu kepada orang tuamu?"

Jihyo tersenyum sambil mengangguk kecil. "Aku mengunjungi mereka dulu sebelum bertamu kemari."

"Mereka pasti sangat bangga dengan seluruh pencapaianmu."

Pelupuk mata Jihyo berair, ia langsung menghapusnya kemudian menatap neneknya kembali. "Aku rindu mereka, nek." Jihyo memeluk neneknya.

Elusan di punggung Jihyo pun dapat membuatnya lebih tenang. "Aku juga sayang, aku sangat merindukan keduanya."

Jihyo menarik tubuhnya pelan, ia teringat sesuatu. Ia teringat akan bayi kaktus yang belum lama ini ia rawat. Saat teringat, dirinya langsung merubah topik pembicaraan.

"Nenek, bagaimana dengan pohon kaktus itu?"

•••••

Kakinya berjalan lunglai menuju kasur. Setelah menghabiskan waktu seharian di luar rumah, akhirnya Jihyo dapat merebahkan dirinya pada kasur kesayangannya.

Ia merasa nyaman setelah membaringkan tubuhnya. Dirinya sangat lelah, kakinya sangat pegal, dan perutnya keroncongan, padahal ia sudah memakan kue beras hampir 8 potong.

Seketika ia menegang, ia langsung berdiri. "Presdir! Oh, aku tidak pernah tahu tampangnya seperti apa, atau sikapnya seperti apa." Jihyo menggigit kukunya. Ia gugup.

Besok adalah hari pertamanya masuk kerja, dan Jihyo akan langsung menjadi sahabat denga para kertas bertumpuk itu.

"Tuhan, bantu aku menjalani hari esok dengan baik."

•••••

Hell in HeavenWhere stories live. Discover now