16

553 104 7
                                    

•••••

Kandungan Jihyo sudah masuk pada bulan kelima, perutnya semakin membesar. Ditambah ia mengandung bayi kembar, sehingga perutnya memiliki diameter lebih besar daripada kehamilan biasanya.

Pada bulan ketiga, Jihyo memberitahu perihal kehamilannya pada Ryuyi, hal ini membuatnya senang setengah mati. Saat ini Jihyo tengah berada di rumah neneknya. Ia sedang membantu neneknya membuat sebuah dua syal kecil yang diperuntukkan untuk kedua cicitnya kelak.

Jihyo memperhatikan tangan ringkih neneknya. "Apakah nenek sudah meminum obat yang diberikan Dokter Kim?" Ryuyi menggelengkan kepalanya.

"Belum waktunya, biasanya Suster Moon akan mempersiapkannya jika sudah mendekati waktu pemberian obat." semenjak penyakit neneknya semakin parah, Jihyo meminta tolong pada Jungkook untuk mempekerjakan perawat yang akan tinggal di rumah neneknya untuk menjaga nenek. Ia yang akan merawat Ryuyi dari segala hal.

"Suster Moon, apakah nenek rutin meminum obatnya?"

Wanita yang berdiri tidak jauh darinya itu mengangguk. "Nenek selalu meminum obatnya." ujarnya.

"Baguslah, Suster Moon bekerja dengan baik!" Jihyo tersenyum lebar.

Ryuyi pun mengambil duduk lebih dekat pada Jihyo. Ia ingin mengelus perut Jihyo. "Ah apa kau membawa foto usg Hyo? Aku ingin melihatnya."

"Aku meminta dokter untuk menyalin 4 lembar foto usg kali ini." Jihyo mengeluarkan foto usg yang berada di tasnya. Ia memberikannya pada Ryuyi.

"Kau sudah tahu jenis kelamin mereka?" Jihyo menggelengkan kepalanya. Ia turut mengelus perutnya.

Ia jadi teringat ucapan Jungkook, sudah 2 bulan pria itu tidak menemaninya cek kandungan karena ada hal mendesak. 2 hari lagi, ia akan meminta Jungkook untuk menemaninya, kebetulan diusia kandungan 20 minggu, ia sudah dapat mengetahui gender dari kedua anaknya.

"Kapan jadwalmu?" tanya Ryuyi.

"2 hari lagi nek, memang kenapa?"

"2 hari lagi nenek akan ada pengecekan rutin! Oh tandanya nenek dapat melihat juga bukan?" Ryuyi terdengar sangat antusias dari intonasi bicaranya.

"Tapi janji ya nek, bereskan dulu kunjunganmu, baru melihat mereka." Jihyo melirik perutnya.

Ryuyi mengangguk. Ia mengeluarkan ibu jarinya. "Kau ingin makan apa?"

Jihyo menimang. Ia merasa senang jika berada di rumah neneknya, karena Jihyo dapat dengan bebas melakukan apapun tanpa larangan Jungkook ataupun orang di rumah.

Beberapa hari yang lalu saja, Ryuyi mengizikannya untuk merasakan kembali jajanan kota. Walaupun hanya diperbolehkan sekali saja, Jihyo sudah merasa cukup. Setidaknya tidak usah menunggu 9 bulan untuk mencicipinya.

"Aku ingin salad buah nek," Jihyo memelas. Hal ini membuat Ryuyi gemas. Cucunya ini tidak pernah meminta apapun, ia tidak pernah mau direpotkan Ryuyi yang terkadang malah terasa tidak berguna karenanya. Jadi, kesempatan langka sekali saat Jihyo memintanya untuk membuatkan sesuatu.

"Baiklah! Aku akan membuatkan salad buah khusus untuk kalian bertiga."

•••••

Jungkook menandatangani beberapa dokumen, kemudian menyuruh asisten barunya untuk mengambil dokumen tersebut. Semenjak ia melarang Jihyo untuk bekerja, ia sebisa mungkin mencari pengganti asisten secepatnya, tetapi nihil.

Sulit untuk mengganti posisi sekretaris. Sehingga ia meminta bantuan Minjun untuk menarik salah satu staff yang memiliki kinerja terbaik untuk diangkatnya sebagai sekretaris, awalnya Jungkook kesusahan untuk berkomunikasi karena karyawannya masih tergolong sungkan, tetapi lama kelamaan komunikasi berjalan dengan lancar.

Sebuah pesan masuk mengalihkan perhatian Jungkook. Ia melihat display name tersebut dan membuka isi pesan. Ia membacanya dan memutuskan untuk menghentikan kegiatannya. Kebetulan hari sudah menjelang malam. Kemudian ia berdiri dan keluar dari ruangan.

Jungkook keluar dari salah satu lift apartment dan membuka pintu dengan mudahnya. Sebuah pelukan sambutan membuat Jungkook sedikit terhuyung.

"Aku merindukanmu," bisik seseorang tepat di telinga Jungkook.

"Hm, aku tahu." singkat Jungkook.

Ia menarik Jungkook untuk duduk di ruang tengah. Kemudian pergi untuk mengambilkan jamuan.

Jungkook melihat sebuah saluran televisi yang sedang menayangkan beberapa adegan. Sosok itu kembali dan duduk di samping Jungkook.

"Aku merindukan panggung, rasanya seperti sudah berabad - abad aku tidak menginjakkan kakiku disana." keluhnya.

"Oh lihatlah! Keluaran terbaru yang sedang kuincar, menakjubkan ya Kook?"

"Bagaimana jika aku memakainya? Apa cocok?" cerocosan itu membuat Jungkook tersenyum geli. Ia menarik sosok tersebut untuk dipeluknya.

"Aku akan mencarikan kenalan untuk memasukanmu ke salah satu proyek mereka, bagaimana?"

"Bisakah?" jarinya memutar di dada Jungkook.

"Tentu, itu hal yang mudah. Kudengar juga akan ada kolaborasi sport brand yang mungkin cocok dengan imagemu." seketika tubuhnya maju. Ia mengecup bibir Jungkook singkat.

"Terima kasih, Kookie!" serunya seraya memeluk Jungkook.

"Apapun akan kulakukan Lisa, tenang saja. Asalkan kau baik - baik saja," ia mengelus pelan surainya.

Jungkook jadi teringat kejadian 2 bulan yang lalu, dimana ia mendapat sebuah panggilan dari rumah sakit mengenai keadaan Lisa yang kritis setelah ditemukan tidak berdaya karena meminum obat penenang hingga overdosis.

Lambat laun, akhirnya Jungkook menyadari bahwa hal ini disebabkan olehnya dan munculah rasa bersalah yang selanjutnya bersarang di hati Jungkook.

Ia merasa keputusannya untuk menyuruh Lisa berhenti mengharapkannya adalah keputusan yang salah, sebab Jungkook sadar betul bahwa hati kecilnya masih terikat dengan Lisa.

Mau disangkal seperti apapun, ada rasa berbeda yang ia rasakan saat bersama yang lain, dan itu tidak pernah ia dapatkan selain bersama Lisa.

"Hanya kecupan?" goda Jungkook.

"Yak! Aku tidak mau kau sekap lagi seperti beberapa hari yang lalu. Lagipula, apa kau tidak lelah Kook?"

"Hm, aku lelah." keluh Jungkook. Ia merubah duduknya dan mendekap Lisa dari belakang dan menaruh bahunya pada pundak Lisa.

"Apa kau akan pulang nanti?"

Jungkook mengangguk.

"Bagaimana dirinya?"

Jungkook mengernyit. "Mengapa membicarakan orang lain?"

"Tidak, hanya saja aku sedikit penasaran. Apakah kesepakatanmu itu akan terus berlaku."

Jungkook mengangguk yakin. "Tentu Lisa, setelah anakku lahir, aku akan memberikannya kebebasan. Kau tahu bahwa pernikahan ini tidak dilandaskan oleh perasaan cinta bukan? Perlakuan manisku hanya semata karena ia sedang mengandung anakku. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk kedua anakku dan itu berasal dari dirinya."

Lisa menghela nafasnya. Ia tidak suka berpikiran buruk, tetapi ia takut akan hal yang sedang ia pikirkan.

"Janjilah Kook, berjanji untuk menikahiku setelah kau secara resmi pisah darinya."

Jungkook tersenyum tipis. "Aku tidak mau berjanji Lisa, tetapi kuusahakan ya?"

Lisa mengangguk. "Baiklah, setidaknya kau ada usaha. Aku percaya padamu dan aku akan menunggu hingga waktunya tepat."

Jungkook mengecup pundak Lisa dan membuatnya terkikik geli. "Hentikan sebelum aku yang malah menyekapmu disini!" ancam Lisa dan itu malah membuat Jungkook semakin jahil.

"Tidak akan bisa, kau akan kalah." ejeknya dan itu membuat Lisa memukul pelan perut Jungkook menggunakan sikunya.

"Awas saja!"

•••••

Hell in HeavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang