Rumit

2.1K 162 23
                                    

Dua minggu setelah kepulang Daren.

Papa dan Mama sudah kembali ke Singapura untuk memberikan waktu denganku dan Daren agar bisa saling berkomunikasi.

Raka juga sudah keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu dan sangat bahagia dengan kepulangan Daren.

Tidak sulit bagi Raka untuk dekat dengan Daren. Sifat Raka berbeda dengan sifatku. Raka lebih bisa untuk terbuka pada orang baru, tidak sepertiku yang harus beradaptasi terlebih dahulu.

Seperti sekarang, Raka dan Daren sedang mandi bersama di pagi hari. Bisa kudengar canda tawa mereka dari dapur.

Aku tersenyum kecil mendengar suara riuh mereka di dalam kamar mandi. Raka memang sangat bahagia atas kepulangan Daren. Dia tidak henti-hentinya selalu mengajak bicara Daren, mengajaknya bermain dan mengajak Daren untuk melakukan apapun bersamanya.

Rencanaku yang tadinya ingin melarikan diri bersama Raka dan meninggalkan Daren sendirin juga lenyap entah kenapa. Aku tidak boleh egois. Raka membutuhkan Daren. Aku harus mengalahkan semua perasaanku untuk Raka.

Iya, hanya untuk Raka.

Raka bisa dengan mudah menerima Daren. Namun, aku tidak.

Aku dan Daren belum terlibat di dalam obrolan serius setelah kepulangannya.

Sebenarnya, aku yang menghindari Daren sebisa mungkin.

Entah mengapa, kepulangannya tidak membawa kelegaan atau kebahagiaan kepadaku.

Aku merasa jika selama ini Daren terkesan bersikap semaunya terhadapku. Awal pernikahan, dia memperlakukanku dengan buruk, setelah itu dia menjadi sangat baik terhadapku. Setelah semuanya baik-baik saja dan kami saling menyayangi, dia meninggalkanku dengan alasan untuk kebaikanku dengannya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun kepadaku.

Aku merasa dipermainkan olehnya. Aku merasa diriku seperti sampah yang bisa dengan gampang dipungut dan dibuang kembali.

Oleh karena itu, segala cara aku lakukan agar bisa menghindari Daren.

Lamunanku buyar saat Daren dan Raka keluar dari kamar dengan Raka yang sudah rapi memakai seragam sekolahnya.

Aku tersenyum kepada Raka.

"Anak Bunda udah wangi! Sarapan dulu ya sayang," ajakku lalu menggendong Raka dan mendudukkannya di kursi meja makan.

Daren mengikuti dan ikut duduk. Aku lalu mengambilkan nasi goreng untuk Raka dan Daren.

"Bundaaa, nanti Bunda ikut nganterin Raka ke sekolah yah?" Pinta Raka sambil mengunyah makanan.

Aku menggeleng lesu, "Maaf sayang, Bunda belum bisa. Hari ini, Bunda juga pagi ke kantornya. Lain kali ya?" Tolakku halus.

Raka mengangguk mengerti, "Raka dianterin sama Ayah kan?" Tanya Raka sambil menengok ke arah Daren.

Daren tersenyum sambil mengelus kepala Raka, "Iya sayang, nanti Ayah yang anterin,"

Setelah itu, kami semua selesai makan. Raka yang memang sudah pintar langsung menaruh piringnya di wastafel tempat cucian.

"Anak Bunda ini memang paling pintar yah!" Pujiku kepada Raka.

Raka tersenyum riang, setelah itu, dirinya langsung berlari ke arah ruang tamu untuk memakai sepatu.

Tinggallah aku dan Daren yang berada di dapur berdua.

Married by Accident ✔️Where stories live. Discover now