Panik

1.9K 181 64
                                    

Aku takut dengan Daren.

Bau darah yang ada di tubuhnya beberapa waktu lalu selalu mengingatkanku akan kecelakaan itu. Aku tidak kaget saat menemukan fakta bahwa aku terbangun dengan keringat yang membanjiri tubuhku karena dihantui oleh mimpi buruk.

Mataku terbuka dengan nafas yang tersengal-sengal. Air mataku mengalir. Kecelakaan itu kembali mendatangi mimpiku. Dan yang lebih parah lagi, Daren melihatku yang berlurumuran darah dengan senyumannya yang menakutkan.

Tidak...

Aku sedang hamil besar dan sekarang malah stress karena sebuah mimpi.

Usia kandunganku yang sudah 9 bulan semakin membuatku susah tidur. Dan sekarang, mimpi itu kembali menghantui. Aku stress berat.

Aku kembali sesenggukan.

Bisa kurasakan, Daren bergerak  dari tidurnya dan langsung terbangun saat melihatku menangis.

Daren membantuku untuk duduk namun, aku menepis tangannya.

"A-aku bisa sendiri.." ucapku terbata-bata.

Perlu kalian tau, setelah kejadian itu, saat aku mencium bau darah dari baju Daren, aku menjauhi Daren sebisaku. Sungguh, aku sebenarnya tidak mau menjauhi suamiku sendiri. Namun, rasa takut itu lebih dominan.

Hal yang lebih membuatku takut karena esoknya, Daren dimintai keterangan oleh polisi yang datang ke rumah karena Daren merupakan salah satu teman terdekat Hans. Aku sempat mendengar jika Hans koma karena dipukuli. Bisa kalian bayangkan, bagaimana brutalnya Daren saat membuat Hans babak belur? Itu yang membuatku takut.

Daren menghela nafasnya dalam saat aku menepis tangannya.

"Aku ambilin teh hangat ya?" katanya sambil turun dari ranjang kemudian keluar dari kamar.

Aku kembali termenung. Kenapa Daren selalu bisa membuatku takut? Aku sudah bisa menerimanya dan merasa nyaman berada didekatnya. Namun, karena aku mengetahui fakta bahwa Daren se-brutal itu menghajar Hans, aku kembali takut.

Bukan tidak mungkin jika Daren juga bisa melakukan kekerasan terhadapku, iya 'kan?

Lamunanku buyar saat Daren masuk ke dalam kamar dengan membawa secangkir teh hangat.

Daren kemudian duduk dan membantuku meminum teh buatannya.

"Udah baikan?" tanya Daren padaku yang hanya bisa kujawab dengan anggukan.

"Janisa, kamu takut sama aku?" Tanya Daren lagi dengan suara yang melemah.

Aku mengangguk pelan. Tidak bisa berbohong karena semua perilakuku sudah menunjukannya dengan jelas.

"Apa yang kamu takutin dari aku, sayang?" Tanya Daren putus asa sambil berusaha mengelue kepalaku dan aku kembali menghindar darinya.

"...a-aku takut.. bau darah.. a-aku.." aku tidak bisa menjawabnya dengan lancar. Aku tidak mau Daren tau alasanku takut dengannya, aku takut menyakiti hati Daren.

"Kamu takut kalo aku bakalan kasar juga sama kamu?" Tanya Daren tepat sasaran.

Diamnya diriku membuat Daren mengangguk-angguk mengerti.

"Wajar kalo kamu takut sama aku, setelah apa yang pernah aku lakukan dulu. Dan juga, kamu tau apa yang aku lakukan sama Hans," mata Daren seperti menewarang, kembali ke masa-masa itu.

"Tapi, aku gak bakal pernah bisa kasar sama kamu, Janisa. Percaya sama aku.." Daren lalu menggenggam tanganku sambil menatapku dengan tatapan memohon.

Bisa kulihat, mata Daren memerah. Hatiku sakit melihatnya. Aku dan dia sama-sama terluka disini.

"A-aku juga gak mau takut sama kamu, Daren.. tapi.." aku kehabisan kata-kata.

Married by Accident ✔️Where stories live. Discover now