Rahasia

1.8K 171 49
                                    

"Capek?" Tanya Daren sambil memberikanku teh hangat.

"Enggak.. tapi, pegel.. aja.. kok," jawabku dengan nafas tersengal-sengal.

Daren mencubit pipiku gemas, "Bilangnya gak capek, tapi nafasnya ngos-ngosan," ujarnya sambil tersenyum.

Aku menyeruput teh hangat bikinan Daren yang selalu enak.

"Teh buatan kamu enak," pujiku.

Daren tersenyum, "Lain kali, aku aja yang belanja. Kamu gak usah ikut," ujarnya.

Aku menggeleng, "Gak mau. Kalo belanja, aku harus tetap ikut. Aku bosan di rumah terus, Daren.." keluhku.

Daren akhir-akhir ini sangat sibuk mengurus kuliah semester akhirnya dan juga mengurus pekerjaannya. Jadi, dia hanya di rumah saat sore sampai malam hari.

Hal tersebut tentu saja membuatku kesepian. Ditambah, Daren juga belum memperbolehkanku untuk kuliah ke kampus, jadi aku tetap kuliah secara daring.

Daren kemudian duduk di sampingku lalu merangkulku, "Nanti kalo bayinya udah lahir, kamu gak bakalan bosan di rumah. Ada dia yang nemenin kamu," ujarnya sambil mengecup pipiku.

Aku melihat ke arah perutku yang sudah sangat besar ini.

Usia kandunganku sekarang 9 bulan. Yap! Sebentar lagi, akan ada bayi kecil yang menemaniku dan Daren.

Alasan mengapa aku ngotot ikut belanja dengan Daren karena Papa dan Mama mau datang dan menginap untuk waktu yang mungkin cukup lama karena ingin menemani persalinanku.

Aku dan Daren juga sudah berbelanja perlengkapan bayi beberapa hari yang lalu.

Sangat menyenangkan!

Aku dan Daren membeli baju bayi beragam warna, membeli stroller, perlengkapan makan dan banyak lagi.

Aku dan Daren sengaja tidak menanyakan jenis kelaminnya kepada dokter agar menjadi kejutan saat persalinan.

Lagipula, Daren bilang mau anaknya cewek atau cowok, yang penting sehat!

Tiba-tiba, aku teringat akan sesuatu.

"Daren, kita belum nyiapin nama buat  si bayi," ujarku.

"Ah, iya juga ya?" Daren juga baru sadar ternyata.

"Nama yang bagus apa yaa?" Tanyaku kepada Daren.

Tapi, Daren malah sibuk menyusun bantal dan menyuruhku bersender di ranjang.

"Nyender dulu, Janisa. Biar kamu gak pegel," kata Daren sambil menyenderkan tubuhku di dipan ranjang dan membenarkan posisi kakiku.

Aku tersenyum melihatnya.

Hubunganku dengan Daren akhir-akhir ini semakin membaik. Walaupun sempat ada beberapa kali salah paham, namun Daren selalu langsung membicarakannya yang membuat semua menjadi lebih mudah.

Ditambah perlakuan kecil Daren yang sangat memperlihatkan bahwa dia sangat menyayangiku.

Perlakuan kecil yang bagaimana?

Yang seperti ini!

Daren sedang membenarkan posisi kakiku lalu beringsut ikut menyender di dipan ranjang dan membawa kepalaku menyender di dadanya sambil dipeluk dari belakang.

Tangan Daren sibuk mengelus perutku yang membuncit, seakan memberikan salam kepada si bayi.

"Kalo cewek, namanya siapa?" Tanya Daren kepadaku.

Mataku menerawang jauh, teringat akan Ibu.

Dulu, aku dan Ibu selalu bahagia saat melihat bulan sabit. Setiap ada bulan sabit, aku dan Ibu selalu melihatnya dari jendela atau sengaja keluar rumah untuk melihatnya bersama.

Married by Accident ✔️Where stories live. Discover now