Kembali

3K 205 119
                                    

Aku melihat ke arah sekitar.

Di dalam sebuah mobil. Mobil taksi.

Ada Ibu di sampingku yang kurangkul dengan sangat erat. Ada juga supir taksi yang berada di belakang kemudinya.

Hujan deras menemani perjalanan ini. Hujan sangat deras di minggu pagi.

"Sabar Bu, sebentar lagi kita sampai di rumah sakit," gumamku pada Ibu, berusaha menenangkannya.

Aku sadar ini mimpi. Tidak seharusnya aku setenang ini karena aku tau, sebentar lagi akan ada mobil yang menghantam kami.

Benar saja.

Mobil itu, datang dari arah depan dengan kecepatan tinggi.

Supir taksi sudah sibuk membunyikan bel dan juga bersiap untuk menghindar. Tetapi, jalanan licin juga menjadi alasan mengapa mobil itu tergelincir.

Kecelakaan itu tak bisa dihindari. Mobil itu menghantam dengan kuat taksi yang kutumpangi.

Pintu sebelah kiri terbuka yang menyebabkan diriku terpental jauh. Melihat bagaimana Ibu dan supir taksi itu terhantam mobil.

Aku berteriak melihatnya. Berteriak sangat kuat namun tidak ada yang mendengar.

Sampai suara petir membangunkanku.

"AAAAAAAAAAAHH!" diriku berteriak histeris di dalam tidurku.

"Janisa? Janisa! Tenang, tenang. Kamu gak papa. Ada aku.." gumam Daren yang ternyata langsung mendudukkanku di ranjang dan juga mengambilkan segelas air yang berada di nakas.

Aku langsung memperhatikan ke arah sekitar.

Kamar Daren.

Terdengar juga suara petir bersahutan dan suara air hujan yang sangat deras.

Pantas saja aku mimpi buruk.

Tangisku pecah, badanku gemetar dengan hebatnya.

"Sayang? Minum airnya dulu ya, biar kamu tenang," suara lembut Daren kembali menarik perhatianku.

Mimpi itu kembali teringat.

Orang inilah, yang memelukku sekarang, yang menjadi penyebab kecelakaan itu.

Aku langsung mengibaskan tanganku ke arah gelas itu, sehingga gelas itu terlempar ke arah lantai dan pecah seketika.

Daren kaget melihatnya. Dia berusaha memelukku, namun aku langsung mendorongnya.

"Jangan sentuh!" Teriakku histeris. Tangisku semakin menjadi.

Semua memori kecelakaan itu memenuhi pikiranku.

Bagaimana bisa aku berhasil tidur dengan Daren? Orang yang bahkan membunuh Ibu? Kenapa?

Kenapa aku bisa menikmati semuanya?

Aku lalu melihat tubuh polosku yang hanya tertutup selimut.

Aku merasa jijik dengan diriku sendiri.

Sementara Daren, dirinya terdiam bingung memandangku.

Sampai terdengar suara ketukan dari luar kamar.

"Daren? Daren..? Janisa kenapa?! Daren buka pintunya!" suara panik Mama menyerbu telingaku.

Daren yang sama sepertiku, masih polos, langsung memakai celana pendeknya.

"Sebentar, Ma!" Setelah itu, Daren turun dari ranjang dan membukakan pintu.

Terlihat, Mama dan Papa masuk ke dalam kamar dengan wajah khawatir saat melihatku menangis.

Married by Accident ✔️Where stories live. Discover now