Alasan Daren

1.5K 163 60
                                    

I did it.

Iya. Gua ngelakuin.

Ngelakuin apa?

Menyerahkan diri.

Hal yang seharusnya udah gua lakukan dari dulu, tapi gua baru benar-benar bisa dan mampu ngelakuinnya sekarang.

Gak. Ini gak hanya gua lakuin buat Janisa, tapi buat diri gua sendiri juga.

Gua juga manusia. Mengetahui fakta kalo kecelakaan itu menewaskan 2 orang dan gua sebagai pelakunya juga ngebuat gua stress berat.

Waktu itu, gua yang stress berat ditambah setiap malam Janisa nangis atau teriak karena mimpi buruk.

Separah itu efek dari kecelakaan buat gua sama Janisa.

Awalnya, gua kira semuanya bakal baik-baik aja setelah gua sama Janisa lebih harmonis.

Tapi apa? Enggak. Enggak sama sekali.

Rasa bersalah yang gua rasain gak akan pernah hilang.

Setiap kali gua ngeliat wajah Janisa, kejadian itu juga selalu teringat.

Mungkin, gua memang mabuk waktu itu dan gak seberapa ingat.

Tapi, gua ingat saat pertama kali bertemu dengan Janisa di rumah sakit. Balutan perban menghiasi tangan dan kepala Janisa. Tangan Janisa patah. Sedangkan gua, si penabrak, cuma mendapatkan luka kecil tak berarti.

Menyerahkan diri adalah salah satu cara untuk berdamai dengan kecelakaan itu, berdamai dengan Janisa dan juga berdamai dengan diri gua sendiri.

Hal ini udah gua pikirin matang-matang. Terlebih, saat si bangsat Hans secara terang-terangan mengganggu Janisa.

Gua tau, bahkan kalian tau kalo Janisa adalah orang yang sabar dan pengertian. Tapi, cuma karena kata-kata Hans, dia bisa meluapkan semuanya. Itu artinya, di hati kecil dia, masih ada rasa dendam soal kecelakaan itu.

Ya jelas lah. Ibunya meninggal.

Gua semakin yakin untuk menyerahkan diri setelah kemarahan Janisa.

Gua gak mau nantinya akan ada masalah lagi dan melibatkan kecelakaan itu di dalam permasalahan.

Setidaknya, gua udah mempertanggungjawabkan apa yang gua perbuat.

Gua udah bilang 'kan, kalo semua udah dipikiran matang-matang.

Pertama, sebelum menyerahkan diri, gua harus membuat Janisa hamil terlebih dahulu.

Simpelnya, biar dia ada teman dan sibuk mengurus anak kita nantinya saat gua berada di dalam penjara.

Salah satu alasan mengapa gua selalu meminta jatah sama Janisa. Yah walaupun emang enak sih. Janisa nagih banget. Sifatnya pasif ngebuat gua harus menjadi agresif dan itu bikin geregetan.

Kedua, buat Janisa bahagia.

Makanya, gua ngebolehin dia buat balik kerja di kafe walau hanya 1 minggu. Gua juga menelfon Tahta agar menjaga Janisa dari Hans dalam waktu seminggu penuh saat Janisa kerja disana. Ternyata, Hans juga tidak datang selama seminggu atas perintah Tahta. Tahta pinter juga ngibulin Hans.

Ketiga, ajak Janisa jalan-jalan.

Sebelum menyerahkan diri, gua juga harus punya kenangan menyenangkan sama Janisa. Salah satunya dengan jalan-jalan bareng dia.

Awalnya, gua mau ngajak dia ke Paris. Setelah dari Paris, mau ke Belanda atau Inggris. Tapi, Janisa gak mau. Dia lebih mentingin kuliah dibanding jalan-jalan.

Married by Accident ✔️Where stories live. Discover now