42. Do You Still Love Me?

1.8K 237 24
                                    

Setelah melewati obrolan yang cukup panjang dengan Indah, kini Prilly duduk termenung di luar tenda. Sedangkan yang lain terlihat sibuk; sibuk menyiapkan bahan masakan, sibuk menyiapkan peralatan memasak, sibuk memeriksa peralatan untuk menjelajahi hutan besok, tidak ketinggalan manusia-manusia yang sibuk bersantai.

Tidak lama berselang, batang pohon yang sedang ia duduki terasa memberat. Rassya, orang yang menghampiri Prilly dalam keterdiamannya.

"Mikirin apa lagi, Pril?" Tanya Rassya.

"Yang pasti bukan mikirin elo," gurau Prilly.

"Yee...gue juga ogah dipikirin sama lo kali," balas Rassya mendelik.

"Bimo atau Ali?" Kini, Rassya bertanya dengan raut serius.

"Maksudnya?" Tanya Prilly terlihat bingung.

"Lagi mikirin siapa? Bimo atau Ali?" Lanjut Rassya memperjelas pertanyaannya.

"Bukan mereka berdua," jawab Prilly.

"Stop bohongin orang-orang di sekitar lo," pesan Rassya, "Karena kebohongan lo gak berlaku buat gue."

"Misalnya nih, cuma misalnya ya, kalau gue kasih dia chance lagi, lo gimana?" Tanya Prilly.

"Gue marah, gue kecewa, gue akan nyadarin lo lagi ke jalan yang benar. Tapi gue sadar, itu cuma hal yang sia-sia, semuanya kembali kepada diri lo sendiri." Ujar Rassya sambil menghela napas.

"Meskipun lo tau gue akan menyakiti Bimo?" Tanya Prilly memastikan.

"Menyakiti atau enggaknya, gue rasa itu bukan kapasitas gue, Pril. Lo yang kenal jelas diri lo sendiri. Apakah dengan bertahan tanpa perasaan dengan Bimo itu tidak menyakitinya?" Tanya Rassya sekaligus memberi tamparan keras kepada Prilly.

Bukankah selama ini Prilly selalu mengiming-imingi dirinya bahwa ia tidak akan pernah menyakiti Bimo. Apakah dengan memperlakukan Ali dengan buruk, ia tidak menyakiti Bimo? Padahal sudah jelas, ketika ia masih belum sepenuhnya melepaskan Ali dan memilih berkomitmen dengan Bimo, ia telah menyakiti laki-laki yang sangat baik itu.

"Kenapa lo tiba-tiba ragu kayak gini?" Tanya Rassya.

Prilly menggeleng tidak tahu, "Gue juga gak tau. Cuma untuk sementara ini, belum ada niatan untuk balik sama dia. Katakanlah gue egois, tapi gue menikmati cara dia mengejar-ngejar gue, gue menikmati rasa sakit yang gue salurkan ke dia."

"Woi lo berdua yang di pojokan lagi nganu-nganu, ngumpul sini!" Teriak Dino.

Rassya yang sadar bahwa ia dan Prilly yang dipanggil oleh Dino, "Jaga mulut lo!"

"Dih, lagian lo berdua sok rahasia banget, ngomongnya bisik-bisik, di pojokan pula," balas Dino acuh.

"Sirik lo, lagian cowoknya Prilly aja gak marah, lo yang sewot," ujar Rassya.

Prilly yang tak mau kalah juga ikut menimpali, "Lo mau ikut ngerumpi juga bareng gue sama Rassya?"

"Dih ogah, paling pembahasan lo berdua gak jauh-jauh tentang perasaan. Basi, gak asik kayak bokep yang gue tonton," lanjut Dino sembarangan.

"Gilak lo, Din! Ini lagi di hutan, jangan asal nyeletuk ah," tegur Fathar sambil menjitak Dino.

"Ngumpul sini, sosis sama ikannya udah mateng nih," ujar Indah sambil mengangkat tusukan ikan yang telah berwarna hitam kecoklatan.

Rassya dan Prilly yang tadinya duduk di pinggiran, kini ikut bergabung ke tengah. Rassya mengambil tusukan yang lagi dipegang sama Indah, "Gue gak yakin sama masakan lo."

Indah melotot garang, "Kalau gitu jangan makan!"

Rassya terkekeh lalu mengacak pelan rambut Indah, "Sensi mulu deh lo."

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang