39. Waktu Untuk Berbahagia

3.4K 388 126
                                    

Ali terlihat pucat dan murung di waktu bersamaan, Ghina yang duduk di samping Ali hanya bisa memandangnya dengan bingung.

"Ali, kamu kenapa?" Tanya Ghina dengan lembut. Ali tersadar dari lamunannya, ia buru-buru menggeleng pertanda ia baik-baik saja.

Ghina menatap Ali dengan raut bersalah, "Kamu lagi marah sama aku ya?"

Ali menjadi tidak enak hati mendengar pertanyaan Ghina, dengan senyuman di bibir ia menjawab bahwa tidak ada yang salah dengan Ghina.

Namun, Ghina tetap tidak menyerah. Ia kembali bertanya kepada Ali, "Kamu lagi nyembunyiin sesuatu dari aku ya?"

Ali terlihat gelagapan namun ia berusaha untuk menenangkan Ghina bahwa tidak ada yang ia sembunyikan.

"Maafin aku ya udah banyak nyusahin dan nuntut ini itu sama kamu, itu semua karena aku takut kehilangan kamu," ujar Ghina lirih.

Ali yang mendengar ucapan Ghina semakin tidak enak hati dan merasa bersalah, bukankah ia telah egois dan menyakiti dua orang yang ia sayangi? Pertama, orang yang ia cintai, Prilly. Kedua, Ghina yang jelas-jelas berstatus sebagai pasangannya.

"Fir," panggil Ali pelan. Ghina langsung menatap Ali dengan lembut sambil memasang wajah kebingungan.

"Ini misalnya ya, Fir, misalnya doang. Kalau aku suka sama orang lain, gimana menurut kamu?" Tanya Ali gugup.

"Pertanyaan apaan sih, Li. Lagian gak mungkin banget kamu nyelingkuhin aku," balas Ghina sambil tertawa hambar.

Ali mengangguk dengan kaku, "Iya, aku gak akan nyelingkuhin kamu kok. Tapi, ini cuma misalnya, Fir."

"Ya, selama kamu jujur sama aku. Dan ngasih alasan logis kenapa kamu bisa jatuh cinta sama orang lain disaat kamu lagi pacaran sama aku, ya akan aku pertimbangin lagi," balas Ghina.

"Lagian cuma suka doang, itu wajar kali. Aku juga pernah suka sama orang lain disaat aku pacaran sama kamu, tapi cuma sebatas itu doang. Dan aku juga yakin kamu gak bakal macem-macem di belakang aku," lanjut Ghina sambil tersenyum.

Ali menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, bahkan enggak ada alasan yang cukup logis untuk aku mengkhianati perempuan sebaik kamu.

* * *

Prilly berdiri di tepi jalanan seperti sedang menunggu seseorang, Ali yang melihat hal itu mengambil inisiatif untuk menemui Prilly.

"Pril, lo belum pulang?" Tanya Ali.

"Mata lo buta?!" Tanya Prilly ketus.

Ali menghela napasnya pelan, "Biar gue anter balik."

"Mending lo pergi dari hadapan gue sekarang," usir Prilly kasar.

"Gue temenin sampe jemputan lo datang," bujuk Ali dengan sabar.

"Gue mau ke alam baka," balas Prilly sarkas.

"Gue minta maaf, Pril," timpal Ali dengan nada penuh penyesalan.

"Tujuan lo minta maaf cuma karena lo takut gak ada yang suka lagi sama lo? Atau cuma sebatas rasa bersalah? Basi." Prilly berjalan menjauh dari tempat Ali.

Ali menghidupkan mesin motornya sambil ikut menelusuri jalan setapak mengejar Prilly, "Kali ini, gue serius. Udah cukup gue membohongi diri gue selama ini, udah cukup juga gue mengelak perasaan yang tumbuh tanpa gue sadari."

"Gue gak mau melakukan kesalahan yang sama lagi, Pril. Gue mohon, dengerin gue kali ini." Imbuh Ali sambil turun dari motornya dan berusaha meraih tangan Prilly.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang