47. Rasa Yang Tak Pernah Usai

1.1K 167 9
                                    

"Udah cukup asin belum ya?" Tanya Prilly pada dirinya sendiri. Ia menyendok cumi di wajan lalu memasukkan ke dalam mulut, "Ahh, panas!"

Prilly berjalan menuju wastafel, mencuci tangannya sambil bersenandung kecil. Pagi-pagi sekali ia sudah bangun, menyiapkan bahan makanan yang akan dimasak untuk Ali.

Bukan tanpa alasan, Prilly hanya tidak ingin jadwal makan Ali menjadi berantakan karena kesedihan tentang kepergian ayahnya tempo hari. Dari arah berlawanan, ponsel Prilly berdering menampilkan nama 'Aliando Syarief'.

Prilly mengaktifkan speakernya, "Halo, Li?"

"Lo hari ini jadi datang 'kan?" Tanya Ali di seberang sana. Prilly mengangguk kecil, kemudian ia menyadari bahwa Ali tidak dapat melihat pergerakannya, "Iya, jadi. Lo mau nitip sesuatu?"

"Siapa yang jemput?" Tanya Ali. Prilly berpikir sejenak, "Gampang, supir gue masih di rumah."

"Kalo gitu, biar gue yang jemput," balas Ali yang langsung diprotes Prilly, "Gak, gak, gak! Pokoknya lo duduk manis di rumah karena gue sekalian mau singgah ke tempat Bimo dulu, ngasih sesuatu."

Ali terdiam di seberang sana, "Kalau gitu, lo hati-hati ya." Prilly berdeham lalu menunggu Ali memutuskan panggilannya, tetapi panggilan tersebut masih terhubung di Ali.

"Ada yang mau lo bicarain lagi?" Tanya Prilly bingung.

"Lo lagi ngapain?" Tanya Ali basa-basi.

"Pertanyaan lo klasik banget," cibir Prilly sambil menahan senyuman.

Ali menggerutu dan terdengar jelas oleh Prilly, "Tinggal jawab aja, apa susahnya sih."

"Kalo gak penting, gue matiin ya," ancam Prilly.

"Yaudah, lo hati-hati ya," ujar Ali sekali lagi.

Prilly menghela napas lelah, "Lo udah bilang itu dua kali."

"Gue cuma mau mastiin, kalo orang yang gue sayang gak kenapa-napa," pipi Prilly memerah tanpa disadari.

"Basi," balasnya ketus.

"Yaudah, lo yang matiin gih teleponnya," ujar Ali dengan nada lembut. Tanpa membalas perkataan Ali, Prilly memutuskan sambungan teleponnya.

Ia bersandar di kulkas sambil memegang dadanya, sial baru diperlakukan seperti itu saja ia sudah hampir goyah!

* * *

Prilly L. : Bim, buka pintunya.

Bimo Sebastian : Hah? Kamu di depan pril??

Prilly L. : Aku gak suka nunggu ya!!

Tidak lama berselang, Bimo datang dengan keadaan rambut acak-acakan dan kaos oblong serta celana tidurnya.

"Pagi banget, Pril," ujar Bimo sambil mengucek matanya. Prilly mengangguk, "Iya, nih aku buatin makanan buat kamu."

Prilly menyodorkan tas kecil yang berisi kotak makan dan jus buatannya, "Buat makan siang."

"Yaampun, pacar aku idaman banget sih! Pagi-pagi dateng ke rumah pacarnya buat nganterin makan siang, jadi makin cinta deh," goda Bimo sambil menyugar rambutnya.

"Apaan sih, geli tau, Bim," balas Prilly terkekeh.

"Kamu sepagi ini udah rapi banget, mau kemana?" Tanya Bimo sambil meneliti pakaian Prilly yang sangat rapi dan wangi.

Prilly berdeham dengan canggung, "Em, aku mau nganterin makanan buat Ali, Bim. Gapapa 'kan?"

"Oh gitu, kamu tunggu disini bentar ya. Biar aku temenin ke rumah Ali," ujar Bimo sambil mempersilakan Prilly masuk ke ruang tamunya.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang