38. Penantian Yang Menyembilu

2.6K 407 128
                                    

Prilly mengangkat setumpuk kertas hasil tulisan tangan seseorang, ia mengernyitkan dahinya bingung.

"Ini punya lo ya, In?" Tanya Prilly kepada Indah.

Indah mengecilkan volume suaranya, "Dari Ali, katanya catatan kecil supaya lo bisa lulus TOEFL."

Prilly tertawa kecil, "Terbukti ya, kalau nyakitin lebih gampang daripada dapetin maaf dari orang lain."

"Lo beneran udah gak cinta lagi sama dia?" Tanya Indah sambil menopang dagunya di meja.

Prilly menaikkan sebelah alisnya, kemudian tertawa kecil. Ia berdiri dari duduknya, mengambil tumpukan kertas-kertas pemberian Ali.

"Gue? Masih cinta sama dia?" Tanya Prilly sedikit keras karena ia sudah mulai menjauh dari Indah. Ia berdiri di depan Ali sambil tersenyum ringan, tangannya merobek kertas pemberian Ali menjadi kepingan sampah.

"Kertas itu kayak cinta gue buat dia, pas dirobek jadi dua bagian, masih bisa terbaca 'kan?" Tanya Prilly sambil melirik Ali dengan sinis.

"Naasnya, dia robek-robek cinta gue berpuluh bahkan ribuan kali. Gak mungkin bisa untuk disatukan lagi. Jadi, cocoknya dibuang ke tempat sampah." Prilly menekan kata 'tempat sampah' sambil melempar sobekan kertas-kertas tadi ke wajah Ali.

"Gue bilang, berhenti ya berhenti. Gue udah muak sama kelakuan lo, bangsat!" Umpat Prilly. Kemudian ia berlalu sambil mengibaskan rambutnya.

Ali menatap kepergian Prilly dengan tatapan kosong, keadaan seolah berbalik. Padahal beberapa bulan yang lalu, ia yang selalu berteriak dan menjauhi Prilly. Mengapa sekarang semuanya menjadi seperti ini?

Indah ikutan melongo melihat sikap Prilly, "Lo? Daebak!"

Prilly terkekeh pelan sambil menoyor kepala Indah, "Gak ada satupun alasan gue untuk tetap mencintai pria bajingan kayak dia. Bahkan gue udah gak mau nyebut nama dia lagi sejak kejadian itu. Najis."

Bimo yang baru datang memandang kolong meja Ali yang penuh dengan bekas robekan kertas dengan bingung, lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Prilly yang sedang tertawa riang dengan Indah.

"Pril, gimana persiapan ujian TOEFL lo?" Tanya Bimo.

Prilly tersenyum girang, "Makasih banyak ya, Bim. Berkat soal-soal lo, gue merasa lebih percaya diri hari ini."

Bimo membalas senyuman Prilly dengan lembut, "Good luck."

"Kalau gue lulus ujian kali ini, gue traktir lo sepuasnya deh," ujar Prilly yang diangguki oleh Bimo.

Lihat, bukankah membahagiakan gadis di hadapannya sangat mudah?

* * *

"Good luck, Pril," ujar Ali menghampiri Prilly. Prilly yang sedang membereskan perlengkapannya untuk ujian TOEFL di ruang guru seolah menulikan pendengarannya.

"Kalau lo lulus, gue mau ajak lo makan," lanjut Ali tidak menyerah.

"Kalau gitu, gue gak akan lulus," balas Prilly dingin. Setelah itu, Prilly berlalu tanpa menoleh sedikit pun ke arah Ali.

Beberapa waktu kemudian, Prilly keluar dari ruang guru dengan senyuman sumringah. Bimo, Rassya, Maxime, Fathar, Dino, dan Indah sudah menunggu kehadirannya.

"Gimana, Pril?" Rassya yang duluan membuka suara.

"Kayaknya sih gue lulus," balas Prilly ceria.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang