53. Rumah Untuk Prilly

823 88 4
                                    

Setengah tahun kemudian.

"Ali," panggil Prilly sambil menopangkan dagunya di atas meja. Ia benar-benar menikmati pemandangan Ali yang sedang fokus dengan coretan di bukunya.

Jika dulu Ali hanya akan berdeham dan tidak menatap Prilly, sekarang ia malah meninggalkan alat tulisnya. Ia duduk menyamping dan menghadap ke arah Prilly. Meskipun ia tidak menjawab, namun gerak-geriknya menunjukkan bahwa ia sedang menunggu kalimat lanjutan dari bibir Prilly.

"Kamu mau ngelanjutin kuliah di mana?" Tanya Prilly kemudian.

Ali terlihat berpikir sebentar, "Belum tau, Pril."

"Kalau kamu?" Tanya Ali kembali. Prilly gelagapan, "Aku...aku mau ikut kemana pun kamu ngelanjutin kuliah!"

Ali menyentil dahi Prilly, "Dulu aku masuk IPA, kamu juga masuk IPA. Sekarang aku kuliah dimana, kamu juga mau ikutan? Hm?"

Prilly mengangguk antusias meskipun bibirnya mengerucut, "Kenapa? Gak boleh kalo mau barengan sama pacar sendiri?"

Ali menghela napasnya pelan, "Bukan gitu, Sayang. Kamu harus ngelakuin hal-hal yang kamu suka. Kamu harus kejar cita-cita kamu."

"Tapi, hal yang aku suka itu kamu Ali. Cita-cita aku juga jadi istri yang nurut dan jagain anak-anak kita di rumah sambil nungguin kamu pulang kerja," jawab Prilly polos.

Ali tertawa kecil, "Iya, aku tau. Tapi masa kamu gak pengen ngelakuin sesuatu yang kamu suka?"

Prilly terlihat berpikir sejenak, "Aku suka nulis!"

"Nah itu, kamu bisa ngembangin bakat menulis kamu, Pril." Ujar Ali sambil mendukung Prilly.

"Tapi...aku mau barengan sama kamu," cicit Prilly dengan nada sedih.

Ali mengelus rambut Prilly, "Hei, kamu dengerin aku ya. Apapun yang terjadi, kita tetap akan bersama. Perasaan kita akan tetap sama. Gak akan ada yang berubah. Karena aku gak mau kamu ngelewatin masa muda kamu, di mana kamu masih bisa ngelakuin hal-hal yang kamu suka."

"Ih...Ali," ujar Prilly dengan manja, "Kayaknya aku makin cinta deh sama kamu." Ali terkekeh mendengar ucapan Prilly yang blak-blakan.

Menjalin hubungan dengan Prilly selama enam bulan belakangan ini membuat Ali sadar bahwa Prilly adalah gadis yang rapuh dan kekurangan cinta. Selama ini, terlalu banyak kesedihan dan kebohongan yang ia pancarkan. Seringkali Prilly berpura-pura bahagia agar orang-orang di sekitarnya tidak merasakan kesedihan yang sama.

"Kamu rencananya nikah di usia berapa, Li?" Tanya Prilly penasaran.

"Hm, aku ya? Menurut aku, usia bukan patokan sih. Selama aku dan pasangan udah siap mental, siap finansial, udah cocok dan saling mengenal satu sama lain. Aku yok aja sih," jawaban Ali membuat Prilly takjub.

"Kalau kamu?" Tanya Ali kepada Prilly.

Prilly menggaruk kepalanya sambil tertawa malu, "Aku sih pengennya nikah muda."

Ali terkekeh, "Tunggu aku ya? Tunggu aku selesai kuliah dan dapetin pekerjaan yang bagus. Karena aku gak pengen pasangan aku nantinya ngerasain keadaan susah."

Prilly protes tidak setuju, "Eits! Yang pertama, kamu gak harus cari nafkah sendirian. Yang kedua, aku gapapa dan siap diajak hidup sederhana. Yang ketiga, kita bisa nabung dan start dari nol bersama."

Ali menatap Prilly dengan terharu, gadisnya hanya satu dan satu-satunya di dunia ini. Prilly berbeda dan itu yang membuatnya luar biasa. Prilly tidak pernah menuntut banyak hal dari Ali, hal itu membuat Ali beberapa kali merasa tidak enak karena Prilly selalu mentolerir perbuatannya.

Stay (Away)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang