Final of the Contract

203 11 0
                                    

Setelah kejadian beberapa minggu lalu, hubungan Vania dan Febrian semakin merenggang. Keduanya mulai sibuk dengan pikirannya masing-masing dan sudah tidak pernah bertemu. Sebenarnya Vania sangat merasa menderita tidak dapat bertemu dengan pria yang disukainya itu. Rasa rindu yang membuncah semakin hari semakin tak terbendung. Namun Vania tahu dia harus menahannya.

Sementara itu, Febrian sibuk karena bingung dirinya harus seperti apa. Di sisi lain dia tahu inilah yang dirinya tunggu-tunggu, walau dia tidak menutup mata bahwa selama kontrak antar keduanya berjalan dirinya sangat menikmati setiap waktu yang keduanya jalani.

Kini Febrian tengah bersandar di tempat duduknya sambil memejamkan kedua matanya. Pikirannya kosong dan selama beberapa hari ini kondisinya seperti orang yang linglung. Beberapa kali harusnya mengecek kondisi pasien, dirinya malah terbengong kurang lebih dua puluh menit lamanya. Kalau bukan suster yang bertugas bersamanya menyenggol dirinya, mungkin dia akan termenung di waktu yang lama. Belum lagi entah sudah berapa kali dirinya melewati jam makan siang.

Jujur, sebenarnya Febrian selalu menunggu jam makan siang dan menatap pintu ruangannya terbuka lebar disertai suara Vania yang begitu riang menyapanya. Namun hal itu tidak pernah terjadi. Alhasil selama jam makan siang berlangsung, Febrian hanya memandang pintu kantornya saja seperti patung.

Semua perilakunya sangat bukan menggambarkan dirinya.

Selama ini Febrian tidak pernah kehilangan arah seperti ini.

Apakah ini berarti Febrian memiliki rasa yang sama dengan Vania?

Namun akankah itu mungkin?

Bahkan selama Febrian berkuliah di Inggris, dirinya mencoba untuk melakukan pendekatan dengan beberapa perempuan di sana, tapi tidak satupun diantaranya yang berhasil. Intinya Febrian akan selalu kembali fokus pada dirinya dan tidak mencapai kata 'kekasih'.

Namun bukankah untuk yang satu ini berbeda?

Kedua tangan Febrian mengepal begitu kencang karena kesal dengan dirinya sendiri.

"F*ck! Lo sendiri yang ngebuat hidup lo ribet, Feb!" gumam Febrian sambil menggertakan giginya.

Lelaki itu saat ini terlihat sangat kacau, belum lagi beberapa laporan rumah sakit yang harusnya diperiksa belum selesai semua. Padahal apabila kondisinya sedang normal, sebanyak apapun berkas pasti akan selesai dengan cepat.

Tok!

Tok!

Tok!

Kedua mata Febrian langsung terbuka lebar dan tanpa sadar matanya memancarkan secerca harapan. Bahkan saking semangatnya, dia sampai sedikit berlari untuk membuka pintu ruangannya. Jantungnya berdegup kencang seolah dirinya akan bertemu dengan seseorang yang selama ini diharapkannya akan mendatanginya di jam makan siang.

Saat pintu terbuka lebar, sinar harapan yang nampak di kedua mata Febrian langsung meredup. Bukan hanya itu saja, mimik wajah Febrian menjadi tidak bersahabat setelah melihat siapa yang mengetuk pintu tersebut.

"Kenapa muka kamu begitu?" tanya Daniel -daddy Febrian- yang mulai memasuki ruangan dengan santai, lalu duduk di sofa.

Langkah Febrian hanya kembali ke tempat duduknya dengan begitu lesu. Daniel yang melihat itu hanya menyeringitkan dahinya. Anak semata wayangnya, akhir-akhir ini sangat aneh. Seluruh pekerjaannya tertunggak, termasuk laporan yang seharusnya sudah diberikan kepadanya tidak sampai hingga kini. Belum lagi, dirinya mendapat laporan dari beberapa suster yang bekerja dengan anaknya mengatakan bahwa anaknya suka sekali termenung.

"Brian, kalau kamu ada masalah kamu bisa cerita," ucap Daniel sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Febrian yang mendengar hal itu hanya melirik daddynya saja.

CRAZY PATIENT ✔ (Fin)Where stories live. Discover now