Date But Seems It's Not

185 14 9
                                    

"Darimana kamu tadi? Masa troli ditinggal gitu aja?" omel Febrian kepada Vania yang kini hanya cengengesan saja.

Ia tidak mungkinkan mengatakan bahwa dirinya baru saja bertemu dengan perempuan yang mengejar-ngejar pacarnya ini? Sangat tidak mungkin karena biar bagaimana pun Febrian tidak mengetahui masalahnya dengan keluarga York. Jadi, mau tak mau ia harus pandai berbohong dalam hal ini.

"Biasa, kebelet toilet hehe,"jawab Vania dengan senyuman tak bersalahnya.

Febrian melirik ke arah Vania sekilas dan tersenyum tipis. Biar bagaimana pun ia tidak bias marah lama-lama bila sudah bersama dengan perempuan di sampingnya ini. Akhirnya, Febrian pun beranjak ke kasir untuk membayar dengan mendorong troli berisikan belanjaan mereka. Sedangkan Vania hanya mengikuti Febrian saja dari belakang.

Setelah membayar belanjaan keduanya, mereka langsung beranjak keluar dari supermarket dan pergi ke mobil untuk menuju lokasi selanjutnya.

***

Sampailah mereka di sebuah rumah modern yang lokasinya sedikit jauh dari keramaian. Banyak pepohonan serta tanah lapang yang luas. Vania melihat ke sekeliling secara seksama. Halaman dan luas rumah ini terlalu luas untuk digunakan oleh satu orang saja.

"Handsome, ini rumah kamu doang yang tinggalin atau ada orang lain?" tanya Vania spontan sambil tetap mengedarkan tatapannya ke penjuru rumah.

Halamannya aja udah kayak lapangan futsal begini, isinya macem mana coba? –batin Vania takjub.

Mendengar pertanyaan dari Vania, Febrian melirik perempuan itu sekilas dengan tetap melanjutkan langkahnya.

"Kenapa? Cemburu kalau ternyata aku punya simpenan di sini?" tanya Febrian iseng untuk menggoda perempuan itu. Namun bukan Vania kalau dengan begitu mudahnya akan terpancing hal seperti ini. Vania menatap Febrian dan langsung merangkul lengan laki-laki itu dengan erat.

"Cemburu? Enggak tuh! Aku malah enggak heran kalau kamu punya simpenan trus diumpetin di sini. Coba aja kamu lihat! Ini rumah atau perkebunan coba?"

Perkataan Vania tersebut mampu membuat Febrian tersenyum geli mendengarnya.

"Benarkah? Kira-kira kalau perkebunan bagusnya ramai dong, ya?" tanya Febrian sambil melihat ke samping sehingga keduanya saat ini saling menatap.

Dilihatnya Vania tersenyum dan berkata.

"Wah! Berarti simpenan kamu banyak dong, ya di sini?!" pekik Vania seolah pura-pura terkejut. Kelakuan Vania itu hanya semakin membuat Febrian menggelengkan kepalanya saja dan terkekeh geli.

"Terserah kamu deh. Lagian aku baru pertama kali mengajak perempuan lain selain mamaku ke sini."

Ucapan Febrian itu langsung membuat semangat Vania bangkit kembali. Ia sangat senang dengan pernyataan yang diberikan oleh Febrian. Hal itu berarti sinyal positif baginya, bukan?

"Really!? Berarti aku beda dan tiada duanya dong, ya?" ucap Vania dengan mata genitnya menatap Febrian. Sementara itu yang ditatap hanya bisa tertawa geli saja melihat bagaimana efek ucapan kecilnya itu bisa membuat Vania sesenang ini.

Tidak berniat menjawab pertanyaan Vania, Febrian hanya menggidikan bahunya dan membuka pintu rumahnya. Setelah masuk ke dalam rumahnya terlihatlah bagaimana kesan estetik di setiap sudut rumah itu. Vania pun mau tak mau hanya mengangakan mulut melihat interior rumah milik kekasihnya itu.

"Handsome, ini kamu nyewa orang interior mana? Aku mau tahu dong buat referensi apartemen aku," ujar Vania tiba-tiba.

Mendengar hal itu Febrian hanya menaikan salah satu alisnya sambil mengeluarkan belanjaannya di atas meja dapur.

CRAZY PATIENT ✔ (Fin)Where stories live. Discover now