Nappa

220 25 9
                                    

Febrian Pov

Hari ini aku sengaja pergi mengunjungi kantor kekasihku. Klise hanya ingin mengajaknya makan. Entahlah, aku hanya ingin melakukan hal itu mungkin karena ia pernah melakukan hal yang sama dan berkali-kali seperti itu kepadaku.

Ya, mungkin bisa dikatakan ini adalah pertama kalinya aku pernah mengunjunginya lebih dahulu. Sebelumnya, selalu Vania yang datang tanpa aku suruh. Mungkinkah itu salah satu kewajiban yang harus selalu dilakukan saat seseorang berpacaran?

Tapi dari situ sebenarnya aku sedikit merasa bersalah kepada perempuan itu karena aku tahu dirinya menyukaiku. Terkesan di sinilah aku yang memintanya untuk masuk ke dalam rencanaku, tapi dirinyalah yang aktif dekat denganku bukan aku yang harusnya melakukan hal itu.

Aneh, tapi percayalah aku memang tidak berpengalaman. Bagiku semuanya terasa baru. Pertama kali, hal yang terlintas di pikiranku ini akan menjadi sesuatu yang berat bagiku karena aku tidak tahu harus berbuat apa. Tapi Vania yang muncul begitu saja dan berinisiatif membuatku perlahan terbiasa dan mengerti.

Bila kuingat-ingat pengalaman ketiga sahabatku, mungkin mereka kebanyakan mengejar perempuannya. Tapi di sini Vania yang selalu maju duluan dibandingkan diriku. Terkadang aku merasa konyol karena seharusnya aku yang melakukan hal itu. Oleh karena itu, aku sempat meminta semacam advice I guess?

Tentu saran itu aku tanyakan kepada ketiga sahabat gilaku. Saat pertama aku menanyakan bagaimana menjadi seorang kekasih yang baik, ketiganya malah saling melirik dan tertawa. Seolah pertanyaanku itu adalah sebuah lelucon belaka yang tak masuk akal.

Flashback

Saat ini, kami berada di Fabo's kafe, tempat biasa yang selalu menjadi tempat tongkrongan kami berempat. Bagi kami bertiga lebih nyaman untuk duduk santai di kafe dengan secangkir kopi hangat. Mungkin rada berbeda dengan segerombolan laki-laki lain, ya tapi inilah yang selalu kami lakukan.

Hari ini aku bertekad untuk banyak berkonsultasi dengan ketiga sahabatku. Ada banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan dan kurasa hanya merekalah yang memiliki jawaban itu.

"Jadi, gimana sukses?" tanya Orion tiba-tiba membuat Arfon dan Bobby bingung.

Sedangkan aku?

Aku hanya meliriknya sekilas dan tersenyum kecil.

"Sukses apaan? Lo berdua buat rencana apaan di belakang kita berdua?" tanya Arfon tak terima.

Ya, kalau sudah begini aku pasti harus membuka suara karena rasa penasaran mereka. Kalau aku tidak melakukannya, dua laki-laki gila itu tak akan segan-segan menggangguku dan Orion sampai mereka tahu jawabannya. Anggaplah rasa kepo seorang sahabat yang bertahun-tahun bersama bisa dikatakan tidak dapat disembunyikan selamanya.

Akan ada waktu dimana semuanya terbongkar.

Dan Orion di sini menurutku memang ingin aku membuka suara juga.

"Sukses sama rencana "escapenya" lah!" ucapku membuat Orion tertawa geli.

Sedangkan Bobby dan Arfon langsung menatapku penuh perhatian. Mereka seolah menunggu-nunggu hal ini terjadi.

"Bocorin dong!" ujar Bobby penuh niat membuatku meliriknya.

"Ngapain? Nanti yang ada pas nyokap gue nyari, mulut lo pada nyerecos."

Aku sebenarnya sengaja berbohong sedikit karena bagiku menyenangkan melihat tampang bodoh kedua temanku itu. Mungkin kalau Orion tidak ada saat itu, sudah pasti dia juga akan melakukan hal yang sama. Tapi kalau tidak ada dia, maka tidak aka nada terlintas ide "escape plan" seperti yang kulakukan saat ini.

CRAZY PATIENT ✔ (Fin)Where stories live. Discover now