Thinking

95 10 2
                                    

Beberapa hari sudah berlalu semenjak hari dimana Vania menghampiri kekasih kontraknya itu di tempat tinggal pria itu. Kini Vania tengah berada di apartemennya tidak berniat untuk pergi kemana pun. Walau sebenarnya ini adalah hari libur dan biasanya dia akan langsung mempergunakan hari-hari seperti ini untuk berduaan dengan kekasih kontraknya.

Di tengah sofa yang nyaman, Vania merebahkan tubuhnya dan menatap ke arah langit-langit atap apartemennya. Pikirannya kosong karena dia tidak mau berpikir apapun. Melamun dan terus termenung itulah yang dirinya lakukan sedari tadi.

Tidak ada di benaknya untuk melakukan apapun, padahal seharusnya hari ini dia memikirkan strategi lainnya untuk meluluhkan hati sang kekasih kontraknya. Siapa lagi kalau bukan, Febrian.

Helaan nafas seketika keluar dari bibir Vania. Semuanya karena lelaki itu dan beberapa bulan terakhir dirinya merasa dunianya hanya untuk lelaki itu.

"Gila, ya gue? Bisa-bisanya gue jadi begini, padahal sebelumnya enggak pernah sampe begini," gumamnya sambil memejamkan kedua matanya.

"Entah kenapa lama-lama gue juga jujur capek berbulan-bulan begini. Usaha sana sini, tapi hasilnya sama aja. Gue tau sih sebenernya usaha gua pelan-pelan berhasil, tapi kalau liat dari keadaannya sekarang. Gue ibarat TTM buat dia kayaknya. Agkh! Bete!"

Seketika itu juga Vania bangun dari posisinya semula dan bersedekap.

"Enggak, enggak bisa begini. Kita harus ubah strategi!" ucapnya lagi sambil mengangguk-ngangguk sendiri.

Tak lama kemudian, Vania beranjak untuk mengambil teleponnya untuk mengecek apakah ada pesan atau tidak. Sebab selama ini dirinyalah yang selalu menjadi pihak yang menghubungi terlebih dahulu untuk bertemu. Dia berharap setidaknya Febrian memberikan pesan untuk bertanya apakah dirinya akan bertemu dengan lelaki itu atau tidak. Sebab dari situlah dia tahu harus menyusun strategi seperti apa lagi terhadap lelaki itu.

Tanpa sadar Vania menggigit ibu jari tangannya karena gugup sesaat ingin menyalakan teleponnya yang sengaja dia matikan sejak pagi tadi.

Ya, seperti pernyataan sebelumnya.

Vania sangat malas untuk berhubungan dengan siapapun hari ini, maka dari itu dia mematikan teleponnya sejak pagi.

Ketika layar teleponnya mulai menyala, hatinya berdegup tak menentu.

Kenapa cuman mau tau ada pesan atau engga aja, deg-degannya setengah mati begini?-batinnya.

Kling, Kling, Kling.

Mendengar suara tersebut berasal dari teleponnya, Vania langsung tersenyum dengan lebar. Dia pun buru-buru membuka lock screen teleponnya dan untuk membuka pesan siapa yang masuk tadi. Ketika sudah terbuka, senyumnya langsung luntur. Memang pesan yang dia dapatkan itu dari orang yang diharapkannya sedaritadi, tetapi tidak dengan isi pesannya.

From: Pria Tampan

Nia, hari ini kamu tidak usah datang menemuiku. Ada urusan penting yang perlu kulakukan.

Hanya itu saja isi pesan Febrian kepadanya.

Sangat singkat, padat, dan jelas.

Vania kira Febrian akan bertanya-tanya terlebih dahulu mengapa dirinya tidak menghubungi atau datang menemui pria itu. Namun nyatanya semua itu hanya khayalan belaka saja. Isi pesan itu seolah menyatakan bahwa selama ini yang selalu ingin menghampiri adalah Vania, walaupun memang benar faktanya seperti itu. Namun isi pesan itu juga bermakna Febrian tidak peduli dengan apa dan kenapa Vania tidak menghubunginya sejak pagi.

CRAZY PATIENT ✔ (Fin)Where stories live. Discover now