6. Cup/ang

56K 2K 71
                                    

Daya tidur menelungkup di atas tubuh Kavka dengan lengan pria itu memeluk punggungnya. Setengah tubuh telanjang mereka tertutup selimut, suara dengkuran halus  dari keduanya menambah merdu keheningan malam.

Tak lama Daya tersentak. Ia mengangkat kepala dan melihat jam yang berada di nakas samping ranjang. Baru pukul 1, artinya dia baru terlelap sebentar.

Akalnya memaksa untuk bangkit dan kembali ke kamarnya, bagaimanapun juga dia tidak pernah suka tidur satu ranjang dengan siapapun. Tapi kemudian ia melihat wajah Kavka yang tengah tertidur pulas. Mulut pria itu sedikit terbuka. Daya tertawa kecil, ia menegakkan tubuhnya dan menaikkan selimut ke tubuh Kavka.

Ia lalu menopang dagu memperhatikan Kavka, satu tangan lainnya menyentuh pelan pelipis Kavka dengan hati hati. Wajah tidur pria itu masih sama lucunya seperti saat kecil dulu, dengan versi lebih tampan, seksi, dan jantan.

Mungkin ada yang salah dengan mata Daya, tapi Kavka memang semakin hari semakin terlihat tampan. Padahal dia tidak melakukan apapun selain sibuk kerja dan  belajar photography. Makan pria itu juga sembarangan. Sungguh  tidak adil.

Jari jari Daya turun menelusuri garis wajah Kavka, rahang, leher dan....astaga apa yang sudah Daya lakukan! Di leher Kavka ada dua tanda merah. Dan astaga! Dadanya juga...Astaga...Astaga...

It couldn't be any worse, right? Dengan was was Daya mengangkat selimut Kavka dan mengintip ke dalam. Setidaknya dia tidak seliar itu,kan? Cukup leher, dada, dan... Astaga... Astaga, mata Daya tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Satu hal yang ia percaya harus dilakukan sekarang hanyalah kabur sejauh mungkin.

She's so screwed up! Daya menatap ngeri sekali lagi. Namun berapa kalipun dia lihat tetap sama. Perut dan paha dalam  Kavka banyak tanda merah, yang sudah dipastikan bukan karena serangga. Tapi akibat mulutnya yang tidak punya kontrol ini! Astaga... Astaga... Berapa kali lagi Daya harus mengucapkan astaga...

"Gue nggak pernah dicupang."

Wajah Daya memerah mendengar suara Kavka. Sejak kapan pria itu bangun? Daya ingin tenggelam saja. Ia lalu megambil bantal menutupi tubuh bagian depannya  dan menelungkupkan wajah sedalam dalamnya."
"Not bad. I kinda like it." ucap Kavka lagi, pria itu terkekeh kecil sehingga Daya menggeram frustasi, pujian akan hasil cupangan itu bukan sesuatu yang harus dibanggakan.

"Tapi Day.." Kavka menyentuh lehernya. "Lo nggak cupangin gue disinikan?" Daya mengangkat kepala untuk melihat bagian mana yang Kavka maksud. Seketika bibirnya langsung melengkung masam."Sorry..." lirihnya. Bahkan ada dua bekas kemerahan disana.

Kavka diam sejenak,"Cara nutupinnya gimana? Masa iya harus ngantor pake syal?"

Daya berfikir keras, syal ide yang bodoh. Orang gila mana yang pakai syal di cuaca panas Jakarta? Beberapa detik kemudian Daya mendapat ide,"Pakai baju yang kerahnya turtle neck.."

Kavka terlihat menimbang. Daya rasanya ingin menangis, kesal karena dirinya yang bertindak liar tadi."Atau ditempel plaster luka?"usul Daya lagi dengan ide lainnya. Kali ini suaranya kecil dan penuh ragu. Namun yang Daya dapati Kavka masih memegangi lehernya dan tampak berfikir.

Karena tidak sanggup berlama lama lagi berada satu ranjang bersama Kavka yang dari tadi hanya diam. Daya memutuskan untuk bangun. Dia memegang erat bantal untuk menutupi tubuh bagian depannya. Bajunya tidak ada di kamar ini. Tadi mereka saling menelanjangi diri di perjalanan menuju kamar. Mungkin di lorong? Atau di kamar mandi?

"Hey...." Kavka menahan tangan Daya. "Kemana?" tanyanya tajam.

"Kamar.." Daya menghadapkan tubuhnya yang tertutup bantal.

We Are Married AnywayWhere stories live. Discover now