4. Kekhawatiran

35.4K 1.7K 40
                                    

"Jangan mie.." ucap Daya, suaranya mirip cicitan tikus terjepit. Daya memundurkan wajahnya yang sudah mentok di dinding itu. Kepalanya ia tundukkan. Dengan jarak sedekat ini..... mata, bibir, hidung serta hembusan napas Kavka membuat lampu peringatan bahayanya menyala.

"Hm?" alis Kavka yang tebal itu bertaut. Dia tidak paham dengan ucapan Daya. Kenapa jadi bawa bawa mie di posisi mereka yang sudah pas begini?

"Sup... Tadi Mami ngirimin sup. Tinggal dipanasin. Ng... jangan makan mie... ya.. makan sup aja." sahut Daya. Demi tuhan dia tahu kalau kalimat yang seharusnya diucapkan dengan biasa itu terdengar menggelikan. Seperti seorang perawan yang dihadapkan pada permasalahn 'bajunya mau dibukakan atau tidak'.

"Oh.." Kavka tertawa. Dia saja baru ingat kalau tadi meminta dibuatkan makanan. Padahal istri penurut yang dia maksud bukan...."Oke." putus Kavka. Perutnya juga perlu diisi setelah tadi mengeluarkan emosinya yang meluap luap pada Jo. Agenda menggoda Dayanya juga bisa dipending dulu. Kavka kemudian melepaskan Daya dari kungkungannya."Gue ganti baju dulu kalau gitu."

Daya menggigit bibir. Kavka mau ganti baju? Bajunya mau dibukakan atau tidak?Astaga! Daya mencubit pahanya sendiri. Kenapa pikirannya jadi kotor begini? Apa karena sebentar lagi dia akan menstruasi?  Tapi rasanya hormon progesteronnya selalu bekerja dengan baik selama ini. Atau, hanya karena sudah pernah bercinta dengan Kavka sekali? Ya Tuhan, celaka tiga belas ini namanya, iba Daya pada dirinya sendiri.

Daya melihat Kavka sudah masuk ke kamar. Pintunya dibiarkan terbuka. Pria itu mulai membuka kancing kemejanya. Dari atas turun satu persatu terus hingga... Daya menutup matanya. Bahaya! Gawat! Celaka! Daya segera mengambil langkah seribu untuk pergi jauh jauh dari depan pintu kamar Kavka.

Dua puluh menit kemudia, Sup Iga kiriman Mami tadi sudah dipanaskan dan disiapkan di meja makan.

Daya mengetuk pintu kamar Kavka yang terbuka."Kav.." panggil Daya dengan pelan. Kavka tidak menoleh. Dia sedang serius membersihkan kamera kameranya.

Kavka dan kamera bukan sekedar tentang kecintaan Kavka pada dunia photography dan videography. Ada satu nama dan sejuta kenangan di dalamnya. Nama dan kenangan yang membuat Kavka pernah begitu hancur dan terpuruk.

Dulu kamera kamera itu hanya berisi satu objek, yaitu Luna. Cinta pertama dan satu satunya  Kavka. Luna itu perempuan yang sangat cantik. Kalau kata Daya, mirip peri peri yang ada di buku dongeng. Pokoknya Luna itu anggun, beda sama Daya yang cuek banget. Jadi wajar saja Kavka jadi suka kamera dan selalu mengabadikan Luna dalam lensa kameranya.

Semua orang menyukai Luna. Termasuk Daya, Daya salut pada Luna yang bisa membuat Kavka akhirnya berani untuk menjalani suatu hubungan. Luna tidak peduli berapa kali penolakan yang Kavka berikan padanya. Dia terus sabar menghadapi Kavka hingga hubungan mereka berhasil dan bertahan lama. Rencana pernikahanpun sudah dirancang sedemikian rupa.

Namun pada akhirnya semua itu sia sia. Luna tiba tiba meminta berpisah dari Kavka karena akan menikah dengan pria lain. Tidak ada yang menyangka, perempuan yang bisa menumbuhkan Cinta lagi di hati Kavka itu meninggalkannya begitu saja.

Hari itu, kali kedua Daya melihat Kavka menangis. "Day, gue ditinggalin lagi." lirihKavka dalam pelukan Daya yang ikut menangis.

Pria itu menangis sama pilunya persis saat dulu Papi pergi meninggalkan rumah, Mami, Valdo dan dirinya yang masih belum mengerti apa apa. "Daya, dulu itu Papi suka bilang cinta ke Mami. Tapi tadi, Papi bikin Mami nangis. Papi bilang cintanya udah nggak ada. Terus... Papi pergi bawa tas besar banget." isak Kavka kecil yang masih Daya ingat betul sampai saat ini.

Kavka memasang kembali lensa kameranya dengan hati hati. Dia merasa sayang karena harus mengangguri benda benda kesayangannya. Dia terlalu disibukkan dengan pekerjaan akhir akhir ini sehingga hobinya tidak bisa tersalurkan dengan baik. Perjalanan dari rumah, kantor dan lokasi klien  terlalu membosankan. Tidak ada satu objek menarikpun yang bisa ia abadikan.

We Are Married AnywayWo Geschichten leben. Entdecke jetzt