1. Pil

132K 2.5K 132
                                    

Peluh membasahi sepasang pria dan wanita di dalam kamar bernuansa biru. Warnanya biru, sebiru langit. Konon menurut sang empunya, inspirasi lebih mudah datang saat berdiam diri di kamar dari pada studio miliknya. Di dinding tergantung tiga gitar yang saling berjejeran. Terlihat beberapa helai pakaian berserakan di lantai. Di atas lampu tidur juga terdapat bra yang teronggok manis. AC kamar yang bekerja dengan baik bagai tak berfungsi, kalah dengan panasnya aktifitas mereka.

"Maaf." Daya mengartikan pandangan Kavka seakan tengah berkata maaf. Daya yakin tatapan pria yang ia kenal hampir seumur hidupnya itu berkata demikian. Dia yakin betul itu, seratus persen yakin.

Daya meremas seprai seiring gerakan Kavka yang semakin liar.  Pasti telapak tangannya akan berbekas cakaran kukunya sendiri. Matanya memperhatikan Kavka yang mengeluarkan erangan erangan aneh yang sialnya terdengar seksi dan semakin membakar tubuhnya. Hampir seumur hidup mereka bersahabat, tapi Daya belum pernah mendengar jenis suara itu.

Tubuh liat Kavka terus bergerak di atas Daya. Oh Tuhan! Daya terhipnotis. Padahal ini bukan pertama kalinya ia melihat tubuh Kavka. Apa karena sebelumnya Daya tidak pernah terlalu mengamati dada bidang, bahu kokoh, serta perut dengan otot menggiurkan itu ya?

"Kav!"
Kepala Daya terhempas ke belakang. Dorongan kuat Kavka tadi membuat dirinya meledak. Kepalanya pening, sensasi yang luar biasa. 

"Astaga, Kavka!" pekik Daya lagi. Kavka  bergerak semakin cepat dan konstan, menggoda Daya yang sudah mendapatkan puncak dengan mudah. Pinggul Kavka menghentak kuat diiringi geraman. Geraman yang mirip seperti hewan buas, tubuhnya juga bergetar sampai akhirnya jatuh di atas tubuh Daya.

Mulut keduanya bungkam. Hanya terdengar bunyi napas yang menderu serta suara detak jantung. Dada mereka naik turun saling bersentuhan, berusaha menormalkan napas.

Kavka sadar lebih dulu. Ia segera bangkit memisahkan dirinya yang dari tadi terbenam dalam milik Daya.

Daya menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga kepala. Napasnya masih tersengal, anak anak rambut menempel pada wajahnya yang berkeringat. Kepalanya pening. Sialan! What the hell did i just do! Umpatnya dalam hati.

"Gue balik ke kamar ya." suara berat Kavka membuat Daya makin merutuk. Bahkan suara itu membuat dirinya meleleh. Gawat!SOS!Daya menuju gila.

"Ay...Day..Daya.." panggilan khas Kavka saat berusaha mendapatkan perhatian Daya. Sama seperti saat ini, menunggu sampai  Daya memberi jawaban.

Dengan gusar, Daya menurunkan selimut hingga hanya wajahnya yang terlihat. Ia perbaiki selimut, tangannya meremas kuat selimut seakan takut tubuhnya masih terlihat.

"Kenapa Kav?" satu satunya pertanyaan   dalam benak Daya saat ini.

Kavka menunduk memungut pakaiannya. Otot otot lengan serta bahu lebar pria itu sungguh... Damn it, Daya! Daya mengutuk dirinya lagi. Ini bukan saat yang tepat untuk mengagumi seluruh keindahan tubuh Kavka yang kokoh itu. Walaupun sampai saat ini  Daya masih bisa merasakan kokohnya pria itu di dalamnya.... Astaga! Daya merasa frustasi. Cukup Daya, cukup.

Kavka memakai boxernya, pakaiannya ia kumpulkan untuk dibawa kekamarnya. "Bukannya lo paling nggak suka sempit sempitan tidur dalam satu ranjang?"

"Hah?...Oh. Iya." Daya membenarkan perkataan Kavka. Tapi tunggu dulu. Bukan itu maksud pertanyaan Daya.

Kavka melangkah meninggalkan kamar Daya. Tidak lama, pria itu kembali. Kepalanya sudah nongol dari balik pintu,"Day.. Pipis dulu sana, pee after sex bagus buat kesehatan."

Pee after what????? wajah Daya langsung memerah. Mereka memang baru melakukan seks. Demi semua Dewa Dewi Olimpus! Haruskah Kavka berbicara sevulgar itu?

We Are Married AnywayWhere stories live. Discover now