m u l a i

4.4K 656 31
                                    

Parameswara

Aku.

Benar-benar.

Nggak paham dengan Sabrina.

Susahnya mengiyakan atau bersedia aku tolong itu apa sih? Jelas-jelas dia sedang kesusahan karena harus membawa cermin setinggi 1.5 meter ini sendirian ke rumahnya.

Aku nggak salah 'kan?

Aku melakukan sesuatu yang benar 'kan?

Ini manusiawi 'kan?

Nggak. Aku bukan lagi cari muka ke atasan. Sekarang, mari bersikap manusiawi deh. Wajar 'kan aku membantunya? Wajar 'kan aku bersikeras untuk mengantarnya pulang? Tapi, ada apa sih dengan orang ini? Aku menawarkan bantuan selayaknya rekan kerja saja. Lagi pula tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari sini, apa masalahnya?

Semenjak masuk mobil pun kami hanya diam.

Hening.

Hanya ada suara deru kendaraan lain di jalan. Hari ini lalu lintas lumayan padat. Ya, long weekend. Wajar.

"Maaf ya, saya kurang nyaman dengan keramaian," kata Sabrina memecah keheningan di antara kami berdua. Aku menoleh. Matanya menghadap ke depan. Menerawang.

Baik.

Jujur, aku masih sedikit kesal. Tapi mendengar perkataan dan raut wajah Sabrina yang kelihatan hopeless, aku jadi sedikit kasihan.

"Nggak pa-pa," jawabku.

Hening lagi.

Dari satu jalan ke jalan lain. Satu gang ke gang lain. Hingga akhirnya, kami tiba di tempat tinggal Sabrina. Iya, ngobrolnya hanya itu saja.

Bos ku ini irit tenaga banget 'kan.

"Saya buka pintunya dulu ya," katanya kemudian berlalu keluar mobil.

Rumah Sabrina ini cukup besar untuk ditinggali sendiri. Apa dia tidak merasa kesepian? Setidaknya dia bisa sewa asisten rumah tangga untuk membantunya mengurus rumah atau setidaknya membantu keperluannya.

Sesaat kemudian, aku ikut turun.

"Ini mau ditaruh dimana?" Tanyaku sambil bersiap menjunjung standing mirror ini masuk ke dalam.

"Ke kamar." Kata Sabrina sambil membuka pagar rumahnya sedikit lebih lebar. Dia mempersilakanku masuk.

Aku pun membuntut Sabrina setelah ia berjalan masuk ke dalam. Kami menuju kamar utama yang paling dekat dengan pintu masuk. Kelihatannya ini kamar Sabrina.

Begitu masuk, aku disuguhkan dunia yang sangat terbalik denganku. Kamar Sabrina sangat rapi dan wangi. Benar-benar kelihatan neat banget sih orangnya. Nggak heran, kamarnya seperti ini.

By the way, aku lapar sekali.

"Di sini," Sabrina mengarahkanku ke sudut kamar dekat meja rias kecil di samping ranjangnya. Kalo kata Disa si anak Tumblr, kamar ini aesthetic. Ada jendela besar menghadap ke taman kecil di teras rumah, sehingga ruangan masih bisa terlihat terang meskipun tanpa lampu di waktu sore seperti ini.

Setelah meletakkan cermin, kami keluar kamar.

"Nggak ada ART di sini?" Tanyaku sambil melihat sekeliling. Ruang tamunya pun nggak banyak barang. Iya, sepertinya Sabrina benar-benar (berniat) tinggal sendiri.

Sabrina menggeleng.

Hening lagi.

Iya, aku tahu. Saatnya pulang. Sampai sini memang seharusnya aku mengerti.

PUKAU (Complete)Where stories live. Discover now